Ini Modus Baru Sekolah Jual Seragam Temuan Ombudsman DIY

Sekolah se-DIY bisa raup untung Rp10 miliar

Sleman, IDN Times - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengungkap modus anyar oknum sekolah melancarkan praktik jual-beli seragam kepada para wali murid. Dengan modus ini, potensi keuntungan yang diraup secara total bisa mencapai Rp10,5 miliar untuk seluruh sekolah se-DIY.

1. Undang toko buat presentasi

Ini Modus Baru Sekolah Jual Seragam Temuan Ombudsman DIYKepala Keasistenan Pencegahan ORI DIY, Chasidin. (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo).

Kepala Keasistenan Pencegahan ORI DIY Chasidin, mengatakan praktik jual-beli seragam oleh sekolah dilarang melalui Pasal 181 dan Pasal 198 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan.

Ada pula Pasal 4 Ayat (1) dan (2) Permendikbud Nomor 45 Tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah yang mengaturnya.

Intinya, para pendidik dan tenaga kependidikan, dewan pendidikan, maupun komite dilarang untuk menjual seragam ataupun bahan seragam.

Akan tetapi, hasil pemantauan ORI DIY pada PPDB 2022 di wilayahnya masih menunjukkan fakta sebaliknya. Praktik jual-beli seragam masih saja didapati bahkan dengan modus anyar.

"Modusnya sekarang berubah. Bukan lagi sekolah yang menyampaikan ke wali murid. Tapi sekolah mengundang pihak toko seragam untuk presentasi barang," kata Chasidin di kantornya, Senin (26/9/2022).

Dalam sebuah rekaman video amatir yang didapatkan ORI DIY menampilkan pihak penjual menawarkan seragam di depan wali murid dan difasilitasi oleh pihak sekolah.

"Termasuk (mempresentasikan) item-item seragam apa saja yang dijual beserta harganya," lanjut Chasidin.

2. Tembus Rp10 miliar

Ini Modus Baru Sekolah Jual Seragam Temuan Ombudsman DIYIlustrasi toko seragam sekolah. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum)

ORI DIY pun menemukan dugaan mark up alias penggelembungan dari upaya persekongkolan ini. Angkanya tak main-main bila dibandingkan dengan harga jual pasaran.

Berdasarkan bukti berupa kertas kuitansi, terlihat angka tertera Rp1.175.000 untuk harga sepaket berisi total lima setel seragam di sekolah tersebut.

"Kalau di pasaran itu tidak sampai Rp1 juta untuk lima item. Kami penasaran juga mengapa seragam di sekolah lebih mahal. Kita hitung selisih itu sekitar Rp300 sampai Rp500 (ribu) per paketnya," urai Chasidin.

"Kami hitung moderat saja kalau (keuntungan) Rp300 ribu per paket, dikalikan jumlah siswa yang masuk di sekolah itu biasanya sampai 200 siswa, estimasi setengahnya saja jadi 100 siswa. Mereka pesan satu paket dikalikan jumlah sekolah di DIY akumulasi 350, ternyata total lebih dari Rp10 miliar keuntungannya," lanjutnya.

Sementara, setiap satu sekolah pelaku praktik dengan modus ini diperkirakan mampu mengantongi fulus hingga Rp30 juta.

"Kemungkinan karena ini, pihak sekolah tidak mau melepaskan pengadaan seragam. Apapun itu, memang ada faktor ekonomi yang sangat besar. Dan harga ini betul-betul di-mark up oleh sekolah maupun yang mengadakan sekolah," imbuhnya.

Baca Juga: Ombudsman DIY Temukan Praktik Perjokian Wali di PPDB

3. Paguyuban orangtua jadi boneka

Ini Modus Baru Sekolah Jual Seragam Temuan Ombudsman DIYIlustrasi siswa SMPN dan orang tuanya. (ANTARA FOTO/Septianda Perdana)

Chasidin melanjutkan, pihak sekolah pelaku praktik ini dugaannya memanfaatkan pembentukan Paguyuban Orang Tua siswa (POT) yang berisikan perwakilan para wali murid.

"Sekolah menyiasati aturan larangan pengadaan menggunakan paguyuban orang tua sebagai koordinator pembelian seragam," beber Chasidi.

Dari POT ini, ORI DIY juga mendapati rekening penjualan seragam memakai rekening bendahara sekolah.

"Nyatanya tetap penentu harganya dari sekolah, pengarahan toko jujukan pembelian seragam tetap dari sekolah, belinya di mana dan sebagainya," ucapnya.

Menilik peraturan berlaku, eksistensi POT tidak dibenarkan karena yang berhak mengumpulkan sumbangan dan hal lainnya hanyalah komite sekolah.

Di satu sisi, POT memiliki fungsi atau peran yang tak jauh berbeda dengan komite sekolah.

"Ada yang mengadakan bahan seragam, peningkatan mutu pelajaran dan menggalang dana. Padahal dalam aturannya yang menggalang dana adalah komite. Kita coba merujuk permen-nya. Kalau perannya sama dengan komite, POT harus dibubarkan," tegas Chasidin memungkasi.

4. Komersialisasi layanan pendidikan

Ini Modus Baru Sekolah Jual Seragam Temuan Ombudsman DIYKantor Ombudsman RI Perwakilan DIY (IDN Times/Herlambang Jati Kusumo)

Ketua ORI DIY, Budhi Masturi menambahkan, temuan praktik jual-beli seragam disertai mark up ini adalah bukti praktik komersialisasi layanan pendidikan.

Dalam hal ini, ORI DIY menyarankan kepada instansi terkait terkait perlunya evaluasi secara berkala terhadap juknis dan pelaksanaan PPDB. Mereka diminta menyusun regulasi daerah baik perda, pergub, dan lain-lainnya atau merevisi regulasi untuk mengatur penyelenggaraan PPDB baik sebelum, saat pelaksaan, dan sesudahnya.

Sanksi dan pembinaan juga dianggap perlu dijatuhkan kepada penyelenggara dan pelaksana layanan pendidikan sekolah yang terbukti melakukan pelanggaran.

Lebih-lebih, pemerintah dapat menjadikan temuan praktik-praktik pelanggaran PPDB yang terbukti dilakukan oleh penyelenggara dan pelaksana layanan pendidikan sebagai komponen penilaian akreditasi sekolah bersangkutan.

Baca Juga: Ombudsman Sebut Ratusan Calon Siswa SMPN di Bantul Kehilangan Haknya  

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya