Denda Rp100 Ribu bagi yang Tak Pakai Masker Dianggap Lemah Hukum

Heroe setuju Perwal Yogyakarta itu dijadikan Perda

Yogyakarta, IDN Times - Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Peraturan Wali Kota (Perwal) Yogyakarta Nomor 51 tahun 2020 mulai mengatur kewajiban mengenakan masker di tempat umum saat masa pandemik COVID-19 dan new normal. Termasuk di dalamnya soal opsi sanksi denda Rp100 ribu bagi pelanggarnya.

Anggota Fraksi PKS DPRD Kota Yogyakarta, Nurcahyo Nugroho menyatakan Perwal ini akan sulit diberlakukan di lapangan, karena beberapa hal.

Baca Juga: Ketahuan Tak Pakai Masker di Yogyakarta, Awas Kena Denda Rp100 Ribu

1. Perwal tak bisa memuat sanksi

Denda Rp100 Ribu bagi yang Tak Pakai Masker Dianggap Lemah HukumPengunjung Malioboro duduk di salah satu bangku dengan penanda physical distancing. IDN Times/Tunggul Damarjati

Nurcahyo mengatakan, Perwal ini memiliki kelemahan secara hukum, mengingat sesuai Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, peraturan yang memuat sanksi hanya UU atau Perppu dan Perda, bukan Perwal.

"Saya yakin niatnya Pemkot baik, adanya pencantuman sanksi supaya masyarakat jadi lebih perhatian, tetapi jika tidak didukung dengan dasar hukum yang kuat kan juga tidak bisa berlaku efektif," kata Nurcahyo, Rabu (8/7/2020).

"Mestinya diatur dengan peraturan daerah yang menurut Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah boleh memuat sanksi hukum atas pelanggaran aturan di daerah," sambung dia.

2. Kurang poin edukasi

Denda Rp100 Ribu bagi yang Tak Pakai Masker Dianggap Lemah HukumTali penanda physical distancing terpasang pada bangku di kawasan Malioboro. IDN Times/Tunggul Damarjati

Selain itu, Nurcahyo menilai Perwal itu kurang mengatur soal edukasi. Padahal itu akan sangat memengaruhi perilaku masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan pencegahan penularan COVID-19. Baik secara perorangan, maupun pemilik usaha.

"Hanya 2 kali edukasi disinggung, pertama terkait dengan kewajiban pemilik usaha melakukan edukasi kepada karyawannya. Kedua di bidang pelayanan masyarakat dengan memasang poster cara mencuci tangan yang benar," ungkap Nurcahyo.

Sepenilaiannya, masyarakat sekarang masih cukup abai akan protokol kesehatan. Dikarenakan, edukasinya memang masih kurang sehingga mereka belum menerima informasi secara utuh.

"Jangan sampai kemudian normal baru tidak mendorong roda ekonomi tapi malah menambah jumlah pasien karena kondisi masyarakat yang belum teredukasi dengan baik," tegas anggota Komisi B DPRD Kota Yogyakarta tersebut.

Disarankannya kemudian, Pemkot sebaiknya memperbanyak konten edukasi dengan menggandeng kalangan anak muda kreatif. Ketimbang memperkuat sisi sanksi.

"Di Jogja ada banyak konten kreator kebanyakan anak-anak muda. Jika bisa digandeng, pemkot bisa membuat ribuan konten kreatif edukasi COVID-19 untuk disebarluaskan melalui media sosial yang dibagikan setiap hari kepada masyarakat luas," sarannya.

Lalu, memperkuat eksistensi Kampung Tangguh Bencana (KTB) yang sudah terbentuk selama ini untuk terjun melakukan edukasi ke masyarakat. Dikombinasikan dengan upaya penyediaan masker dan tempat cuci tangan di ruang publik.

"Jadi kalau ketemu warga yang tidak memakai masker di tempat umum jangan langsung diberi sanksi. Lakukan edukasi dengan baik, jika ia tidak membawa masker, berikan masker untuk dipakai pada saat itu juga. Saya kira ini jauh lebih simpatik dan mengena di hati," pungkasnya.

3. Wawali setuju Perwal jadi Perda

Denda Rp100 Ribu bagi yang Tak Pakai Masker Dianggap Lemah HukumWakil Wali Kota Yogyakarta, Heroe Poerwadi. IDN Times/Tunggul Damarjati

Diberitakan sebelumnya, Pemkot Yogyakarta menerbitkan Perwal 51 tahun 2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease - 19 Pada Masa Tatanan Normal Baru. Tertuang di dalamnya sanksi bagi perorangan maupun pemilik usaha yang melanggar protokol kesehatan.

Untuk yang perorangan, detailnya sanksi dikenakan kepada siapa pun yang tidak mengenakan masker di ruang publik. Wujudnya, berupa opsi mulai dari teguran lisan; teguran tertulis; kerja sosial membersihkan fasilitas umum; atau denda sebesar Rp100 ribu.

Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi sebenarnya setuju atas usulan mengubah Perwal ini jadi Perda. Tapi, wajib dipertimbangkan soal tahapannya yang lumayan makan waktu. Mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, hingga pengundangan.

"Kalau misalnya bisa cepat kita buat langsung jadi Perda nggak apa. Karena Perda itu harus macam-macam tahapannya. Kalau bisa cuma sehari dua hari tiga hari mungkin bisa juga dilakukan itu. Tapi ya harus cepat, ini kan Perwal ini dipakai untuk menjadikan masyarakat siap menjalankan aturan," katanya di Balai Kota Yogyakarta, Rabu.

4. Lebih condong ke administratif

Denda Rp100 Ribu bagi yang Tak Pakai Masker Dianggap Lemah HukumPengendara motor yang melintas di kawasan Malioboro juga wajib bermasker. IDN Times/Tunggul Damarjati

Soal sanksi denda Rp100 ribu yang paling menyedot perhatian, Heroe menekankan bahwa sanksi materi ini sifatnya antisipatif. Berlaku untuk situasi tertentu saja.

"Kita hanya mengantisipasi. Mungkin tidak akan pernah kita terapkan (sanksi denda), tetapi pada saatnya harus diterapkan karena kondisi yang istimewa, luar biasa, nah itu harus ada sanksinya," kata urainya.

Sanksi kemungkinan diberlakukan, semisal kala ada warga yang ogah mengenakan masker dan ngeyel bukan main ketika diperingatkan.

"Kemarin di awal-awal kan ada yang diarahkan malah marah-marah. Kita mengantisipasi orang yang memang tidak sadar dan tidak mau diatur dengan protokol COVID. Jadi, untuk yang ngeyel banget," ujar Heroe yang juga Ketua Gugus Tugas Penanganan COVID-19 Kota Yogyakarta tersebut.

5. Perwal dibuat untuk menumbuhkan kesadaran akan protokol kesehatan

Denda Rp100 Ribu bagi yang Tak Pakai Masker Dianggap Lemah HukumTempat cuci tangan di kawasan Malioboro. IDN Times/Tunggul Damarjati

Adanya sanksi dalam Perwal cukup menuai pertanyaan, apalagi di saat DIY memberlakukan status tanggap darurat bencana non alam sesuai Undang-Undang Kebencanaan sejak masa pandemi COVID-19. Sedangkan sanksi denda hanya diatur melalui Undang-Undang Karantina yang sebagai dasar atas penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Heroe kembali menegaskan jika sanksi dalam Perwal ini bukan ke arah pidana, melainkan administratif.

"Sanksi administratif itu memungkinkan kita melakukan penutupan, memberikan sanksi sosial, sanksi uang. Bedanya, ini masalah ranah administratif, beda dengan masalah ranah pidana. Kalau perdata itu yang namanya denda pasti akan menggantikan dari kerugian, kalau pidana itu pasti menggantikan dari masa kurungan," terang Heroe.

"Nah kalau yang ini itu wilayah administrasi. Di dalam UU itu memang ada masalah wilayah pidana, ada wilayah administratif. Wilayah administrasi ini masih dimungkinkan untuk sampai memberikan denda Rp100 ribu," lanjutnya lagi.

Terpenting, menurut Heroe adalah bagaimana melalui adanya Perwal ini, kesadaran masyarakat menerapkan protokol kesehatan bisa tumbuh. Lagi pula, kata dia, warga ketika diingatkan cenderung patuh, sehingga harapannya sanksi tidak ditajuhkan ke siapa pun.

"Ini kan persoalannya kalau ada orang yang tidak mau taat. Kita tidak ingin ledakan (kasus corona) itu dari perilaku kita yang nggak taat. Makanya dibuat Perwal itu," tandasnya.

Baca Juga: Satu-satunya Zona Hijau di DIY, Camat Cangkringan Beberkan Rahasia 

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya