Dosen UGM: Gagasan Cabup Saat Debat Publik Perdana Masih Normatif

Belum ada yang punya gagasan out-of-the-box

Sleman, IDN Times - Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM), Hempri Suyatna, menilai eksplorasi pertanyaan yang diajukan kepada Calon Bupati (Cabup) Sleman dalam debat publik pertama, Jumat (30/10/2020) malam masih terlalu normatif.

Menurutnya, pertanyaan-pertanyaan yang ada dirasa belum menukik, khususnya pada aspek ke-Sleman-an. Hal tersebut turut membuat para cabup kurang bisa mengeksplorasi visi misi ke depan dan menyebabkan gagasan yang ditawarkan cenderung kurang optimal dan juga masih normatif.

"Proses tanya jawab di antara kandidat pun juga terlihat kurang gereget. Implikasinya kurang mampu memgeksplorasi visi misi ke depan dari para calon. Padahal masyarakat butuh itu," ungkapnya pada Sabtu (31/10/2020).

Baca Juga: Debat Publik Pilkada Sleman Putaran I, Ini Visi Tiap Calon Bupati

1. Mayoritas gagasan sudah dilakukan di pemerintahan sebelumnya

Dosen UGM: Gagasan Cabup Saat Debat Publik Perdana Masih NormatifDebat Publik Calon Bupati Sleman 2020. Dok: istimewa

Hempri memaparkan, dari ketiga paparan Cabup, dirinya masih belum menemukan gagasan yang dinilai out of the box. Menurutnya, apa yang dipaparkan oleh ketiga Cabup mayoritas sudah dilakukan di pemerintahan Kabupaten Sleman. Misalnya e-goverment atau pelayanan berbasis digital yang sudah dilakukan oleh organisasi perangkat daerah (OPD) di Sleman.

"Pasangan nomor 2 dan 3 sepertinya ingin meningkatkan dan optimalisasi capaian-capaian yang sudah tercapai selama ini. Pasangan nomor 1 mencoba untuk menawarkan gagasan alternatif meski sebenarnya sebagian gagasan ini sudah banyak dilakukan," terangnya.

2. Terpaku pada teks, debat cenderung kaku

Dosen UGM: Gagasan Cabup Saat Debat Publik Perdana Masih NormatifDebat Publik Calon Bupati Sleman 2020. Dok: istimewa

Hempri menilai, pada debat putaran pertama ini, ketiga Cabup lebih kepada pembacaan teks saat menjawab pertanyaan. Hal tersebut menurutnya mungkin lebih kepada aspek kehati-hatian. Mengingat debat publik dilakukan perdana, sehingga wajar jika Cabup menjadi gugup. Namun, hal tersebut juga menyebabkan Cabup menjadi kaku dan kurang eksplorasi.

"Ya mungkin calon-calon masih berhati-hati sehingga mungkin mereka menggunakan teks. Tapi dengan ini menyebabkan calon menjadi kaku dan kurang eksploratif. Harapannya debat kandidat yang kedua dan ketiga bisa lebih dinamis. Masing-masing calon bisa mengeksplorsi dengan komprehensif dan pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari panelis juga lebih menukik," katanya.

3. Debat putaran pertama belum bisa jadi tolak ukur

Dosen UGM: Gagasan Cabup Saat Debat Publik Perdana Masih NormatifDebat Publik Calon Bupati Sleman 2020. Dok: istimewa

Menurut Hempri, pertarungan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tidak hanya penyampaian visi dan misi. Melainkan juga pada kemampuan Cabup dan Cawabup untuk melakukan kampanye yang menarik masyarakat dengan menghidupkan partai-partai politik dan jaringan yang ada.

Terlebih di saat pandemik COVID-19, kampanye digital melalui media sosial juga harus dioptimalkan. Temasuk pertemuan-pertemuan terbatas dengan masyarakat juga perlu dimasifkan.

Dia juga mengatakan jika debat publik putaran pertama juga belum bisa jadi tolak ukur pilihan masyarakat.

"Ini kan baru visi misi pertama ya belum bisa jadi tolok ukur. Kita lihat nanti yang kedua dan ketiga juga, dan soal memilih memang sebagian dari kita juga tidak sekadar visi misi, akan tetapi kesamaan parpol, personal, cara kampanye akan mempengaruhi," paparnya.

Baca Juga: Pilkada Sleman 2020, Kustini Sri Purnomo Jadi Calon Terkaya

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya