Pakar Kebijakan Publik UGM: Work from Bali Pemborosan Anggaran!

Penerimaan negara masih tergolong lemah

Sleman, IDN Times - Pakar Kebijakan Publik, sekaligus Dosen Manajemen Kebijakan Publik (MKP) Fisipol, Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Wahyudi Kumorotomo menilai rencana program Work from Bali (WFB) bagi aparatur sipil negara (ASN) di Kemenko Bidang Kemaritiman dan tujuh kementerian/lembaga lainnya memiliki beberapa titik kelemahan.

Wahyudi menerangkan, program WFB ini dinilai boros anggaran, terlebih situasi saat ini sangatlah tidak menentu. Di mana sudah seharusnya aparat pemerintah tetap berhemat.

Baca Juga: TKA Berdatangan ke Indonesia, Dosen UGM: Dampak UU Cipta Kerja 

1. Tingkat penerimaan negara masih lemah

Pakar Kebijakan Publik UGM: Work from Bali Pemborosan Anggaran!IDN Times/Imam Rosidin

Wahyudi mengingatkan, anggaran yang dikeluarkan untuk PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) terus mengalami pelonjakan. Anggaran PEN berdasarkan komitmen stimulus dengan UU No.2/2020 yang semula sebesar Rp450,1 triliun telah meningkat menjadi Rp677,2 triliun. Bahkan, pada tahun 2021, volume pembiayaan sudah menginjak angka Rp971,2 triliun.

Tentu menjadi hal yang positif ketika pemerintah Indonesia merekomendasikan untuk mencegah peningkatan angka pengangguran dan menggenjot pertumbuhan ekonomi. Namun, ketika di sisi lain penerimaan negara yang diketahui masih tergolong lemah, maka hal tersebut menjadi sangat penting dalam pengambilan kebijakan. 

“Dengan tingkat penerimaan negara yang masih lemah, seharusnya aparat pemerintah tetap berhemat,” ungkapnya.

2. Ada beberapa kelemahan program WFB

Pakar Kebijakan Publik UGM: Work from Bali Pemborosan Anggaran!ANTARA FOTO/ICom/AM IMF-WBG/Nicklas Hanoatubun

Menurut Wahyudi, rencana program WFB ini memiliki beberapa kelemahan. Pertama, WFB jelas memboroskan anggaran belanja negara oleh aparatur sendiri. Hal ini kemudian dapat dikatakan menunjukkan teladan yang kurang baik kepada masyarakat luas.

Kedua, meskipun protokol kesehatan tetap dijalankan dengan ketat, namun potensi berkumpulnya banyak orang di suatu lokasi wisata tetap ada.

"Meskipun WFB dilakukan dengan Prokes yang ketat, berkumpulnya banyak orang di objek-objek-objek wisata tetap berisiko penularan," katanya.

3. Sebaiknya pemerintah pilih alternatif lain

Pakar Kebijakan Publik UGM: Work from Bali Pemborosan Anggaran!IDN Times/Imam Rosidin

Lebih lanjut Wahyudi mengatakan, ada beberapa alternatif yang bisa dipilih pemerintah untuk mengubah pariwisata di Bali selain rencana program WFB ini. Alternatif-alternatif tersebut dapat seperti wisata minat khusus, wisata spriritual, dan paket-paket wisata lain yang tidak menimbulkan kerumunan dan tetap aman bagi pelaku wisata di Bali. 

“Tetapi tidak harus dengan membuat ketentuan agar pegawai ASN beramai-ramai melakukan rapat-rapat dan kegiatan di Bali,” tegasnya.

Baca Juga: Gampang Marah saat Kena Razia di Pos Penyekatan, Ini Kata Psikolog UGM

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya