Kisah Mahasiswa Rantau: Tidak Bisa Mudik Hingga Kehabisan Uang

Idulfitri bersama orangtua jadi hal yang dirindukan

Yogyakarta, IDN Times - Suasana Ramadan dan Lebaran tahun ini terasa berbeda bagi sebagian mahasiswa rantau yang tengah menjalani studi di luar kampung halaman. Pasalnya, kebiasaan mudik pada saat Lebaran, tahun ini harus ditunda terlebih dahulu untuk mencegah penyebaran COVID-19.

Meskipun perasaan rindu berkumpul dengan keluarga dan sanak saudara selalu tumbuh, namun pilihan untuk tidak mudik mereka pilih karena dianggap paling baik. Selain untuk melindungi keluarga, juga melindungi diri sendiri dari paparan COVID-19 selama di perjalanan.

https://www.youtube.com/embed/Z81Xc63CdaY

Baca Juga: Hasil Survei, Mayoritas Mahasiswa Tidak Suka Kuliah Daring  

1. Kesulitan finansial di tanah rantau juga jadi beban mental

Kisah Mahasiswa Rantau: Tidak Bisa Mudik Hingga Kehabisan UangAnita Oktaviani (20) salah satu mahasiswa AMA YPK Yogyakarta. Dok: istimewa

Anita Oktaviani (20) salah satu mahasiswa AMA YPK Yogyakarta Jurusan Manajemen Rumah Sakit yang berasal dari Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat mengaku tidak mudik untuk pertama kalinya tahun ini. Anita, yang sudah 3 tahun lamanya menempuh studi di Yogyakarta mengungkapkan jika bertahan di perantauan adalah pilihan terbaik untuk tetap melindungi keluarganya dari COVID-19.

"Idul Fitri tahun ini pasti berbeda. Tahun ini pertama kali tidak bersama orangtua dan saudara. Sedih tidak bisa kumpul, tapi kembali lagi, sabar adanya pandemik. Saya paham virus ini sangat berbahaya. Apalagi saya tinggal di wilayah zona merah, risiko terpapar virus sangat besar, sehingga saya tidak ingin pulang menyebarkan ke orang-orang yang ada di kampung halaman," ungkapnya pada Jumat (22/5).

Menurut Anita, bukan hanya jauh dari orangtua yang terkadang menjadi beban mentalnya, kesulitan finansial juga dia alami selama di perantauan. Mengingat, saat ini orangtuanya juga mengalami kesulitan dengan adanya kebijakan bekerja dari rumah.

Menurutnya, dari Pemda setempat memang sudah melakukan pendataan bagi mahasiswa rantau. Namun, sampai saat ini dirinya mengaku belum mendapatkan bantuan.

"Orangtua sulit kerja di rumah sehingga mengalami kesulitan ekonomi di keluarga dan secara tidak langsung berimbas pada mahasiswa yang ada di tanah rantau. Saya positive thinking Pemda akan benar-benar alokasikan dana untuk mahasiswa di luar Kalbar. Mahasiswa sangat kesulitan, benar-benar membutuhkan bantuan dari pemerintah," terangnya.

Dita mengaku, dengan adanya pandemik ini ada beberapa hikmah yang dia dapatkan. Di antaranya bisa menjadi pribadi yang lebih sabar dan mandiri.

"Hikmahnya, bisa menjadi pribadi yang sabar, mandiri dan bijak. Baik di dalam mengatur keuangan dan sebagainya. Karena jauh dari orangtua. Semoga tetap bisa diamalkan. Hari raya tetap tinggal di kos tapi panggilan video call, bermaafan lewat video call," paparnya.

2. Akses ke kampung halaman sudah ditutup

Kisah Mahasiswa Rantau: Tidak Bisa Mudik Hingga Kehabisan UangLailatul Essra Damayanti salah satu mahasiswa rantau dari Nabire, Papua. Dok: istimewa

Tidak berbeda jauh dengan Anita, Lailatul Essra Damayanti (21) dari Nabire, Papua yang saat ini sedang menjalani studi di Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Jurusan Pendidikan Biologi mengaku sangat berat untuk menjalani lebaran di tanah rantau. Pasalnya, pemerintah di kampung halamannya sudah menutup semua akses masuk. Sehingga, dirinya pun tidak bisa berkumpul bersama keluarga di momen lebaran.

Gadis yang akrab disapa Laila ini menjelaskan, berada di tanah rantau saat Ramadan dan Lebaran bukanlah hal yang mudah. Beberapa temannya yang sudah mudik serta warung-warung di sekitar kosnya juga sudah tutup terkadang membuatnya sedikit mengalami kesulitan. Dirinya pun mengaku sangat merindukan suasana berkumpul bersama keluarga di momen seperti ini.

"Hambatan di makanan, banyak warung tutup, bahkan jualan sayur tutup. Selain itu di sini tidak ada teman-teman, sangat kesepian. Rindu suasana hangat rumah, berkumpul bersama teman-teman, tradisi kalau lebaran bersilaturahmi. Keluarga dukung stay di jogja, bahkan menganjurkan untuk tidak pulang," katanya.

Menurut Laila, untuk bantuan dari Pemda sendiri saat ini memang belum sampai di tangannya, namun beberapa saat lalu sudah ada pendataan. Meski demikian, dari kampusnya juga sudah sedikit membantu dengan memberikan logistik berupa beras, mi, minyak goreng dan sebagainya.

"Saat ini yang dibutuhkan dukungan semangat, karena jauh keluarga pasti berat, apalagi kondisi seperti saat ini. Jujur sampai saat ini untuk video call (dengan keluarga) sulit, jaringan sulit. Meskipun telpon bisa, tapi ingin lihat wajah dengan video call," jelasnya.

3. Jadi momen lebaran yang tidak bisa dilupakan

Kisah Mahasiswa Rantau: Tidak Bisa Mudik Hingga Kehabisan UangRafiniati, salah satu mahasiswa Magister di Monash University Australia. Dok: istimewa

Rafiniati, salah satu mahasiswa Magister di Monash University Australia yang berasal dari Palembang mengaku Ramadan dan Lebaran kali ini pasti sangat berbeda dengan tahun sebelumnya. Selain berada di negeri orang, dirinya pun tidak bisa pulang lantaran pandemik COVID-19.

Banyak momen-momen yang tidak bisa dia lalui bersama orang terdekatnya. Mulai dari berkumpul bersama, menyiapkan hidangan lebaran, membersihkan rumah menjelang lebaran dan sebagainya. Meski demikian, adanya teknologi dan berada di lingkungan orang Indonesia cukup membuat rasa kangennya terhadap keluarga terobati.

"Ramadan berbeda, jauh dari rumah. Teman-teman yang biasanya main bareng. Tapi adanya bantuan teknologi bisa terbantu, bisa video call, saling WA. Jarak dan waktu tidak begitu berarti lagi. Selain itu saya tinggal di area orang Indonesia, jadi membantu adaptasi dan mengobati kangen keluarga," ungkapnya.

Rafiniati mengaku, momen Ramadan dan lebaran di tengah pandemik seperti ini akan menjadi salah satu pengalaman yang tidak bisa dia lupakan.

Baca Juga: Unversitas Ahmad Dahlan Beri Sembako Bagi Mahasiswa yang Tidak Mudik 

Topik:

  • Paulus Risang
  • Yogie Fadila

Berita Terkini Lainnya