UGM Ajak Pemerintah Kembangkan Tanaman Kedelai Lokal  

Setiap tahun Indonesia impor kedelai hingga 2,6 juta ton

Sleman, IDM Times - Lagi-lagi kedelai impor menjadi masalah. Kelangkaan barang, dan kenaikan harga menjadi peristiwa yang terus terulang.   

Saat ini para perajin harus membeli kedelai dengan harga Rp11.300 di Jawa hingga Rp12.500 rupiah per kilogram di luar Jawa. Padahal di akhir tahun 2021, bahan baku pembuatan tempe dan tahu ini dihargai Rp7 ribu hingga Rp9 ribu per kilogram. Kenaikan harga yang tinggi menjadi alasan perajin tahu serta tempe mogok produksi.

Dosen Fakultas Pertanian dan Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM), Subejo mengatakan perlunya terobosan baru agar krisis ini bisa segera teratasi dan tidak terulang.

1. Ini penyebab kelangkaan kedelai di Indonesia

UGM Ajak Pemerintah Kembangkan Tanaman Kedelai Lokal  ilustarasi produk kacang kedelai (Pexels/Polina Tankilevitch)

Subejo mengatakan, krisis kedelai dipicu oleh beberapa, yaitu turunnya produksi kedelai di Amerika Serikat dan Brasil sebagai penghasil utama kedelai dunia. Hal ini diakibatkan adanya La Nina. Kedua, meningkatnya impor kedelai yang dilakukan oleh negara China. China saat ini merupakan importir kedelai terbesar di dunia. Di tahun 2020, sebanyak 58 persen dari total ekspor kedelai Amerika Serikat mengalir ke negara Tirai Bambu.

Menurut Subejo, kedelai merupakan tipikal komoditas yang sangat sesuai dikembangkan di negara empat musim, dan kurang optimal tumbuh di negara beriklim tropis seperti Indonesia. Tingkat produktivitas kedelai Indonesia sangat jauh dibanding jumlah produksi di Amerika dan Eropa.

“Dengan pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat permintaan kedelai juga semakin meningkat, akibatnya impor kedelai tidak dapat dihindarkan," terangnya.

Baca Juga: 5 Alternatif Pengganti Minyak Goreng, Lebih Sehat dan Enak

2. Setiap tahun Indonesia impor kedelai hingga 2,6 juta ton

UGM Ajak Pemerintah Kembangkan Tanaman Kedelai Lokal  ilustrasi merendam kedelai (healthyvegrecipes.com)

Dari data BPS tahun 2019, kebutuhan kedelai nasional sebesar 3,4 hingga 3,6 juta ton per tahun. Di sisi yang lain, kapasitas produksi kedelai paling tinggi hanya mendekati 1 juta ton.

Untuk memenuhi kebutuhan, maka diperlukan impor sebanyak 2,4 hingga 2,6 juta ton. Bahkan pada tahun 2017, total impor kedelai mencapai 2,67 juta ton dengan nilai US$ 1,15 miliar di mana 2,63 juta ton berasal dari Amerika serikat.

“Rendahnya kapasitas produksi kedelai ini dapat dilihat dari data BPS pada 2019. Dalam lima tahun terakhir produksi tertinggi kedelai tahun 2016 dan 2017 sebesar 859.653 ton dan 538.728 ton. Pada tahun 2018 mengalami kenaikan menjadi 982.528 ton," katanya.

3. Kedelai hitam Mallika menjadi alternatif pembuatan tempe dan tahu

UGM Ajak Pemerintah Kembangkan Tanaman Kedelai Lokal  Kedelai bahan baku tempe. IDN Times/ Bramanta Pamungkas

Subejo memaparkan diperlukan terobosan untuk menekan impor kedelai secara signifikan dan menjaga stabilitas harga dengan cara penguatan inovasi produksi.

“Inovasi pemuliaan benih kedelai yang produktif, adaptif terhadap perubahan iklim dan memiliki citra rasa baik sangat urgen dilakukan," jelasnya.

Lebih lanjut, Subejo menerangkan salah satu inovasi yang dihasilkan oleh UGM yang perlu dikembangkan adalah benih kedelai hitam Mallika. Menurutnya benih ini cukup prospektif karena memiliki produktivitas tinggi, adaptif terhadap kekurangan air dan sesuai untuk daratan rendah dan sedang.

Hal lain yang bisa dilakukan adalah melalui inovasi UGM terkait peningkatan produktivitas kedelai yaitu mikoriza. Melalui mikoriza dapat meningkatkan eksplorasi perakaran sampai ratusan kali volumenya, sehingga penyerapan air dan nutrisi menjadi lebih baik yang membuat tanaman kedelai menjadi lebih subur.

“Selama ini harga kedelai lokal kurang atraktif bagi petani, sehingga budi daya kedelai tidak menjadi prioritas karena tingginya kompetisi dengan komoditas pertanian yang lebih menguntungkan. Alternatifnya, lakukan budi daya kedelai dengan memanfaatkan lahan perhutanan sosial serta pengembangan komoditas subtitusi kedelai," paparnya.

Harapannya pemerintah memberikan program insentif untuk mendorong minat petani mengembangkan komoditas kedelai sehingga kapasitas produksi nasional meningkat. Program insentif ini sangat diperlukan serta dapat dikembangkan melalui pemberian subsidi harga, subsidi sarana produksi, pengadaan alat mesin dan introduksi tata niaga kedelai yang baik dan efisien serta penyuluhan dan pendampingan petani yang efektif.

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya