Lika-liku Relokasi Sekolah Mangunan yang Terbentur Potongan Surat

Sekolah Mangunan didirikan oleh Romo Mangun

Sleman, IDN Times – Sekretaris Yayasan Dinamika Edukasi Dasar (DED) Romo Basilius Edy Wiyanto mengerutkan alis pekan lalu. Foto potongan surat yang menampakkan kop surat bertuliskan 'Warga Muslim Cupuwatu' beredar di media sosial. Pada bagian perihal tertulis Pernyataan Keberatan Warga Muslim atas Rencana Pendirian Sekolah Mangunan yang ditujukan kepada Bupati Sleman, tertanggal 10 Agustus 2019.

“Ya, Sekolah Eksperimental Mangunan memang akan direlokasi ke Cupuwatu,” kata Edy saat dihubungi IDN Times beberapa saat lalu. 

Lahan seluas 4.900 meter persegi sudah dibeli pihak yayasan di sana, tepatnya di RT 03, Dusun Cupuwatu, Desa Purwomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman.

Rencananya, sekolah eksperimental yang terdiri dari tiga tingkatan, meliputi taman kanak-kanak, sekolah dasar, dan SMP itu akan dipindahkan ke lokasi baru secara bertahap. Dimulai dari SMP terlebih dahulu.

Semula, ketiga sekolah tersebut menempati kawasan di Dusun Mangunan, Desa Kalitirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman. Lokasinya di sisi timur-selatan Cupuwatu, Kalasan, Sleman.Pendirian sekolah eksperimental itu pun dilakukan secara bertahap atas inisiasi budayawan, penulis, arsitek, rohaniawan, juga aktivis hak asasi manusia, almarhum Yusuf Bilyarta Mangunwijaya yang akrab disapa dengan Romo Mangun. 

Berawal dari pendirian SD Eksperimental Mangunan pada 1994 yang menempati bekas SD Kanisius 2 Kalasan. Bangunan SD mengontrak di sejumlah rumah penduduk. Usai mengantongi izin pada 2013, SD itu pun pindah ke tanah desa. Bangunan rumah pun ditempati untuk taman kanak-kanak yang berdiri pada 2011.

Menyusul pada 2017 didirikan SMP yang menempati bangunan satu lokasi dengan SD. Lantaran terganjal perizinan, SMP pun mesti dipindah ke lokasi lain.

Kondisi tersebut sekaligus mendorong pihak yayasan mencari lahan untuk merelokasi semua bangunan sekolahnya di atas lahan berstatus hak milik. Tak lagi menyewa atau pun mengontrak.

Namun lagi-lagi beredarnya foto potongan surat penolakan tersebut sempat membuat Edy heran.

Berikut kronologi rencana relokasi Sekolah Eksperimental Mangunan yang berlika-liku.

1. Bermula dari bangunan SMP yang terganjal perizinan

Lika-liku Relokasi Sekolah Mangunan yang Terbentur Potongan SuratiDN Times/Pito Agustin

Penempatan bangunan SMP Eksperimental Mangunan di satu lokasi dengan SD Eksperimental Mangunan yang berada di tanah pelungguh (kas desa) Dusun Mangunan, Desa Kalitirto menuai persoalan.

SMP yang didirikan 2017 lalu dan telah berisi dua tingkatan siswa, yaitu kelas VII dan VIII terpaksa pindah. Pemindahan itu karena bangunan SMP disinyalir melanggar Surat Keputusan Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X Nomer 54 Tahun 2013 tentang Pemberian Izin kepada Pemerintah Desa Kalitirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman untuk Menyewakan Tanah kas Desa kepada DED untuk Pembangunan Sekolah Dasar Mangunan.

“Bunyi SK itu peruntukan sewa lahan untuk SD saja. Bukan untuk SMP. Kalau disebut untuk pendidikan gak dipersoalkan,” kata Kepala Desa Kalitirto Suparwoto saat ditemui IDN Times di kantornya, Kamis (22/8).

Berdasarkan SK Gubernur, lokasi SD menempati luas 5.000 meter persegi dari total lahan 16.851 meter persegi tanah pelungguh yang merupakan tanah desa yang dikelola pihak dusun. Waktu sewanya selama 20 tahun yang dokumen kontraknya diperbarui setiap tiga tahun sekali. Keberadaan SMP pun menambah luasan lahan.  

“Bangunan SD juga tidak ada IMB (izin mendirikan bangunan), atau syarat mendirikan bangunan, meskipun di atas tanah sewa kan ada IMB,” kata Suparwoto.

Sementara pihak SD Mangunan hanya mengantongi izin pemanfaatan tanah (IPT). Edy pun membenarkan persyaratan-persyaratan tersebut.

“Ya, mesti ada sertifikatnya. IMB juga. Jadi SMP kami pindah ke lokasi lain sembari menunggu bangunan sekolah di Cupuwatu selesai,” kata Edy yang mengaku tak ingin terlalu lama terganjal persoalan.

Apalagi pihaknya juga telah mendapat lahan baru dengan cara membeli. Harapannya, usai relokasi sekolah yang akan dilakukan secara bertahap itu selesai, pihak yayasan tak lagi terganjal dengan persoalan perpanjangan kontrak dan administratif lainnya.

Baca Juga: Sultan HB IX: “Saya Memang Berpendidikan Barat, tapi Tetap Orang Jawa"

2. Beredar surat penolakan pembangunan Sekolah Mangunan di Cupuwatu

Lika-liku Relokasi Sekolah Mangunan yang Terbentur Potongan SuratiDN Times/Pito Agustin

Sejauh ini, Edy tak pernah menerima tembusan surat yang disebut foto kop suratnya beredar di media sosial itu. Bahkan kepala desa dan camat yang disebut sebagai penerima tembusan juga tak menerima.

“Memang dalam surat disebut ada tembusan. Faktanya gak dikirimi,” kata Kepala Desa Purwomartani Semiono saat ditemui IDN Times di kantornya.

Baik Edy dan Semiono mengaku heran atas surat tersebut. Lantaran dalam proses sosialisasi untuk mendapat persetujuan warga yang menjadi syarat pengajuan Izin Pemanfaatan Penggunaan Tanah (IPPT), rencana pembangunan Sekolah Mangunan itu tak dipersoalkan warga. Begitu pun Ketua RT, Ketua RW, dukuh, lurah, maupun camat yang hadir menyetujui. Proses sosialisasi pun telah berjalan tiga kali.

“Warga menerima. Bahkan mayoritas warga yang hadir juga muslim,” kata Edy.

3. Pembuat surat menyatakan minta maaf

Lika-liku Relokasi Sekolah Mangunan yang Terbentur Potongan SuratiDN Times/Pito Agustin

Pada 19 Agustus 2019 lalu, menurut Edy telah dilakukan pertemuan untuk mediasi kasus tersebut. Selain Edy, juga hadir pihak dari dusun, desa, camat, juga dewan. Pihak yang membuat surat pun dihadirkan.

“Yang membuat surat itu ternyata warga RT 01. Sedangkan lokasi lahan sekolah itu di RT 03,” kata Edy.

Surat yang membuat gusar itu juga dibuka di forum. Ada beberapa poin penolakan yang tertulis di sana. Namun hanya dua poin yang diingat Edy. Yaitu keberatan warga karena tidak adanya akses jalan dan lokasi sekolah yang berdekatan dengan masjid. Padahal, sejak awal sosialisasi, pihak yayasan menyepakati akan menyediakan lahan empat meter untuk akses jalan.

“Soal lokasi sekolah dilarang berdekatan dengan tempat ibadah kan gak ada rujukannya. Bahkan takmir masjid setempat tidak keberatan,” kata Edy.

Setelah mendengarkan dari dua pihak, menurut Edy, persoalan sudah selesai.

“Pembuat surat sudah menyatakan meminta maaf,” kata Edy.

Semiono pun menegaskan, pihak pemerintah desa juga tak mempersoalkan rencana pembangunan sekolah tersebut.

“Selama sosialisasi masyarakat menyatakan menerima, ya pemerintah desa melegalkan putusan masyarakat,” kata Semiono. 

Baca Juga: 5 Fakta Pendidikan Indonesia Saat di Bawah Penjajahan Kolonial Belanda

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya