UGM, ITB, dan UNS Kolaborasi Atasi Limbah Masker dan Sarung Tangan

Sampah masker dan sarung tangan menggunung saat pandemik

Sleman, IDN Times - Pandemik COVID-19 memaksa masyarakat untuk mengenakan masker maupun sarung tangan. Akibatnya, limbah masker maupun sarung tangan ini menjadi permasalahan baru yang harus dicarikan solusinya secepat mungkin.

Merujuk pada data yang dihimpun oleh BBC, secara global penduduk dunia memakai 129 miliar masker dan 65 miliar sarung tangan plastik sekali pakai setiap bulannya selama pandemik COVID-19. Hal ini membuat sampah masker dan sarung tangan menjadi gelombang baru setelah polusi plastik.

Berangkat dari persoalan itulah, Universitas Gadjah Mada (UGM) berkolaborasi dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Sebelas Maret (UNS) membuat program berupa sistem pengelolaan limbah medis masker sekali pakai dan sarung tangan plastik untuk meminimalkan dampak limbah ke lingkungan.

Baca Juga: Ada Varian Baru COVID-19, GeNose Diyakini Tetap Akurat

1. Proyek dimulai dengan pengumpulan masker bekas dan membuat aplikasi

UGM, ITB, dan UNS Kolaborasi Atasi Limbah Masker dan Sarung TanganSeorang karyawan esensial memakai masker pelindung berjalan melewati tulisan 'Heroes Wear Masks' di Melbourne setelah menjadi kota pertama di Australia yang mewajibkan memakai masker pelindung di tempat umum sebagai upaya membatasi penyebaran penyakit virus korona (COVID-19), Australia, Kamis (23/7/2020) (ANTARA FOTO/REUTERS/Sandra Sanders)

Sistem pengelolaan sampah yang diberi nama Dumask (Dropbox-Used Mask) ini sudah dimulai pada Februari 2021 dan didanai oleh Program Penelitian Kolaborasi Indonesia (PPKI). Chandra Wahyu Purnomo, Peneliti Utama Dumask menjelaskan, proyek ini dimulai dengan pengumpulan limbah masker dan sarung tangan menggunakan boks, serta pembuatan aplikasi untuk memantau dropbox dan alat pembakarnya.

“Dumask ini kita buat dengan tujuan khusus untuk menyediakan jalur pembuangan masker dan sarung tangan bekas dari masyarakat umum yang aman dan ramah lingkungan," ungkapnya pada Jumat (30/4/2021).

2. Satu boks mampu menampung 500 masker/sarung tangan bekas

UGM, ITB, dan UNS Kolaborasi Atasi Limbah Masker dan Sarung TanganIlustrasi Sampah Medis (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

Chandra menjelaskan, untuk satu dropbox dengan volume 30 liter mampu menampung sekitar 500 masker atau sarung tangan bekas. Nantinya, dropbox ini diletakkan di beberapa lokasi.

Jika boks sudah penuh sampah akan memberikan notifikasi di aplikasi dan website. Selanjutnya, petugas akan datang dan mengambil boks tersebut dan sampah medis tersebut akan dihancurkan dengan pemanasan bersuhu tinggi atau yang lebih dikenal dengan metode pirolisis.

“Kebetulan UGM memiliki fasilitas Rumah Inovasi Daur Ulang (RINDU) yang berada di Pusat Inovasi Agroteknologi (PIAT). RINDU ini menjadi pusat pengolahan dan pengembangan teknologi sampah dan limbah dan memiliki peralatan pemusnahan limbah teknologi termal yang memadai," katanya.

Chandra mengungkapkan reaktor pirolisis ini nantinya akan dikembangkan di universitas mitra lainnya. Program ini juga mendapat dukungan dari Universitas Airlangga, Universitas Ahmad Dahlan, Politeknik ATK, Universitas Janabadra, dan Universitas Proklamasi 45 yang kesemuanya tergabung dalam Indonesia Solid Waste Forum (ISWF).

3. Proyek Dumask diharapkan bisa diadopsi pemerintah daerah

UGM, ITB, dan UNS Kolaborasi Atasi Limbah Masker dan Sarung TanganIlustrasi Sampah Medis (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

Untuk bisa membuat Dumask, diperlukan boks karton dan tempat stainless steel. Untuk biaya per boks menghabiskan Rp50 ribu. Harga ini tentu akan berbeda jika diproduksi secara massal dan harga akan jauh lebih murah.

“Kendala yang dihadapi saat ini adalah mencari industri pembuat boks karton yang custom kapasitas besar cukup sulit di Yogya. Kesulitan lain mengajak masyarakat untuk membuang sampah, utamanya masker dan sarung tangan ke dropbox yang telah disediakan," paparnya.

Chandra pun berharap proyek Dumask bisa segera diadopsi oleh pemerintah daerah dan provinsi. Diharapkan dengan Dumask dapat menjadi kontribusi nyata dalam pengelolaan sampah medis selama pandemik COVID-19.

Baca Juga: Cegah Varian Baru COVID-19, UGM:  Pemerintah Jangan Izinkan Masuk WNA

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya