Bilik Swab Buatan Dosen UGM, Menghemat Penggunaan APD 

Pembuatan bilik swab membutuhkan biaya Rp8 juta 

Sleman, IDN Times - Untuk memudahkan dan melindungi tenaga kesehatan dalam melakukan swab terhadap pasien, seorang dosen Departemen Mikrobiologi Pertanian Fakultas Pertanian UGM, Jaka Widada mengembangkan bilik swab yang dilengkapi HEPA filter. Dengan menggunakan bilik ini tenaga kesehatan tidak perlu memerlukan alat pelindung diri saat melakukan tes swab pada pasien.

Baca Juga: [EKSKLUSIF] Kepala BBTKLPP Jogja: Panik saat Reagen dan Primer Habis

1. Nyaman dan aman

Bilik Swab Buatan Dosen UGM, Menghemat Penggunaan APD Bilik swab COVID-19 buatan Dosen UGM. Dok: istimewa

Jaka menjelaskan, dengan bilik ini proses pengambilan sampel lendir dari dalam hidung maupun tenggorokan pasien cukup dengan cara menggunakan sarung tangan yang menonjol keluar. Tidak hanya membantu dan menghemat APD saat pengujian swab, bilik ini juga dapat memberikan kenyamanan tenaga kesehatan dan pasien.

Selain kenyamanan dan keamanan bagi petugas medis maupun pasien juga terjaga, dimana disinfeksi dilakukan pada sarung tangan sekali pakai dan permukaan luar bilik sebelum siap dipakai oleh pasien berikutnya.

“Jadi saat ada pasien baru datang untuk di swab kondisinya sudah bersih, sudah disemprot dan diganti dengan sarung tangan yang baru. Tenaga kesehatan tidak perlu pakai APD hanya cukup menggunakan masker sehingga nyaman tidak terbebani dengan hazmat yang berat dan panas,” ungkapnya pada Jumat (17/4).

2. Bilik dilengkapi HEPA filter

Bilik Swab Buatan Dosen UGM, Menghemat Penggunaan APD Tes swab COVID-19 di Labkesda Jabar. Dok/Humas Jabar

Jaka menjelaskan, bilik yang dibuatnya di desain dengan ukuran 90x90 cm dengan tinggi 2 meter. Bodi bilik terbuat dari bahan aluminium panel composit (APC) dengan ketebalan sekitar 3 mm. Dilengkapi dengan pintu pada bagian belakang dan di bagian depan memakai kaca dengan tebal 6 mm dengan dua lubang yang dipasang sarung tangan panjang berstandar medis. Bilik ini juga dilengkapi dengan handscoon sekali pakai untuk tangan petugas kesehatan memeriksa pasien.

Jaka menjelaskan, idealnya bodi bilik menggunakan bahan stainless steel tetapi terkendala dengan harga yang mahal. Sementara penggunaan kayu tidak memungkinkan,  bahan GRC Board pun kurang cocok apabila dibersihkan dengan disinfektan. Kendati menggunakan bahan murah, tetapi kualitas bilik swab tetap terjaga dan sesuai dengan standar medis.

Tidak hanya itu, bilik jiuga dilengkapi dengan HEPA filter yang biasa dipakai untuk membuat ruangan bersih dan steril layaknya laboratorium. Di dalam bilik juga diberi lampu pencahayaan dan blower. Selain itu turut dilengkapi dengan amplifier dengan speaker sebagai sarana komunikasi dengan pasien.

"Desain bilik bersifat dinamis, dapat bergerak dengan empat roda di bawahnya. Dengan desain seperti itu memungkinkan bilik untuk dipindahkan dengan mudah dan dapat dipakai di berbagai tempat," katanya.

3. Terinspirasi dari Korea Selatan

Bilik Swab Buatan Dosen UGM, Menghemat Penggunaan APD Ilustrasi tes swab. IDN Times/Candra Irawan

Menurut Jaka, pembuatan bilik ini terinspirasi dari melihat video petugas kesehatan di Korea Selatan yang tengah melakukan uji swab di bilik untuk memeriksa pasien. Dia pun berdiskusi dengan istrinya yang merupakan dokter spesialis THT dan telah terbiasa menguji swab saat memeriksa pasiennya.

Untuk dana pembuatan bilik ini berasal dari donasi masyarakat, termasuk melalui grup WhatsApp Sambatan Jogja (Sonjo) yang diinisiai koleganya dari FEB UGM, Rimawan Pradiptyo. Untuk membuat 1 unit bilik swab menghabiskan biaya sekitar Rp8 juta. 

Dalam proses produksi dia menggandeng dua UMKM di Yogyakarta. Untuk sementara ini, kapasitas produksi masih terbatas sebanyak 10-15 unit per minggu. “Saat ini kami akan segera membuat 5 bilik swab lagi yang nantinya akan didistribusikan ke sejumlah rumah sakit rujukan COVID-19,” terangnya.

Baca Juga: Sulit Didapatkan, RSA UGM Produksi Face Shield Secara Mandiri

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya