UGM: Daya Infeksi Mutasi D614G Belum Terbukti pada Populasi

Mutasi corona ini disebut punya daya infeksius 10 kali lipat

Yogyakarta, IDN Times - Pokja Genetik Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM) mengidentifikasi Whole Genome Sequencing (WGS) empat isolat COVID-19 dari Yogyakarta dan Jawa Tengah, di mana tiga di antaranya mengandung mutasi virus bernama D614G atau G614.

Daya infeksius mutasi ini meski disebut 10 kali lipat lebih tinggi ketimbang varian sebelumnya, yakni D614, namun masih belum terbukti penyebarannya di sebuah populasi.

Baca Juga: Mutasi D614G Virus SARS-CoV2 Terdeteksi di Yogyakarta dan Jawa Tengah 

1. Baru sebatas tingkat sel

UGM: Daya Infeksi Mutasi D614G Belum Terbukti pada PopulasiKetua Pokja Genetik FK-KMK UGM, Gunadi di Lab FK-KMK UGM, Rabu (2/9/2020). IDN Times/Tunggul Damarjati

Ketua Pokja Genetik FK-KMK UGM, Gunadi menjelaskan, level penularan yang mencapai 10 kali lipat baru terbukti ketika diuji ke sebuah sel. Seperti halnya pembuktian Korber dkk melalui penelitian Juli 2020 lalu yang sudah diterbitkan melalui jurnal Cell.

"Jadi ada dua sel, yang satu dikasih virus mutasi D614G yang satu virus SARS-CoV-2 tapi tanpa mutasi D614G. Ternyata, yang dengan D614G lebih infeksius 10 kali dibanding yang tanpa mutasi," kata Gunadi di Lab FK-KMK UGM, Rabu (2/9/2020).

"Tapi, sekali lagi ini baru percobaan di tingkat sel. Apakah itu (daya infeksius) di komunitas itu perlu penelitian (epidemiologi) lebih lanjut," ujar dia menambahkan.

2. Viral load lebih banyak

UGM: Daya Infeksi Mutasi D614G Belum Terbukti pada PopulasiIDN Times/Tunggul Damarjati

Dalam penelitian Kober dkk, juga disinggung kaitan antara daya infeksius yang tinggi dengan level keparahan pasien. Di mana penelitian sejauh ini mengungkap dua hal tersebut tak berkaitan.

Lantaran, isolat yang diidentifikasi pihaknya dan dipublikasi di Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID), didapat melalui pasien dengan kategori beragam.

"Yang mempunyai mutasi itu, pasiennya ada yang bergejala ringan, sedang, berat, dan sebagainya. Jadi tidak berhubungan," papar Gunadi.

Hanya saja, untuk derajat keparahan baru diteliti para peneliti di Inggris. Untuk di Indonesia belum memungkinkan karena jumlah sampelnya masih terlalu sedikit.

Gunadi lebih menekankan jika mutasi G614 ini memiliki jumlah kuantitatif partikel virus yang masuk ke sistem tubuh lebih banyak.

"Selain infeksiusnya 10 kali, ternyata jumlah virus SARS-CoV-2 pada pasien yang mengandung mutasi itu atau viral load-nya ternyata lebih banyak," urainya.

3. Potensi lebih bisa beradaptasi

UGM: Daya Infeksi Mutasi D614G Belum Terbukti pada PopulasiIDN Times/Tunggul Damarjati

Masih soal karakteristik mutasi ini, menurut Gunadi, ada hipotesis bahwa D614G lebih bisa beradaptasi dibandingkan pendahulunya.

Virus ini jadi lebih cocok dengan lingkungan inangnya sejak pertama kali terdeteksi di Wuhan, Tiongkok. Beradu kuat dengan sistem imun yang mencoba membangun pertahanan.

Dipaparkan Gunadi, sejak awal outbreak corona 2019 lalu variannya masih D614. Akan tetapi sejak Februari 2020 peneliti di Eropa menemukan kandungan asam amino posisi 614 berubah dari asam aspartat (D) menjadi glisin (G), sehingga menjadi D614G atau G614.

Ditambah data dari GISAID per September 2020, dari 92 ribuan yang ada, menunjukkan 77,5 persen di antaranya mengandung mutasi D614G.

"Virus itu kan istilahnya the fittest one, mungkin dia paling survive pada inangnya. Mungkin, ini sekali lagi hipotesis, itu yang bertahan pada human host-nya itu yang paling banyak D614G, dibandingkan D. Kalau nggak, kenapa D itu lama-kelamaan hilang. Dia kan adaptasi, dia lebih fit," urainya.

Gunadi melanjutkan, dari 92 ribuan WGS SARS-CoV-2 itu, 24 di antaranya berasal dari Indonesia. Sembilan di antaranya teridentifikasi mengandung G614.

"Sembilan ini dari DKI Jakarta, Surabaya, Tangerang, Yogyakarta, dan Jawa Tengah," rincinya.

4. Lebih dari satu kandungan

UGM: Daya Infeksi Mutasi D614G Belum Terbukti pada PopulasiIDN Times/Tunggul Damarjati

Lebih jauh, Gunadi memaparkan bahwa jenis mutasi dari isolat yang diteliti timnya, tak cuma mengandung D614G. Ada beberapa jenis mutasi lain yang sengaja belum didalami karakteristik dan korelasinya.

Alasannya, mutasi yang terbukti lebih infeksius baru D614G saja, sebagaimana dipaparkan Korber via jurnalnya.

"Jadi peneliti fokus itu dulu (D614G). Lalu mutasi yang lain, bukan berarti tidak ada impact-nya, dampaknya. Tapi, kita juga harus lihat kenapa mutasi ini lebih dominan," tandas Gunadi.

Baca Juga: Ada di Jogja, 5 Fakta Mutasi Virus Corona yang 10 Kali Lebih Menular

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya