Prevalensi Skizofrenia DIY Tertinggi, Apa Kata Dirut RSJ Grhasia?
Intinya Sih...
- Prevalensi skizofrenia di DIY mencapai 9,3 persen menurut Survei Kesehatan Indonesia
- Direktur RSJ Grhasia Yogyakarta menyebut hasil survei tidak spesifik skizofrenia, melainkan juga gangguan jiwa berat lainnya
- DIY menempati urutan pertama dengan angka pengidap skizofrenia mencapai 9,3 persen pada tahun 2023 dan mayoritas penderitanya adalah masyarakat dengan kelas ekonomi menengah ke bawah
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Yogyakarta, IDN Times - Direktur Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Grhasia Yogyakarta, Akhmad Akhadi, buka suara soal hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tentang skizofrenia. SKI sebelumnya menempatkan DIY pada urutan pertama provinsi pengidap skizofrenia atau hingga mencapai 9,3 persen.
1. Tak semuanya skizofrenia
Akhmad menyebut hasil survei itu tidak mencatat secara spesifik skizofrenia, namun juga mencakup jenis gangguan jiwa berat lainnya.
"Itu tidak spesifik skizofren, tapi orang dengan gangguan jiwa. Orang dengan gangguan jiwa berat memang didiagnosisnya adalah skizofrenia," kata Akhmad, Senin (5/8/2024).
Kata Akhmad, sebelumnya prevalensi gangguan jiwa berat di DIY 1 per mil. Artinya, 1 per seribu penduduk mengidap gangguan jiwa berat.
"Sekarang menjadi 10 persen, tapi kan gangguan jiwa berat bukan skizofren semua," tegasnya.
2. Faktor pemicu skizofrenia
Menurut Akhmad, skizofrenia atau segala jenis gangguan kejiwaan umumnya dipicu faktor internal, seperti riwayat keluarga atau genetik.
Kemudian faktor eksternal seperti stressor psychosocial, seperti ditinggal mati para anggota keluarganya akibat bencana alam, sekalipun pasien tak memiliki faktor genetik mengidap gangguan kejiwaan.
"Gempa bumi, keluarganya meninggal semua, dia sebatang kara dan kelaparan, nah itu bisa membuat orang mengalami gangguan jiwa," ungkapnya.
Baca Juga: DIY Tetapkan Status Siaga Darurat Bencana Kekeringan
3. Mengampu di salah satu SMA DIY
Selain menangani pasien di rumah sakit, RSJ Grhasia Yogyakarta milik Pemda DIY juga melakukan deteksi dini melalui skrining potensi gangguan jiwa. Akhmad berujar, rumah sakitnya kini tengah mengampu di salah satu SMA negeri di DIY karena adanya kekhawatiran terhadap munculnya gangguan jiwa selain skizofrenia.
"Kita khawatir persoalannya bukan skizofrenia, tapi justru gangguan jiwa yang jika terlambat diketahui (berpotensi mengarah) ke suicide, upaya bunuh diri, gangguan belajar dan sebagainya," imbuhnya.
"Kita akan bentuk jadi sekolah sehat jiwa, sesama siswa bisa jadi konselor juga bisa mengetahui secara dini kalau temannya mengalami gangguan belajar, konsentrasi, gurunya juga. Itu upaya pemerintah akan kita replikasi," sambungnya.
Upaya pemerintah lainnya adalah menyusun rencana aksi daerah (RAD) yang dikoordinir Biro Bina Mental Spiritual Pemda DIY. Komponen pelaksananya termasuk Dinas Kesehatan dan RSJ Grhasia Yogyakarta sebagai satu-satunya RSJ tipe A di DIY.
Sebelumnya, DIY disebut menjadi provinsi dengan prevalensi skizofrenia tertinggi. Mengutip berbagai sumber, dari hasil survei yang dilakukan Kementerian Kesehatan di setiap 1.000 rumah tangga di Indonesia, setidaknya ada empat rumah tangga yang salah satu anggota keluarganya mengalami gangguan jiwa.
Dari data tersebut juga diketahui per 2023 lalu, DI Yogyakarta menempati urutan pertama dengan angka pengidap skizofrenia mencapai 9,3 persen. Mayoritas penderitanya adalah masyarakat dengan kelas ekonomi menengah ke bawah.
Pada 2013 lalu, DIY juga disebut sebagai provinsi dengan pengidap gangguan jiwa tertinggi di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) kala itu.
Baca Juga: Senator Jogja Sentil Logika Pemerintah soal Kontrasepsi Pelajar