Buang Emosi Negatif Akibat Corona, Jawasastra Gelar Sayembara Misuh 

#MisuhiPandemi bukan sekadar kontes mengumpat sejagat

Yogyakarta, IDN Times - Virus corona jenis SARS-CoV-2 biang pandemi COVID-19 berdampak besar pada kehidupan. Namun, perasaan stres, frustasi, dan emosi karenanya mungkin bisa sedikit banyak terobati lewat kontes nyentrik nan unik bertajuk 'Sayembara Misuh Internasional 2020'.

Kontes yang dimaksudkan jadi ajang meluapkan pikiran negatif dipicu pandemik ini memperebutkan sebuah gelar tiada tanding, yakni Kaisar Misuh melalui adu pisuhan.

Misuh sendiri adalah bahasa Jawa untuk mengumpat. Sedangkan pisuhan dapat diartikan sebagai umpatan.

Baca Juga: Tempat Nasi Gratis Jogja, Siapa pun Dapat Menaruh dan Ambil Makanan

1. Misuh dalam rangka memerangi pandemik

Buang Emosi Negatif Akibat Corona, Jawasastra Gelar Sayembara Misuh Dok. Jawasastra

Salah seorang panitia sayembara, Yani Srikandi menerangkan, bahwa Sayembara Misuh Internasional 2020 diinisiasi oleh Komunitas Pemerhati Kebudayaan Jawa, yaitu Jawasastra, di mana Yani sendiri yang jadi ketuanya.

Gelaran tahun ini dibuat dengan tagar #MisuhiPandemi. Sayembara Misuh mencoba menyerap tiap emosi tentang situasi pandemi COVID-19. Mengenai apa atau siapa yang jadi sasaran umpatan, terserah peserta.

"Misuhmu ini dalam rangka memerangi pandemi. Entah nanti dia membawa narasi atau kalimat seperti apa, kami bebaskan. Tapi, tidak boleh politik, rasis, seksis. Jadi, lebih ke pandeminya," kata Yani saat dikontak, Jumat (10/7/2020).

Caranya mudah saja, karena peserta cuma tinggal mengirimkan video berdurasi maksimal 3 menit. Lalu unggah di akun instagram masing-masing, boleh personal maupun beregu. Kemudian tag akun @jawasastra disertai deskripsi video dan #misuhi pandemi.

"Karena ini yang membuat komunitas (kebudayaan) Jawa, jadi dikhususkan kepada orang mana pun yang bisa bahasa Jawa. Tapi, untuk dialek atau sub dialeknya bebas. Jawa Timur, Jawa Tengah, DIY, ya maupun diaspora juga boleh," katanya.

Penilaiannya, dalam poster Sayembara Misuh 2020 yang viral, dilihat dari ekspresi tajwid dan makhroj misuh, konten isi pesan video, tingkat keatraktifan, kreativitas dan inovasi karya peserta.

"Kreativitas, pesan yang disampaikan, lalu bagaimana dia mengekspresikan," kata Yani menegaskan.

Delapan peserta terbaik disaring, hingga nanti dipilih satu yang keluar sebagai juara utama. Pemenang dinobatkan menjadi Kaisar Misuh dan dihadiahi plakat, kopi, 3 buah buku, sertifikat misuh, kaos, mbako, dan korek gas.

2. Dua tahun lalu juga diadakan kontes serupa

Buang Emosi Negatif Akibat Corona, Jawasastra Gelar Sayembara Misuh Dok. Jawasastra

Dikatakan Yani, Sayembara Misuh tahun ini bukanlah yang pertama. Karena, 2018 lalu pernah digelar dengan konsep serupa.

"Kami adakan pertama 2018, waktu itu isu yang paling santer itu isu SARA. Makanya kami mengangkat misuh memang saru tapi jangan sampai SARA," kata dara berusia 24 tahun tersebut.

Peminatnya waktu itu cukup banyak untuk sebuah kontes yang baru kali pertama diadakan. Total, 166 karya dari tim maupun individu berhasil terkumpul.

Setahun berselang, Jawasastra berniat menyelenggarakannya kembali dengan mengusung tema lingkungan atau ekologi. Terinspirasi dari tulisan-tulisan warga pada plang terpasang di lokasi yang dipakai oknum tak bertanggung jawab untuk buang sampah sembarangan.

"Idenya karena setiap di jalan-jalan kebanyakan tempat itu (ditulis) kalau buang sampah di sini itu berarti asu dan sebagainya. Ini kan salah satu upaya penjagaan lingkungan. Kami ingin angkat itu di sayembara misuh 2019," papar Yani yang asli Kartasura itu.

Sayang, wacana dan ide unik tersebut harus kandas di tengah jalan. Sayembara Misuh 2019 batal digelar menimbang panasnya situasi politik kala itu.

Sehingga, tahun ini mencoba digelar kembali dengan target setidaknya seperti 2 tahun silam. "Waktu itu yang ngirim bukan cuma pemerhati Budaya Jawa, tapi, lebih general. Lebih menyenangkan karena bisa menembus semua lapisan," sambung dia.

3. Usung misi kenalkan misuh

Buang Emosi Negatif Akibat Corona, Jawasastra Gelar Sayembara Misuh IDN Times/Dewa Putu Ardita

Sayembara ini bagaimanapun menurut Yani tak sebatas jadi sarana memuntahkan emosi saja. Jawasastra punya misi tersendiri, yakni mengenalkan misuh sebagai bagian dari kebudayaan Jawa.

"Misuh adalah bagian dari budaya Jawa. Jadi, yang selama ini banyak orang bayangkan bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang besar, sentris, maupun sesuatu yang adiluhung," paparnya.

Jawasastra yang sebagian diisi oleh mahasiswa maupun alumni Sastra Jawa UGM ingin menekankan bahwa misuh bukan suatu yang tabu seperti selama ini dikenal masyarakat pada umumnya.

"Jadi sebenarnya dari 2018 ketika mengeluarkan sayembara misuh ini, kami juga mewanti-wanti bahwasanya kamu boleh misuh, tapi kami menyelipkan kajian-kajian tentang misuh itu sendiri. Seperti misuh tapi ketahui dulu lawan bicaramu, dan lain sebagainya," terang Yani.

Istilah misuh bahkan sudah terekam sejak era Jawa kuno. Pujangga hingga priayi alias bangsawan kerap kali menyelipkan kata-kata pisuhan baik melalui naskah maupun serat bikinan mereka. Biasa muncul sebagai ungkapan perasaan atau sifatnya ekspresif.

"Cuma bedanya kalau priayi kalau di naskah-naskah itu mereka meminjam pisuhan bahasa lain karena menganggap Bahasa Jawa lebih tinggi. Misalnya, Serat Damarwulan, naskahnya itu berbahasa Jawa, tapi ketika tokohnya ingin mengumpat, dia meminjam Bahasa Betawi," paparnya.

Jawasastra ingin mengajak masyarakat pada umumnya mempelajari Kebudayaan Jawa secara utuh. Seperti halnya para akademisi, ahli sosiolinguistik, atau kalangan tertentu saja yang memahami pisuhan sebagai bagian Budaya Jawa.

Sayembara Misih didesain sebagai pancingan agar kemudian masyarakat setidaknya mencoba mencari tahu lewat laman resmi Jawasastra. Dari situ, harapannya mereka jadi tertarik 'mampir' ke kajian-kajian Kebudayaan Jawa lainnya.

"Kami ingin menyalurkan hasil belajar kami ke masyarakat. Jadi, tidak ada jarak yang begitu jauh dalam pemaknaan Budaya Jawa. Biar kita berpikir kritis bersama, jadi orang itu nggak kagetan, nggak gampang ngomeni liyan (mengomentari). Kalau pemahamannya makin luas kan makin njawani," pungkasya.

Baca Juga: 7 Kata Bahasa Jawa yang Sulit Diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya