Perpres Investasi Miras Dicabut, Cukupkah Hanya dengan Lisan?

PSH UII mempertanyakan cara Jokowi mencabut perpres

Yogyakarta, IDN Times - Baru sebulan Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal tertanggal 2 Februari 2021, substansi perpres yang kontroversial itu dicabut lagi pada 3 Maret 2021. Setidaknya, pengesahan dan pencabutan kembali aturan pemerintah itu menambah deretan bongkar pasang peraturan pada masa pemerintahan Jokowi.

Persoalannya, pencabutan perpres miras hanya dilakukan secara lisan, tanpa ada perpres baru yang dibuat untuk mencabutnya. Kepala Pusat Hukum (PSH) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) Yogyakarta, Anang Zubaidy, mempertanyakan ada tidaknya upaya yang dilakukan pemerintah untuk memperhatikan asas-asas dan kaidah-kaidah dalam pembentukan peraturan perundangan, khususnya penyusunan Perpres Nomor 10 Tahun 2021 itu.

“Dan apakah pencabutan secara lisan sudah cukup?” tanya Anang dalam siaran pers tertanggal 4 Maret 2021.

Baca Juga: [BREAKING] Jokowi Cabut Lampiran Perpres Investasi Miras Hari Ini

1. Perpres 10 Tahun 2021 membuka peluang investasi dari produk minuman keras

Perpres Investasi Miras Dicabut, Cukupkah Hanya dengan Lisan?Miras (IDN Times/Debbie Sutrisno)

Perpres Nomor 10 Tahun 2021 menjadi kontroversi karena menjadikan minuman keras yang mengandung alkohol dengan nomor KBLI 11010 maupun minuman yang mengandung alkohol berupa anggur bernomor KBLI 11020 dan industri minuman mengandung malt 11031 menjadi bagian bidang industri yang bisa mendapatkan penanaman modal. Mengingat perpres tersebut untuk membuka keran investasi dari minuman keras.

Poin-poin itu ditolak sejumlah kelompok masyarakat. Alasannya, urgensi dari poin peraturan tersebut belum jelas, ada ketakutan akan peningkatan kriminalitas akibat miras, hingga kemerosotan moral.

Usai Jokowi mendengar aspirasi berbagai tokoh agama dari Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah serta Majelis Ulama Indonesia (MUI), lampiran perpres itu dicabut.

2. Pemerintah tak mengindahkan asas dan kaidah pembentukan peraturan perundang-undangan

Perpres Investasi Miras Dicabut, Cukupkah Hanya dengan Lisan?Ilustrasi Jokowi (IDN Times/Arief Rahmat)

Menurut Anang, praktik bongkar pasang peraturan itu menunjukkan ujud pemerintahan yang tidak memperhatikan kaidah pembentukan peraturan perundang-undangan. Semestinya, perpres yang dibuat harus sesuai dengan kaidah-kaidah yang diamanahkan dalam UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

“Setidaknya pemerintah tidak mengindahkan beberapa asas pembentukan peraturan perundang-undangan dalam penyusunan perpres itu,” kata Anang.

Asas-asas yang tidak diindahkan itu meliputi asas dapat dilaksanakan, asas keterbukaan, serta asas kedayagunaan dan kehasilgunaan.

3. Bongkar pasang peraturan bukan prestasi, tapi bentuk kelalaian pemerintah

Perpres Investasi Miras Dicabut, Cukupkah Hanya dengan Lisan?Presiden Joko Widodo bersiap memimpin rapat kabinet terbatas (ratas) di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (28/2/2020) (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Berdasarkan asas dapat dilaksanakan, seharusnya pemerintah memperhitungkan efektivitas perpres di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis, maupun sosiologis. Penolakan berbagai kalangan dan pembentukan perpres yang tergesa-gesa menunjukkan pemerintah kurang mengkaji aspek filosofis, yuridis, maupun soiologis sehingga tidak dapat diimplementasikan di dalam masyarakat.

Asas keterbukaan menghendaki ada kesempatan luas yang dimiliki masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya dalam proses pembentukan perpres. Faktanya, pemerintah mendengar aspirasi masyarakat setelah perpres dikeluarkan.

“Bongkar pasang aturan oleh Presiden itu bukan prestasi pemerintah yang responsif terhadap kritik. Justru kelalaian dan keterlambatan pemerintah dalam menyerap aspirasi masyarakat,” kata Anang menegaskan.

Asas kedayagunaan dan kehasilgunaan menghendaki setiap peraturan perundang-undangan dibuat karena benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat untuk mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Artinya, pemerintah seharusnya tidak hanya mempertimbangkan aspek ekonomi, melainkan juga aspek moral dan kemasyarakatan. 

4. Pencabutan tak cukup dengan lisan, tapi harus membuat perpres baru

Perpres Investasi Miras Dicabut, Cukupkah Hanya dengan Lisan?Anang Zubaidi, Direktur Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) Universitas Islam Indonesia (UII). IDN Times/Siti Umaiyah

Bisa jadi pencabutan lampiran perpres secara lisan atau omongan merupakan komitmen untuk menghentikan polemik yang ada. Namun pihak PSH FH UII menilai langkah itu tak cukup karena belum bersifat konkrit dan prosedural.

“Komitmen pemerintah seharusnya diwujudkan melalui perpres baru. Karena yang dicabut hanyalah lampiran dalam perpres,” kata Anang.  

Sehingga perpres itu masih memuat pelonggaran investasi terhadap industri minuman keras mengandung alkohol di Indonesia. Bahkan pelonggaran investasi miras beralkohol merupakan akibat tidak dimasukkannya miras sebagai bagian dari bidang usaha tertutup dalam ketentuan Pasal 77 angka 2 UU Cipta Kerja.

“Kalau pemerintah berkomitmen tidak melonggarkan investasi miras, pemerintah harus menginisiasi perubahan pasal a quo untuk memasukkan industri miras ke dalam bidang usaha tertutup,” papar Anang.

Baca Juga: Kok Perpres Miras Bisa Lolos?

Topik:

  • Paulus Risang
  • Septi Riyani

Berita Terkini Lainnya