Kisah Seniman Mendesain Aksi Digital: Tetap Konsisten Meski Pandemi

Apakah pandemi bikin kita tak melakukan apa-apa?

Yogyakarta, IDN Times – Tak sampai dua pekan, perupa Anang Saptoto mempersiapkan desain aksi 16an Udin secara digital. Bermula dari kegelisahannya melihat rutinitas masyarakat sipil tak berjalan laiknya sebelum pandemi COVID-19 mewabah. Tak lagi berkumpul di ruang-ruang diskusi sembari menyesap kopi.

Rutinitas aksi yang digelar Jaringan Masyarakat Peduli Iklim (Jampiklim) saban Jumat, Aksi Kamisan dari Social Movement Institute tiap Kamis, juga Aksi 16an Udin oleh Koalisi Masyarakat untuk Udin (K@MU) sebulan sekali pada tanggal 16 pun sunyi. Lantaran aksi massa akan menghimpun kerumunan. Dan kerumunan berpotensi menularkan.   

“Kalau diskusi bisa diganti secara online. Terus kalau aksi gimana?” tanya Anang saat dihubungi IDN Times, Kamis (16/4).

Padahal kampanye desakan atas persoalan-persoalan yang belum dituntaskan dan menjadi tanggung jawab negara harus terus digaungkan. Aksi 16an Udin pun sempat libur pada 16 Maret 2020 lalu. Sementara kasus pembunuhan Udin belum diusut tuntas hingga kini.

Anang pun berkomunikasi dengan Koordinator K@MU Tri Wahyu dan dilanjutkan secara intens dengan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta Shinta Maharani. Ia mengusulkan membuat aksi dengan format digital.

“Ketika melempar ide itu, saya juga bingung. Belum punya formatnya,” kata si penggagas ide itu sambil tertawa.

Yang terbayang dalam pikirannya adalah mengubah cara berkampanye. Mengalihkan massa dari kerumunan di depan Istana Negara Gedung Agung Yogyakarta ke tempat yang aman.

“Pokoke gimana tetap konsisten (mengadakan aksi),” kata Anang. Aksi 16an Udin ke-68 kali adalah desain aksi digital yang dibuatnya kali pertama.

Baca Juga: Aksi 16an Udin Digelar di Tengah Pandemi dengan Platform Digital

1. Mengumpulkan foto diri dengan gaya pakai masker

Kisah Seniman Mendesain Aksi Digital: Tetap Konsisten Meski PandemiAksi digital 16an Udin, 16 April 2020. Dokumentasi pribadi Anang Saptoto

Kesepakatan aksi 16an secara digital pun dibungkus. Anang menyiapkan formatnya. Aksi itu tetap melibatkan banyak orang sebagai massa aksi. Setiap orang bisa bersolidaritas. Tak hanya yang ada di Yogyakarta. Dari Sabang sampai Merauke hingga mengitari dunia pun bisa ikut serta. Siapapun yang ingin bersolidaritas tinggal mengirimkan foto diri masing-masing.

Ia sempat kepikiran membuat animasi dari kumpulan foto-foto itu dengan berlatar Gedung Agung. Tapi bukankah ada imbauan untuk di rumah saja? Ada kekhawatiran, meski hanya animasi, tapi tetap menggambarkan kerumunan di luar rumah, pesan aksi yang aman selama pandemi tak sampai.

“Kenapa gak foto di rumah masing-masing, dengan gaya senyaman mungkin sambil pakai masker?” tanya Anang yang juga Direktur Ruang Mes 56 Yogyakarta itu. Ruang Mes 56 adalah ruang kolektif untuk belajar fotografi dan video bersama.

Kemudian setiap pemilik foto menyertakan kata-kata yang akan ditulis di bawah foto. Kata-katanya bikinan si pemilik foto yang menyiratkan aksi 16an. Bukan lagi animasi, nantinya foto diri itu akan diubah menjadi serupa poster aksi. Sekaligus dikompilasi dalam video berbentuk slideshow. Baik poster dan video itu akan diunggah serentak pada 16 April 2020 pukul 16.00 di medsos masing-masing pemilik foto.

Bagaimana jika peserta aksi tak ingin privasinya terganggu? Anang memaklumi tak setiap orang yang bersolidaritas ingin wajahnya diekspos di media sosial. Ia pun mempersilakan peserta aksi untuk menyampaikan request. Hasilnya, dari puluhan foto yang terkumpul, ada dua foto peserta yang menampilkan identitas wajah secara jelas. Satu foto dibikin blur, satu foto dibuat model grafis.

2. Diburu waktu mendesain 81 poster foto dan video slide show

Kisah Seniman Mendesain Aksi Digital: Tetap Konsisten Meski PandemiAksi digital 16an Udin, 16 April 2020. Dokumentasi pribadi Anang Saptoto

Anang melempar poster berisi ajakan Aksi 16an digital itu kepada publik pada 9 April 2020. Ia pun memberi batas waktu pengiriman foto pada 12 April 2020. Nyatanya, selepas tenggat waktu, masih ada beberapa foto yang dikirim. Anang masih menampungnya.

“Ada foto yang tak masuk slide karena proses pembuatan video selesai,” kata Anang.

Total ada 81 foto yang dikompilasi. Saat dilakukan simulasi, 81 slide foto dalam satu video memakan durasi empat menit lebih. Padahal untuk Instagram hanya menampung video satu menitan. Kecuali Instagram TV yang bisa sampai 10 menitan. Dari 81 slide foto dipecah menjadi empat video, masing-masing berisi 20-an foto.

Keribetan pun muncul. Tak sekadar membuat poster foto dan video, Anang mesti melakukan pengecekan satu persatu. Identitas pemilik foto harus sama dengan foto yang dikirim. Sementara tak semua foto yang dikirim langsung ke alamat surat elektroniknya.

“Pating blasur (berserakan),” kata Anang menggambarkan suasana hectic waktu itu.

Ada pula yang dititipkan melalui teman-temannya. Termasuk memastikan kata-kata yang dikirim sesuai dengan kiriman pemilik foto. Mengingat foto dan teks dikirim secara terpisah. Belum lagi ada foto yang telah diberi tulisan oleh pemiliknya sehingga Anang mesti menghapus dan mendesain ulang. Dan Anang harus memastikan teks tak salah tulis, tak tertukar, dan tak ada foto peserta yang tertinggal untuk ikut aksi solidaritas.

Sementara Anang berpacu dengan waktu. Tanggal 15 April harus sudah mengirim poster dan video ke pemilik foto masing-masing untuk diunggah ke medsos pada 16 April.

3. Pandemi tak menyurutkan konsistensi

Kisah Seniman Mendesain Aksi Digital: Tetap Konsisten Meski PandemiAksi digital 16an Udin, 16 April 2020. Dokumentasi pribadi Anang Saptoto

Pandemi COVID-19 entah kapan berlalu. Tapi Aksi 16an mesti rutin digelar. Begitu pun aktivitas masyarakat sipil lain dalam mengawal roda pemerintahan. Dan antara aksi satu dengan yang lain, bagi Anang tak bisa dibuat dalam formula yang sama.

“Kebutuhannya beda. Yang disasar dan cara menyasarnya beda,” kata Anang.

Untuk mewujudkan agar tak lepas dari target dan tujuan, menurut Anang, mesti ada komunikassi dari awal untuk memastikan sumber daya, harapan, dan targetnya.

“Barangkali aksi 16 Mei nanti bisa beda lagi,” kata Anang.

Belum lagi nanti akan bertemu dengan sejumlah tantangan, salah satunya nyinyiran netizen karena presepsi yang berbeda. Misal, zaman kayak gini (masa pandemi) kok ya aksi.

“Apakah di rumah saja ketika pandemi terus enggak melakukan apa-apa?” tanya Anang.

Mengingat yang dibutuhkan adalah konsistensi. Senada juga disampaikan Tri Wahyu.

“Ini terobosan untuk menggedor negara yang tak hanya abai menuntaskan kasus Udin. Tapi juga menangani COVID-19,” kata Tri Wahyu menegaskan.

Baca Juga: Hakim Bersidang Ketika Pandemi: Restart Aplikasi 40 Menit Sekali (1)

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya