5 Tradisi Peringatan Tahun Baru Islam di Yogyakarta

Tradisi satu suro di Yogyakarta yang masih terjaga

Tahun baru Islam 2022 akan jatuh pada Jumat, 29 Juli sampai Sabtu, 30 Juli mendatang. Buat masyarakat Jawa, terutama di Yogyakarta, Tahun Baru Islam atau yang juga dikenal dengan 1 Suro juga jadi momen yang tepat untuk bermunajat kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karenanya sampai saat ini terus diperingati tradisi Peringatan Tahun Baru Islam yang sarat makna.

Nah, berikut ini serangkaian tradisi yang bisa disaksikan saat tahun baru Islam di Yogyakarta. Digelar mulai dari di keraton sampai pantai, lho!

1. Tapa Bisu Mubeng Benteng

5 Tradisi Peringatan Tahun Baru Islam di YogyakartaTapa bisu mubeng beteng. (Dok. Kraton Yogyakarta)

Tradisi mubeng benteng adalah ritual yang dilakukan dengan mengelilingi Benteng Kraton Yogyakarta. Dilakukan pada malam hari, biasanya memiliki rute dari Kraton Yogyakarta, Alun-alun Utara, lalu ke barat atau masuk ke kawasan Kauman, lanjut ke selatan atau ke Beteng Kulon, ke timur menuju Pojok Beteng Wetan dan berakhir di Kraton lagi.

Yang melakukan tradisi mubeng benteng ini biasanya adalah para abdi dalem dan tanpa mengenakan alas kaki. Tanpa alas kaki ini bermaksud sebagai pengingat untuk selalu ingat kepada alam dan Sang Pencipta. Para abdi dalem juga biasanya akan membawa tasbih sehingga di sepanjang perjalanan mereka sambil terus berdoa.

Baca Juga: Nitilaku, Kenang Masa Boyongan dari Keraton ke Bulaksumur UGM

2. Jamasan Pusaka

5 Tradisi Peringatan Tahun Baru Islam di YogyakartaJamasan pusaka Keraton Yogyakarta (kratonjogja.id)

Salah satu tradisi unik yang dilakukan oleh Kraton Yogyakarta saat Suro adalah jamasan pusaka atau yang juga disebut ngumbah keris. Jamasan pusaka adalah waktu di mana pusaka-pusaka yang dimiliki oleh kraton dikeluarkan, lalu dimandikan.

Yang dimaksud dari pusaka ini bukan hanya keris, tapi juga gamelan, kereta, serat-serat (dokumen penting), bendera, dan masih banyak lagi lainnya. Hal ini bertujuan untuk merawat benda-benda bersejarah tersebut. Walau begitu, tak hanya dimandikan secara teknis, tapi juga secara spiritual.

3. Wayangan

5 Tradisi Peringatan Tahun Baru Islam di YogyakartaWayangan di Keraton Yogyakarta. (Kratonjogja.id)

Saat malam 1 Suro, di beberapa daerah di Indonesia, termasuk di Yogyakarta, masyarakat atau kelompok akan menggelar pertunjukan wayang kulit. Wayangan yang biasa digelar malam hari sekaligus jadi agenda lek-lekan atau begadang bersama-sama.

Walau begitu, wayangan bukan sekadar hiburan saja, loh. Setiap cerita wayang memiliki pembelajaran yang bisa diambil oleh penontonnya. Jadi, dengan menonton wayang di malam tahun baru, bertujun memberikan tuntunan baik dari aspek budaya.

4. Tirakatan

5 Tradisi Peringatan Tahun Baru Islam di YogyakartaIlustrasi tirakatan 1 Suro di Keraton Yogyakarta. (Kratonjogja.id)

Seperti pada pergantian tahun pada umumnya, banyak yang menjadikan peringatan tahun baru Islam sebagai momen untuk merefleksi diri sambil melakukan wiridan atau berzikir saat malam hari. Dalam tradisi Jawa, ini disebut dengan tirakatan.

Tirakatan sendiri artinya menyendiri atau menjauh dari keramaian sehingga bisa memikirkan kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan selama satu tahun ke belakang dengan damai dan memulihkan tenaga secara spiritual. Kegiatan ini masih sangat dipegang oleh masyarakat Jawa yang memegang teguh tradisi kejawen dan biasanya dilakukan di gua sampai pantai.

5. Larung Sesaji

5 Tradisi Peringatan Tahun Baru Islam di YogyakartaKeraton Yogya Gelar Labuhan Jumenangan Dalem di Pantai Parangkusumo. (IDN Times/Daruwaskita)

Kamu pasti sudah gak asing dengan tradisi larung sesaji. Pada saat tahun baru Islam, larung sesaji juga menjadi tradisi yang tak boleh dilewatkan. Biasanya diadakan di Pantai Parangtritis atau Pantai Parangkusumo dengan membawa hasil bumi.

Hasil bumi untuk sesaji biasanya terdiri dari sayuran, buah, dan jajan pasar yang dijadikan satu dalam sebuah tampah. Tradisi ini sebagai tanda terima kasih dari manusia terhadap alam dan Tuhan atas limpahan rezeki dan penghidupan yang baik.

Tradisi-tradisi di atas sudah dilakukan sejak ratusan tahun lalu dan eksistensinya masih terjaga sampai sekarang. Ini jadi tanda bahwa budaya dan agama bisa berjalan beriringan.

Baca Juga: 5 Fakta Abdi Dalem Keraton Yogyakarta, Jarang Diketahui

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya