Gampang Marah saat Kena Razia di Pos Penyekatan, Ini Kata Psikolog UGM

Banyak warga marah-marah saat terjaring penyekatan

Sleman, IDN Times - Guna mencegah adanya pemudik yang tetap nekat pulang kampung saat masa peniadaan mudik Lebaran 2021, petugas melakukan penyekatan di banyak titik di Indonesia. Tidak sedikit masyarakat yang marah-marah lantaran terjaring razia dan diminta putar balik.

Lalu, apa kata psikolog mengenai penyebab banyaknya masyarakat yang marah saat terjaring razia? Begini penjelasan Psikolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Diana Setiyawati.

Baca Juga: Pungut Parkir Mobil Rp20 Ribu, Jukir di Jogja Bayar Denda Rp500 Ribu 

1. Masyarakat tengah berada di fase kekecewaan

Gampang Marah saat Kena Razia di Pos Penyekatan, Ini Kata Psikolog UGMSeorang pemudik yang menggunakan sepeda motor menyiapkan surat jalan saat terjebak kemacetan di posko penyekatan mudik Kedungwaringin, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (10/5/2021). (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)

Diana memaparkan, penyebab seseorang marah ketika kena razia di pos penyekatan lantaran saat ini mereka tengah berada pada fase kekecewaan. Selain itu, mereka juga memiliki banyak tanda tanya kapan pandemik COVID-19 akan berakhir dan situasi bisa kembali normal.

Menurut Dosen sekaligus Peneliti Center for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi UGM ini, masyarakat sangat sensitif saat berada di masa ini. Kelelahan akibat pandemik menjadikan manusia menjadi tidak rasional. Ditambah adanya pembatasan mobilitas termasuk larangan mudik dan penyekatan di setiap perbatasan wilayah menjadikan ruang gerak manusia sebagai makhluk sosial untuk terhubung secara langsung semakin terbatas.

Dia menyebutkan, di masa saat ini memang sebagian orang bisa beradaptasi melakukan komunikasi dan terhubung secara digital, akan tetapi tidak sedikit pula sebagian lainnya tidak bisa melakukan atau beradaptasi dengan cara tersebut.

“Sudah dua kali lebaran tidak bisa mudik, sementara perasaan ingin bertemu keluarga dengan mudik sangat kuat. Kondisi ini bisa dipahami jika menjadikan masyarakat mudah marah karena ini menyakitkan bagi mereka. Psikologis masyarakat sudah lelah terhadap pandemik dan hasrat untuk terhubung menjadi sangat besar,” katanya.

2. Beberapa fase dalam respons psikologi bencana

Gampang Marah saat Kena Razia di Pos Penyekatan, Ini Kata Psikolog UGMpexel.com/andrea piacquadio

Menurut Diana, ada beberapa fase dalam respons psikologi bencana. Pertama, predisaster yaitu situasi normal belum terjadi bencana. Kemudian, impact/inventory yakni saat bencana terjadi emosi yang muncul adalah kebingungan, ketakutan, kehilangan, kemudian merasa bertanggung jawab untuk melakukan sesuatu yang lebih.

Berikutnya, fase heroik di mana orang rasa terpanggil melakukan aksi heroik untuk membantu dan menyelamatkan orang lain. Selanjutnya fase honeymoon, biasanya terjadi sekitar 3 bulan awal bencana dengan harapan tinggi untuk segera pulih dari bencana.

“Lalu, fase disillusionment, setelah bencana berlangsung beberapa saat orang merasakan kekecewaan karena pandemi yang tidak selesai-selesai dan merasa kecewa akan kondisi yang ada,” terangnya.

"Fase kekecewaan ini akan mudah mengalami naik turun. Kondisi ini bisa terjadi jika ada situasi pemicu, salah satunya seperti larangan tidak boleh mudik," katanya.

Lalu, fase terakhir adalah rekonstruksi. Ia pun berharap masyarakat Indonesia bisa segera memasuki fase ini dengan situasi pandemik yang terkendali.

3. Tidak mudah atasi kekecewaan masyarakat

Gampang Marah saat Kena Razia di Pos Penyekatan, Ini Kata Psikolog UGMPemerintah larang mudik, petugas berjaga di salah satu wilayah Banten untuk mengawasi pemudik. ANTARA FOTO/Fauzan

Lebih lanjut, Diana memaparkan untuk bisa mengatasi kekecewaan masyarakat akibat pandemik COVID-19 tidaklah mudah. Penyelesaian pun tidak cukup dilakukan pada level mikro dengan melakukan manajemen emosi melalui peningkatan spiritualitas dan literasi terkait kondisi pandemik ke masyarakat. Namun, juga di tingkat makro melalui penetapan kebijakan pemerintah.

“Marah karena secara ekonomi kesulitan, tapi tidak mudah bagi Indonesia yang merupakan negara besar memenuhi kebutuhan masyarakat. Ini memang sulit, pada akhirnya kembali ke keluarga dan individu dan semangat yang harus dikedepankan saat ini adalah gotong royong untuk saling meringankan beban,” paparnya.

Baca Juga: Selama Larangan Mudik, Hampir 8 Ribu Kendaraan Tak Diizinkan Masuk DIY

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya