Terima Gelar Doktor, Sultan: Ada Kecemasan Karakter akan Bangsa Hilang

Pendidikan karakter kerap terisisihkan

Yogyakarta, IDN Times - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X menerima gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Kamis (5/9).

Sultan meraih gelar honoris causa atas kontribusinya di bidang pendidikan karakter berbasis budaya. Rapat Senat Terbuka penganugerahan gelar Doktor Honoris Causa bertempat di Auditorium UNY.

Saat acara penganugerahan, Sultan didampingi GKR Hemas beserta empat putrinya, GKR Mangkubumi, GKR Condrokirono, GKR Maduretno, GKR Hayu, serta GKR Bendoro.

1. Berawal dari kecemasan hilangnya karakter bangsa

Terima Gelar Doktor, Sultan: Ada Kecemasan Karakter akan Bangsa HilangIDN Times/Tunggul Kumoro

Dalam orasi ilmiahnya, Sri Sultan menyampaikan betapa pentingnya pendidikan karakter. Seperti yang dirasakan beberapa tokoh penting seperti Prof Abdul Djalil Pirous, Martin Luther King, maupun Theodore Roosevelt.

"Diperlukannya pendidikan karakter, karena adanya kecemasan akan hilang karakter bangsa yang adiluhung, ramah, suka menolong dan bergotong-royong, jujur, dan nilai-nilai keutamaan lainnya," kata Sultan.

Karakter menurut Sultan sangat dibutuhkan dalam pembentukan manusia Indonesia, namun pada kenyataannya sangatlah jauh dari harapan.

"Putaran zaman yang kita alami sedang berada pada masa senja. Orang Jawa mengatakan, wayah ing surup. Menjelang senja, asar hampir usai, magrib sebentar lagi akan tiba. Sedang berlangsung pergantian masa transisi dari terang ke kegelapan. Kalau seseorang tidur menjelang hingga melewati magrib, ia akan mengalami kebingungan jiwa sebab kesadarannya sedang melemah," paparnya.

Baca Juga: Timbulkan Kontroversi, UIN Minta Judul Disertasi Abdul Aziz Direvisi

2. Pendidikan karakter kerap terabaikan

Terima Gelar Doktor, Sultan: Ada Kecemasan Karakter akan Bangsa HilangIDN Times/Tunggul Kumoro

Menurut Sultan, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sudah berupaya menjadikan pendidikan lebih bermakna bagi individu. 

Tapi, karena pesatnya perubahan dan kelemahan guru dalam menyisipkan pendidikan karakter ke dalam proses pembelajaran, belum mampu mewadahi pengembangan karakter secara dinamis dan adaptif.

Apalagi di satu sisi, sekolah terlampau fokus mengejar target akademik, khususnya agar lulus ujian nasional (UN). Efeknya, implementasi pendidikan karakter tidak bisa berjalan maksimal karena aspek kecakapan hidup non akademik yang jadi unsur pendidikan karakter tersisihkan.

"Pendidikan Karakter perlu direformulasi dan direoperasionalkan melalui transformasi budaya dan kehidupan satuan pendidikan," ungkapnya.

Dalam upayanya memperkuat pendidikan karakter, Sultan menilai, dibutuhkan pendayagunaan budaya-budaya etnik, yang turut bisa menguatkan semangat Ke-Indonesiaan. Salah satu cara yang diusulkannya, adalah dengan melibatkan para pimpinan informal etnik melalui dialog budaya antar etnik.

Semisal, tiap kelompok budaya bisa saling menyapa, mengenal, memberi dan menerima. "Dari sistem nilai Jawa, etnik Bugis bisa mendewasakan prinsip siri', agar tidak terkungkung sempit pada masalah kekeluargaan, tapi hendaknya disublimasi ke arah yang menjangkau persoalan-persoalan besar bangsa," katanya mencontohkan.

3. Komitmen Sultan benar-benar nyata

Terima Gelar Doktor, Sultan: Ada Kecemasan Karakter akan Bangsa HilangIDN Times/Tunggul Kumoro

Selaku promotor, Guru Besar Fakultas Bahasa dan Seni UNY Prof Suminto A. Sayuti menilai Sultan HB X sebagai Gubernur DIY memiliki komitmen untuk menanamkan pendidikan katakter berbasis budaya. 

Beberapa di antaranya, yakni mencetuskan lahirnya kurikulum berbasis budaya melalui Dinas Pendidikan Provinsi DIY. Kemudian, mendirikan Akademi Komunitas di Bantul, yang disertai lahirnya puluhan desa budaya.

Komitmen Sultan juga terlihat dari pemberian penghargaan seni dan budaya secara periodik kepada seniman dan budayawan DIY. Belum lagi sederet aktivitas seni budaya lainnya. Sehingga, ditegaskannya, Sultan bukan cuma bernarasi saja, tapi mengimplementasikannya.

"Beliau juga selalu menekankan pentingnya pemartabatan bangsa, bahwa bangsa yang bermartabat adalah bangsa yang menjunjung tinggi budaya," tutur Suminto.

Baca Juga: Dear DPR, Kapan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Disahkan? 

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya