Masih Banyak Petani di DIY Belum Ikut Asuransi Pertanian
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Yogyakarta, IDN Times - Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mencatatkan baru ada 256 petani di wilayahnya yang tergabung dalam program asuransi pertanian padi. Angka ini masih jauh dari target yang dipatok mencapai 3 ribu petani.
Hal itu disampaikan oleh Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY, Sasongko, Senin (1/7). "Asuransi yang ada saat ini paketnya ada dua, satu asuransi usaha tanaman padi (AUTP) dan asuransi ternak sapi," katanya saat dijumpai di kantornya, Yogyakarta.
Sasongko mengatakan bahwa asuransi ini diselenggarakan oleh PT. Jasindo. Pemerintah, dalam hal ini berupaya memfasilitasinya melalui penyuluh lapangan. Serta membantu memangkas biaya premi asuransi tersebut sebesar 80 persen.
"Bantuan dari pemerintah itu Rp 144 ribu. Petani hanya bayar premi Rp 36 ribu saja per hektare untuk sekali masa tanam," terangnya.
1. Mengupayakan target tahun ini terpenuhi
Ratusan petani yang sudah mendaftar program asuransi ini, kata Sasongko, seluruhnya berasal dari Kabupaten Kulon Progo. Pihaknya pun mengupayakan agar target 3 ribu petani itu mampu terpenuhi tahun ini.
"Target kita 3 ribu, baru saja kita pecah (kuota) untuk Kabupaten Sleman, Bantul, Gunungkidul. Nanti kalau (kuota) sudah disetujui, baru kami siapkan lagi," katanya.
Baca Juga: Salah Prediksi Ribuan Hektare Sawah Terancam Gagal Panen
2. Manfaat ikut asuransi pertanian
Padahal, manfaat asuransi pertanian ini besar, sebagaimana Sasongko sebutkan. Yaitu, memperoleh klaim sebesar Rp 6 juta untuk tiap satu hektarenya apabila mengalami gagal panen akibat faktor alam.
"Klaimnya maksimal Rp 6 juta, tergantung tingkat kerusakannya. Maksimal Rp 6 juta, puso itu Rp 6 juta. Banjir juga. Tahun kemarin di Kulonprogo itu pas banjir hampir Rp 1 miliar. Bantul waktu itu belum ikut," terangnya.
Padahal, di satu sisi pihaknya juga sudah gencar mensosialisasikan program asuransi ini. Hanya saja, seperti terhalang akan niatan para petani yang semacam tak rela untuk menyisihkan uangnya ke asuransi pertanian.
"Mereka mikirnya kalau nggak puso, asuransinya terus hilang to. Sama kaya orang bayar asuransi kecelakaan, mereka nggak mengharap kena kecelakaan sebenarnya," jelasnya.
Asuransi ini sendiri sebenarnya tak mengharuskan untuk tiap-tiap petani tergabung dalam gabungan kelompok tani (gapoktan). Tapi memang disarankan bagi mereka yang tak memiliki sawah berukuran tak terlalu luas.
"Jadi nanti kalau misalnya petani itu sendiri, gabung saja di kelompok. Kan susah kalau misal cuma punya 500 meter kan susah, maka ngikut saja di kelompok," terang Yektining Rahajeng, selaku Kepala bidang Tanaman Pangan menambahkan.
3. 1.800 hektare terancam puso
Di saat bersamaan, bencana kekeringan yang bisa menyebabkan gagal panen tengah mengintai sekitar 1.800 hektare lahan tanaman di Kabupaten Gunungkidul.
"Itu di lahan kering ya, kalau sawah nggak ada. Jadi mengalami kering dan potensi kering. Belum semuanya mati. Itu di Gunungkidul. Untuk wilayah lain belum ada laporan," kata Sasongko menerangkan lagi.
Sasongko menerangkan, kondisi ini disebabkan oleh kesalahan prediksi para petani saat menanam.
"Kebanyakan masa tanam yang kedua. Karena nanamnya terlambat, kemarin perhitungan petani salah. Nanamnya mundur karena dikira musim hujan mundur, ternyata tidak. Yang nanam April ke belakang kena kekeringan," bebernya.
Sementara Yektining menambahkan, kekeringan selain di Gunungkidul juga mengancam daerah lain. Utamanya, daerah atas, macam Samigaluh di Kulonprogo, serta Dlingo di Bantul.
"Kalau di Gunungkidul ya kecamatan terbanyak ya Gedangsari, Ngawen, Semin, kalau yang lain kecil-kecil. Terutama daerah-daerah sawah tadah hujan," tutupnya.
Baca Juga: ACT Respons Kekeringan di Gunungkidul dengan Kirim Air Bersih