Haedar: Tak Ada Anggota Muhammadiyah yang Gabung Khilafatul Muslimin 

Haedar minta pemerintah tak bereaksi berlebihan

Yogyakarta, IDN Times - Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah memastikan tak ada anggotanya yang tergabung dalam kelompok Khilafatul Muslimin.

"Setahu kami tidak ada (Khilafatul Muslimin) yang ber-NBM (Nomor Baku Muhammadiyah) dan resmi anggota Muhammadiyah ya, mungkin ikut aktif ada saja," kata Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir di kantornya, Kota Yogyakarta, Kamis (22/6/2022).

Baca Juga: BNPT: Khilafatul Muslimin Bukan Organisasi Teroris 

1. Kalem tangani Khilafatul Muslimin

Haedar: Tak Ada Anggota Muhammadiyah yang Gabung Khilafatul Muslimin Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir. (IDN Times/Daruwaskita)

Untuk saat ini, Haedar meminta pemerintah bersikap tenang dalam menangani kelompok Khilafatul Muslimin. Bertindak terukur dan tak berlebihan.

Maksud Haedar, ketika memang gerakan Khilafatul Muslimin tak selaras dengan ideologi bangsa maka pemerintah tinggal memprosesnya sebagaimana hukum berlaku.

"Jika pergerakan seperti Khilafatul Muslimin ini berkaitan dengan hukum dan bertentangan dengan Pancasila, ya diproses saja secara hukum dengan baik dan tidak perlu gaduh," kata Haedar.

Reaksi berlebih, menurut Haedar, hanya akan membuat penanganannya terbebani. Padahal, bukan hal baru pemerintah menghadapi gerakan anti-Pancasila atau separatis macam ini.

"Kan banyak hal-hal seperti ini terjadi di masyarakat kita. Baik yang terkait dengan agama, maupun peristiwa-peristiwa yang terkait dengan tindakan kekerasan bersenjata di Papua, dan atau mungkin juga hal-hal lain," ujar Haedar.

"Saya harap tindakan-tindakan tetap terukur, jangan karena memakai nama Khilafatul Muslimin itu lalu seakan-akan Indonesia ini sudah penuh dengan Khilafatul Muslimin," sambungnya.

2. Putus rantai radikalisme dan ekstremisme

Haedar: Tak Ada Anggota Muhammadiyah yang Gabung Khilafatul Muslimin Ilustrasi Melawan Radikalisme (IDN Times/Mardya Shakti)

Upaya lain yang bisa dilakukan untuk mencegah paham Khilafatul Muslimin menjamur adalah dengan mencerahkan pemahaman keagamaan kepada masyarakat. Bukan hanya negara, tapi lembaga non pemerintah termasuk tokoh masyarakat harus ikut andil dalam proses ini.

"Sering kejadian-kejadian yang ekslusif seperti itu juga terkait dengan relasi sosial dan kondisi sosial masyarakat secara luas. Kondisi bangsa bahkan kondisi global. Jadi peristiwa-peristiwa yang entah itu ekstrem, radikal dan lain sebagainya sering tidak berdiri sendiri. Di situ lah maka kita juga makin waspada," pesan Haedar.

3. Gaduh di tahun politik

Haedar: Tak Ada Anggota Muhammadiyah yang Gabung Khilafatul Muslimin Jemaah di Kantor Pusat Khilafatul Muslimin di Telukbetung Utara, Kota Bandar Lampung. (IDN Times/Tama Yudha Wiguna)

Kemunculan isu Khilafatul Muslimin di tengah masyarakat Indonesia yang dinamis dan jelang datangnya tahun politik juga tak bisa dikesampingkan begitu saja.

Pandangan Haedar, pemerintah wajib waspada soal kemungkinan Khilafatul Muslimin menjadi isu yang memecah belah bangsa sewaktu masa pemilihan umum nanti.

"Kita harus belajar dari pengalaman yang lalu agar masyarakat tidak terbelah pada hal-hal yang bersifat pembelahan politik, ideologi dan hal-hal lain yang bersifat SARA. Karena risikonya juga berat untuk bangsa Indonesia ke depan," pungkasnya.

Baca Juga: Ketua PP Muhammadiyah Respon Pernyataan Mantan PM Malaysia   

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya