Kasus Kematian COVID Tinggi, Relawan di Yogyakarta Membuat Peti Mati 

Para relawan belajar otodidak dengan kayu pinjaman 

Sleman, IDN Times - Tingginya kasus kematian akibat COVID-19, berdampak terhadap persediaan peti mati.  Sekelompok relawan di Yogyakarta tergerak untuk membuat peti mati dan disumbangkan ke rumah sakit yang membutuhkan.

Salah satu tim relawan, Herlambang Yudhodharmo (55) mengungkapkan relawan yang sebelumnya tergabung sebagai aktivis Gelanggang Mahasiswa UGM ini secara spontan bersama-sama membuat peti mati sesuai standar COVID-19.

"Ada keprihatinan salah satu teman ketika mendengar ada krisis peti di RS Sardjito yang berakibat jenazah yang sudah disucikan tertahan sekian jam, menunggu peti yang sulit didapatkan. Padahal prosedur pemakaman COVID-19 itu menggunakan peti dengan plastik beberapa lapis," ungkapnya pada Jumat (9/7/2021).

1. Belajar otodidak berbekal kayu pinjaman

Kasus Kematian COVID Tinggi, Relawan di Yogyakarta Membuat Peti Mati Relawan pembuat peti mati di Sleman. Dok: istimewa

Herlambang bercerita dirinya dan sejumlah relawan lainnya belajar dari nol untuk membuat peti. Berbekal kayu pinjaman di salah satu rumah relawan, tim pun bergerak.

"Kami dengan kayu pinjaman bikin satu contoh peti mati yang ketika jadi kita evaluasi apa yang kurang. Sembari beberapa teman cari donasi juga. Kemudian siangnya ada kiriman, transferan donasi, langsung kita belanjakan kayu dan saat itu juga kita potong dan kita bikin," katanya.

Baca Juga: Bantu Penanganan COVID-19, Ratusan Warga Yogyakarta Jadi Relawan 

2. Dana pembuatan berasal dari donasi

Kasus Kematian COVID Tinggi, Relawan di Yogyakarta Membuat Peti Mati Relawan pembuat peti mati di Sleman. Dok: istimewa

Relawan ini mempunyai beragai latar belakang pekerjaan. Ada yang bekerja sebagai pembuat film, komandan satpam, IT, seniman. Dalam proses pembuatan, bermacam-macam kendala yang dihadapi. Mulai dari alat yang terbatas, sempat terbakar hingga mengecat peti yang tidak semudah dibayangkan.

"Karena kami memang tidak punya pengalaman, tidak ada yang sebelumnya tukang kayu maupun tukang peti. Jadi banyak kendala yang muncul tapi tetap kami nikmati, tidak jadi masalah besar," terangnya.

Dalam sehari, rata-rata sekitar 10 relawan datang untuk membantu. Mulai dari memotong kayu, mengecat, melapisi peti dengan plastik dan sebagainya. Lebih dari 25 hingga 30 peti sudah mereka bikin.

Tak hanya kendala saat yang ditemui saat pembuatan, soal dana juga menjadi salah satu masalah.  

"Dana berasal dari donasi berbagai orang. Seperti pas saya unggah di Facebook, tiba tiba ada yang kirim donasi, itu mengharukan karena tidak kenal kami ini siapa. Ada yang belum lama ibunya meninggal kirim donasi cukup besar. Ada juga yang satu keluarga sedang isolasi mandiri mengirim juga dana yang gede banget. Ada juga mahasiswa kirim dengan jumlah yang beragam," katanya.

3. Peti disetorkan ke RSA UGM dan RSUP Dr Sardjito

Kasus Kematian COVID Tinggi, Relawan di Yogyakarta Membuat Peti Mati Relawan pembuat peti mati di Sleman. Dok: istimewa

Herlambang menjelaskan setelah proses produksi awal pembuatan peti sudah selesai, langsung disetorkan ke Damkar UGM. Peti mulai dilapisi dengan beberapa plastik kemudian didistribusikan ke rumah sakit.

Untuk sementara ini, pihaknya hanya mengirim ke dua rumah sakit, yakni Sardjito dan RSA UGM lantaran kebutuhan peti di sana sangat besar dan keterbatasan jumlah relawan.

Selain membuat peti jenazah, sekitar satu tahun lalu para relawan ini juga sempat tergabung untuk membuat keperluan penanganan COVID-19. Seperti halnya hand sanitizer, disinfektan maupun alat pelindung diri. Selain dari para alumni UGM, di dalamnya juga tergabung mahasiswa UGM yang aktif di Gelanggang Mahasiswa.

 

4. Pembuat peti mati tak mau ambil untung

Kasus Kematian COVID Tinggi, Relawan di Yogyakarta Membuat Peti Mati Peti mati ini dibuat di komplek Balai Kota Surabaya, tepatnya di depan kantor Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah. Dok. Pemkot Surabaya.

Lonjakan kasus kematian akibat COVID-19 di Yogyakarata, juga menggerakkan hati Tri Prakoso Wibowo,  Generasi kedua Pengrajin Peti Mati 'Putra Soeradi' dan pegawainya langsung turun tangan.

Pengrajin peti mati yang sudah berdiri dari tahun 1978 ini, semula hanya membuat untuk peti premium. Namun, karena situasi di lapangan yang sangat memprihatinkan dan dorongan berbagai pihak, akhirnya pihaknya membuat peti mati berstandar COVID-19.

Tri menjelaskan awal mula COVID-19, dirinya memang tidak ingin mengambil keuntungan dengan membuat peti COVID-19. Bahkan empat bulan awal pandemik dirinya mengalami penurunan permintaan hingga 50 persen. 

"Kami memang pada dasarnya pembuatan peti premium. Kami kerja sama dengan rumah sakit swasta, Yayasan Kristen Katolik, yayasan kematian rumah duka yang ada di Yogyakarta, Semarang dan terbanyak di Jawa Timur," ungkapnya kepada IDN Times. 

5. Jenazah belum bisa dimakamkan 1x24 jam, pembuatan peti mati dikebut

Kasus Kematian COVID Tinggi, Relawan di Yogyakarta Membuat Peti Mati Ilustrasi seorang pasien COVID-19. (ANTARA FOTO/REUTERS/Marko Djurica)

Namun, sekitar tanggal 27 Juni 2021, kasus kematian di rumah sakit maupun di sekeliling Tri melonjak drastis. Semua pihak merasa kewalahan dan berbagai instansi banyak yang menghubunginya untuk bisa membuatkan peti untuk COVID-19. Bahkan, dia sendiri sempat mendapati salah satu rumah sakit negeri di DIY ada sekitar 48 jenazah yang belum bisa keluar lantaran belum mendapatkan peti mati.

"Kami dengar informasi banyak yang belum dapat peti. Akhirnya SDM kita kumpulkan, saya tanya apakah mau (membuat peti COVID-19). Ini visi misi kemanusiaan. Komitmen kami hanya membantu, misalnya kemarin kita membuat sebenarnya kita tahu peluang, tapi hati kami tidak sampai ke situ," katanya.

Para pekerja Tri pun juga merasa terpanggil, akhirnya pada tanggal 27 Juni 2021 malam,  desainer grafis langsung turun tangan untuk membuat desain khusus peti mati untuk standar COVID-19. Pembuatan ini dikerjakan pagi, sore, malam hingga pagi lagi. Bukan hanya itu, Tri langsung memesan kayu Jawa ratusan lembar ke berbagai tukang kayu.

"Pagi-sore malam kita lembur untuk peti membantu saudara yang membutuhkan. Kasihan ada yang 1x24 jam belum bisa dibawa pulang jenazah, baru cari peti. Ya sebenarnya menurut tata cara sudah tidak baik," terangnya.

6. Setelah jadi, peti mati langsung habis

Kasus Kematian COVID Tinggi, Relawan di Yogyakarta Membuat Peti Mati Ilustrasi peti jenazah. (ANTARA FOTO/Iwan Adisaputra)

Tri mengatakan terdaoat sekitar 33 pekerja yang membantunya dalam pembuatan peti mati. Di luar pesanan bulanan peti premium yang sebelumnya sudah ada, setidaknya pihaknya bisa membuat sekitar 15-25 peti berstandar COVID-19.

Hingga saat ini pun pihaknya masih lembur untuk membuat peti mati standar COVID-19. Bahkan setiap harinya peti yang baru jadi, langsung ada yang mengambil.

"(Pemesan) untuk semua, jadi siapa yang membutuhkan cepat itu dapat. Kita tidak bisa menahan by name, makanya saya selalu mengatakan dengan teman kerja seluruhnya, siapa saja yang pesan peti, memang harus dipakai. Jangan untuk bermain atau dijual belikan kami tidak mau," paparnya.

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya