Erupsi Semeru Seakan Terjadi Tiba-tiba, Pakar UGM Berikan Penjelasan

Kenaikan aktivitas sebenarnya sudah terjadi di awal 2020 

Sleman, IDN Times - Erupsi Gunung Semeru yang terjadi pada Sabtu (4/12/2021) sore menyebabkan belasan orang meninggal dunia dan puluhan lainnya masih dalam pencarian. 

Pakar Vulkanologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Wahyudi memaparkan erupsi Semeru seakan terjadi secara tiba-tiba tanpa ada peringatan.  Namun sebenarnya Gunung Semeru masuk dalam daftar gunung aktif di Indonesia, tahun 2012 hingga 2020, statusnya dinaikkan waspada atau level dua.

"Waktu selama kurang lebih 8 tahun ini sebenarnya patut dicurigai, karena gunung api yang lama beristirahat, justru mengumpulkan energi dan memiliki potensi letusan yang lebih besar," ujar Wahyudi, Senin (6/12/2021). 

1. Kenaikan aktivitas sebenarnya sudah terjadi di awal 2020

Erupsi Semeru Seakan Terjadi Tiba-tiba, Pakar UGM Berikan PenjelasanWarga melihat material awan panas erupsi Gunung Semeru yang mengalir di Sumber Wuluh, Lumajang, Jawa Timur, Minggu (5/12/2021). (ANTARA FOTO/Umarul Faruq)

Menurut Wahyudi pada awal hingga akhir 2020, teramati kenaikan aktivitas Semeru ditandai adanya kepulan asap putih setinggi 200 hingga 700 meter. Pada awal Desember 2020, terjadi awan panas yang mengarah ke Kobokan di lereng Tenggara sejauh dua hingga 11 km.

"Jadi selama 2012 - 2020, sebenarnya suatu masa yang cukup lama untuk gunung aktif untuk beristirahat. Ini yang perlu diwaspadai, karena gunung aktif yang tidak aktif justru malah mengumpulkan energi. Tapi kalau seperti Gunung Merapi yang beberapa tahun mengeluarkan letusan kecil-kecil itu malah tidak menimbulkan bahaya," ungkapnya pada Senin (6/12/2021).

"Aktivitas ini berlanjut hingga Februari 2021. Bersamaan dengan datang musim hujan, endapan material aliran piroklatik yang masih lepas, belum mengalami pengendapan dan proses kompaksi, terbawa oleh air hujan dengan intensitas tinggi yang dapat menyebabkan bencana lahar," tambah Wahyudi. 

Baca Juga: Sleman Tetapkan Status Tanggap Darurat Lahar Hujan Gunung Merapi

2. Erupsi yang seakan datang tiba-tiba

Erupsi Semeru Seakan Terjadi Tiba-tiba, Pakar UGM Berikan PenjelasanJalur material awan panas letusan Gunung Semeru yang membuat jembatan putus di Sumber Wuluh, Lumajang, Jawa Timur, Minggu (5/12/2021). (ANTARA FOTO/Umarul Faruq)

Menurut Wahyudi, guguran kubah lava yang dipicu tingginya curah hujan menyebabkan terjadinya luncuran awan panas, ditambah kondisi kubah lava tidak stabil. Menurut Wahyudi, berdasarkan data yang ada, jangkauan awan panas mencapai 11 km, padahal rekomendasi jarak aman berada pada jarak lima km.

"Karena rekomendasi hanya lima km khusus arah Tenggara, ini yang nampaknya agak mengejutkan. Jadi otoritas memang sempat mengeluarkan imbauan kepada masyarakat tentang jangkauan awan panas yang lebih panjang dari lima km, namun kelihatan waktunya terlalu pendek sehingga masyarakat belum meninggalkan daerah bahaya dan terjadi awan panas," terangnya.

3. Curah hujan tinggi bisa sebabnya ketidakstabilan

Erupsi Semeru Seakan Terjadi Tiba-tiba, Pakar UGM Berikan PenjelasanHerlan Darmawan, Pakar Volcano Hazard UGM (kiri) saat memaparkan erupsi Gunung Semeru. IDN Times/Siti Umaiyah

Herlan Darmawan, Pakar Volcano Hazard UGM menjelaskan secara saintifik, curah hujan yang tinggi belakangan ini bisa menyebabkan ketidakstabilan pada endapan lava. Pada beberapa kasus, faktor eksternal seperti curah hujan yang tinggi bisa menyebabkan thermal stress dalam tubuh kubah lava dan memicu ketidakstabilan dalam tubuh kubah lava. Contohnya pada erupsi Gunung api Soufriere Hills Volcano Montserrat pada tahun 1998, 2000, 2001, dan 2003, hujan lebat dengan intensitas >80 mm/h dan durasi > 2h memicu runtuhnya kubah lava.

Di beberapa gunung api dengan lingkungan salju juga bisa menyebabkan melelehnya salju secara cepat juga dapat menyebabkan kubah lava tidak stabil.

"Memang pada beberapa kasus bisa curah hujan menyebabkan adanya seperti stres, kalau di dalam itu panas kemudian terisi air hujan maka terjadi stim. Sehingga menyebabkan tekanan yang tinggi, ini juga memicu terjadinya longsor. Hal ini seperti terjadi juga pada Merapi, yang pada beberapa minggu terakhir terjadi guguran lava karena intensitas hujan tinggi," paparnya.

Selain bahaya primer gunung meletus, sebenarnya bahaya sekunder juga patut untuk diwaspadai. Seperti halnya banjir bandang, di mana material yang lepas di dalam hulu, kena air hujan bisa jadi banjir bandang ke arah hilir.

 

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya