Solusi Intoleransi, Gus Mus: Pindah Ustaz 

Dialog kebangsaan dan keberagaman dilanjutkan

Sleman, IDN Times - Ada beberapa solusi yang dilontarkan sejumlah tokoh muslim untuk mencegah perpecahan akibat intoleransi. Sebagaimana kasus ajaran yel-yel berbunyi “Islam yes, kafir no” yang diajarkan pembina Pramuka dari Gunungkidul yang tengah melatih murid-murid di SD Timuran, Kota Yogyakarta pada 10 Januari 2020 lalu.

Membicarakan soal agama, menurut Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin KH Mustofa Bisri, mestinya dilakukan oleh orang yang paham agama. Lantaran jika ada orang bicara soal agama, tetapi tak pernah belajar agama, maka akan menjadi masalah bagi masyarakat.

“Ngaji dulu lah. Jangan ungkapkan sesuatu yang tidak diketahui,” kata panggilan akrab Gus Mus ini usai acara Dialog Kebangsaan bertema "Merawat Persatuan Menghargai Keberagaman” di Auditorium Kahar Muzakir Kampus Terpadu Universitas Islam Indonesia (UII), sleman, Selasa (14/1).

Baca Juga: Gus Mus: Yel-yel Islam Yes, Kafir No, yang Ngajari Tak Paham Agama

1. Sering menggelar dialog keberagaman

Solusi Intoleransi, Gus Mus: Pindah Ustaz Menkopolkam Mahfud MD dalam dialog kebangsaan di Kampus UII, 14 Januari 2020. IDN Times/Pito Agustin Rudiana

Gus Mus mengatakan kegiatan dialog kebangsaan tentang persatuan dan keberagaman harus terus dilakukan.

“Harus terus dicanangkan. Jangan sampai bosan. Jangan sampai kalah. Yang waras gak boleh kalah,” kata Gus Mus.

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD yang kuga Ketua Umum Suluh Pergerakan menambahkan, acara dialog kebangsaan itu akan dilanjutkan ke berbagai daerah.

“Harus intensif dilakukan penguatan ikatan kebangsaan dengan segala fitrahnya. Yaitu keberagaman yang diikat dengan kesatuan yang kokoh,” kata Mahfud.

2. Hijrah kepada ustaz yang tidak mengajak saling menyakiti

Solusi Intoleransi, Gus Mus: Pindah Ustaz Tokoh NU KH Mustofa Bisri dalam dialog kebangsaan di Kampus UII, Sleman, 14 januari 2020. IDN Times/Pito Agustin Rudiana

Gus Mus pun mendorong agar setiap muslim berani melakukan hijrah. Yang dimaksud adalah berpindah untuk belajar agama kepada ustaz lain yang tidak mengajarkan intoleransi.

“Kalau ustaz mengajarkan tentang agama yang menyakitkan, mengajak kelahi antar saudara, hijrah. Pindah ustaz,” tegas Gus Mus.

Ia mengajak muslim untuk tidak berguru pada ustaz yang membuat tak nyaman.

“Kalau beragama jadi berat, terbebani, tak nyaman, pindah ustaz. Ustad banyak kok,” imbuh tokoh Nahdlatul Ulama (NU) ini.

3. Agama menjadi urusan privat

Solusi Intoleransi, Gus Mus: Pindah Ustaz Tokoh Muhammadiyah H. Abdul Mu'ti dalam dialog kebangsaan di Kampus UII, Sleman, 14 Januari 2020. IDN Times/Pito Agustin Rudiana

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, H Abdul Mu’ti menjelaskan, kultur orang Indonesia sebenarnya adalah kultur harmoni yang menghormati keberagaman. Ia pun tak setuju apabila agama dikuantifikasikan. Misalnya, melihat agama berdasarkan jumlah pemeluknya untuk menjadi dasar boleh tidaknya mendirikan tempat ibadah.

“Agama itu urusan yang sangat privat,” kata Mu’ti.

Bahkan dalam Al Quran pun secara terbuka memberikan pilihan. Bagi yang beriman dipersilakan, bagi yang tidak beriman pun menjadi urusan masing-masing.

“Yang penting tak merusak tatanan kehidupan masyarakat,” kata Mu’ti.

Baca Juga: Orang Tua Siswa Protes Pembina Pramuka Tepuk dan Yel-yel Bernada SARA

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya