Tahun Ini, Tak Ada Pasar Kuliner di Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta

Pasar kuliner akan diganti dengan workshop memasak

Yogyakarta, IDN Times - Salah satu kekhasan perayaan Tahun Baru Imlek di Yogyakarta adalah gelaran tahunan Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY). Tahun ini sudah berusia 16 tahun.

Semestinya perhelatan PBTY 2021 ini meriah seperti tahun-tahun sebelumnya. Namun pandemi COVID-19 membuat acara untuk merayakan Imlek ini terpaksa dihelat dalam kemasan yang berbeda. Tak ada pasar kuliner yang jadi ikon setiap tahun.

“Sesuai kondisi ya. Kami menggelar secara virtual,” kata Humas PBTY 2021, Gutama Fantoni saat dihubungi IDN Times, 6 Februari 2021.

Meski virtual, PBTY tetap akan dilaksanakan selama tujuh hari. Tepatnya sejak 20-26 Februari 2021. Lantas seperti apa sajian PBTY 2021 ala virtual nanti?

Baca Juga: 10 Potret Suasana Jelang Perayaan Imlek di Kongco Dwipayana Denpasar

1. Ada workshop memasak Chinese food dan talkshow dengan budayawan

Tahun Ini, Tak Ada Pasar Kuliner di Pekan Budaya Tionghoa YogyakartaPertunjukan drama di panggung utama Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta 2020 - IDN Times/Rijalu Ahimsa

Saat dikonfirmasi, panitia masih menyusun acara yang akan ditampilkan secara virtual.

“Bikin acara virtual itu lebih susah,” kata Gutama. Lantaran harus menyesuaikan antara waktu dengan orang-orang yang akan dilibatkan untuk mengisi acara.

Rencananya, acara yang ditampilkan secara virtual meliputi workshop dan talkshow. Workshop menampilkan tentang bagaimana cara membuat mi atau pun aneka masakan Tionghoa (Chinese food) lainnya. Sedangkan talkshow akan menampilkan sejumlah budayawan dan seniman sebagai narasumber.

Beberapa narasumber yang telah menyatakan kesediaan untuk mengisi acara antara lain Hudayana dari Benteng Jakarta serta penari dan koreografer, Didik Nini Thowok.

Pementasan wayang Potehi secara virtual pun terancam ditiadakan. Lantaran dalang yang biasa diundang di PBTY telah meninggal dunia.

“Sementara kami belum mengenal penerusnya,” aku Gutama.

2. Tak ada pasar kuliner tahun ini

Tahun Ini, Tak Ada Pasar Kuliner di Pekan Budaya Tionghoa YogyakartaAneka sajian kuliner di Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta 2020 - IDN Times/Rijalu Ahimsa

Salah satu yang jadi incaran pengunjung ketika berkunjung ke PBTY adalah pasar kuliner. Ini semacam pasar tiban yang hanya ada selama PBTY berlangsung. Aneka sajian makanan khas Tionghoa disajikan. Masyarakat yang berminat bisa membeli di sana. Bisa makan di sana sembari berkunjung dari stan ke stan atau pun menonton pertunjukan seni yang disajikan. Bisa juga dibungkus untuk dibawa pulang.

Menurut catatan Gutama, ketika PBTY 2020 berlangsung lalu ada sekitar 500 tenant. Separuhnya diisi lapak-lapak makanan.

“Mayoritas memang kuliner,” kata Gutama. 

Sementara awal PBTY berlangsung pada 2006, tak kurang dari 10 macam kuliner yang disajikan. Tentu saja jajanan khas Tionghoa yang sangat popular, kue keranjang menjadi sajian yang tak terlewatkan. Kemudian aneka mie. Selebihnya ada cakwe atau bolang baling.

“Yang ekslusif itu dimsum,” kata Gutama.

Namun pasar kuliner kali ini ditiadakan agar tak mengundang kerumunan. Digantikan workshop virtual cara memasak aneka kuliner khas Tionghoa.

3. PBTY bermula dari riset kuliner khas Tionghoa

Tahun Ini, Tak Ada Pasar Kuliner di Pekan Budaya Tionghoa YogyakartaLegenda Kera Sakti di Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta 2020 - IDN Times/Rijalu Ahimsa

Omong-omong soal kuliner Tionghoa ternyata ada kaitannya dengan asal mula kelahiran PBTY. Gutama berkisah, PBTY berawal dari riset kuliner Tionghoa yang dilakukan dosen Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM), Murdijati Gardjito. Tak sekadar menyalurkan hobi, perempuan sepuh itu juga dikenal sebagai pakar pangan lokal UGM. Murdjiati blusukan ke komunitas-komunitas Tionghoa di Yogyakarta dan Jawa Tengah pada 2005.

Momentum itu diteruskan Murdijati dengan menggagas lahirnya PBTY bekerja sama dengan komunitas-komunitas Tionghoa di Yogyakarta. Gayung bersambut. Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X dan Walikota Yogyakarta Herry Zudianto mendukung.

Bahkan istri walikota menjadi Ketua Umum PBTY masa itu dan Murdijati menjadi Ketua Umum Panitia PBTY yang pertama. Gelaran PBTY yang pertama pada Februari 2006 berlangsung di Hotel Melia Purosani sebelum berpindah ke Kampung Ketandan Yogyakarta.

“Dulu cuma dilangsungkan lima hari, sekarang tujuh hari,” imbuh Gutama. 

Baca Juga: Imlek di Tengah Pandemik, Perajin Alat Sembahyang Sepi Pembeli

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya