Kisah Satya (2): Sempat Mandi Satu Liter Alkohol di Awal Pandemik

Prokes ketat untuk driver, mobil, pasien, dan penumpang

Yogyakarta, IDN TimesSatya Swandaru (36) mengaku dalam memberikan jasa layanan mengantar pasien isoman ke rumah sakit tidak mengenakan alat pelindung diri (APD) lengkap. Tak ada baju hazmat yang membungkus tubuhnya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Dia hanya berbekal masker medis dobel tiga.

“Kalau pemerintah sekarang menganjurkan masker dobel dua, saya malah sudah duluan rangkap tiga,” kata Satya sembari tertawa kecil dari ujung telepon saat dihubungi IDN Times, 13 Agustus 2021 malam lalu.

Memilih mengenakan APD yang boleh dibilang terbatas sejak 2020 lalu, bukan tanpa alasan. Meski satu sisi Satya waswas. Bahkan saking khawatir berlebihan, Satya pernah melakukan upaya pencegahan yang bisa jadi memancing orang tertawa. Namun orang pun akan memaklumi mengingat kondisi awal pandemi itu.

Meski demikian, Satya memastikan dia dan mobilnya dalam kondisi steril bagi penumpang. Mengingat sehari-hari dia menjadi karyawan kantor sebuah perusahaan, juga sopir taksi online. Teman-temannya yang punya banyak latar belakang turut memberikan dukungan. Lantas apa saja yang dilakukan Satya untuk membuat dirinya, mobil, juga penumpang aman dan nyaman?

Bagian 1: Kisah Satya, Terpanggil Antar Pasien Isoman dengan Mobil Pribadi

Baca Juga: Kisah Satya (1): Terpanggil Antar Pasien Isoman dengan Mobil Pribadi

1. Mandi alkohol dan menyeduh setengah cangkir bubuk kopi

Kisah Satya (2): Sempat Mandi Satu Liter Alkohol di Awal PandemikSatya, pemberi jasa antar pasien isoman ke rumah sakit dengan mobil pribadi. (Dok. Istimewa/Satya Swandaru)

Informasi tentang cara penularan dan pencegahan penularan virus SARS-cov-2 yang minim, atau pun banyak info tetapi belum dikonfirmasi kebenarannya, berseliweran di media sosial ketika masa awal pandemik 2020. Satya juga salah satu yang mengonsumsi info-info tersebut. Termasuk ketika dia usai mengantar temannya yang menerima layanan pertama sebagai pemberi jasa pengantar pasien COVID-19 ke rumah sakit.

Sesampai di rumah, Satya langsung mandi. Tak hanya air segar yang diguyurkan ke tubuhnya malam itu. Melainkan juga satu liter alkohol menjadi pembasuh tubuhnya.

“Saya juga sempat mau kumur pakai alkohol. Tapi enggak jadi. Beneran, itu saking takutnya,” aku Satya.

Dia mendiamkan tubuhnya 15 menit usai disiram alkohol. Baru kemudian membasuhnya dengan air dan sabun. Usai mandi, dia menjerang air dan menyeduh kopi. Dia sempat membaca informasi, konon kopi bisa mencegah penularan COVID-19.

“Saya bikin satu cangkir kopi tanpa gula. Dan ampas kopinya setengah cangkir,” kata Satya.

Laki-laki itu pun tak bisa tidur. Antara gara-gara minum kopi pahit dan pekat atau karena cemas bin panik, Satya sulit membedakan penyebabnya. Sepekan dia pastikan kondisi tubuhnya baik-baik saja. Lalu dua pekan kemudian juga baik.

“Saya malah penasaran, penularannya seperti apa. Kok enggak kena-kena. Yo wes-lah, berarti masih dilindungi,” kata Satya bersyukur.

2. Menolak mengenakan hazmat dan sarung tangan karet

Kisah Satya (2): Sempat Mandi Satu Liter Alkohol di Awal PandemikSatya, pemberi jasa antar pasien isoman ke rumah sakit dengan mobil pribadi. (Dok. Istimewa/Satya Swandaru)

Menolak mengenakan baju hazmat sejak awal karena tak mau menimbulkan kepanikan baru bagi pasien dan keluarganya, berikut tetangganya. Apalagi stigma buruk masih melekat terhadap orang yang terpapar COVID-19 waktu itu. Mulai dari kasus diusir dari kos-kosan sampai ditolak dimakamkan di kampungnya.

“Lihat orang dijemput pakai baju (hazmat) itu horor kesannya,” kata Satya.

Dia juga tak mengenakan sarung tangan karet atas saran salah satu temannya. Sarung tangan karet akan memudahkan kontaminasi. Lantaran orang yang mengenakan sarung tangan karet akan jarang mencuci tangan pakai sabun atau handsanitizer.

“Kalau pegang apapun nanti tercampur. Jadi saya nurut dia,” kata Satya.

Satya juga mengganti face shield dengan kacamata karet yang menutup rapat sisi-sisinya. Kacamata itu seperti kacamata renang.

“Saya coba pakai dan membenamkan wajah dalam seember air, ternyata airnya enggak masuk mata,” kata Satya.

Dan satu lagi, Satya selalu mengenakan celana pendek selama mengantar pasien. Celana panjang dikenakan apabila menjemput pasien isoman dari pondok pesantren karena untuk menghormati.

“Kenapa pakai celana pendek? Agar lebih mudah membersihkan diri,” kata Satya.

Satya juga menjaga imunitas tubuhnya dengan mengonsumsi empat vitamin saban hari, yaitu Vitamin C, B kompleks, D, dan E. Juga melakukan swab antigen sepekan sekali menggunakan alat swab antigen mandiri milik temannya dengan biaya Rp 35 ribu sekali swab. Selain itu juga mengkonsumsi bawang putih saban hari.

“Ya dimakan gitu saja seperti makan kacang,” kata Satya.

3. Disinfeksi mobil tiap usai mengantar pasien

Kisah Satya (2): Sempat Mandi Satu Liter Alkohol di Awal PandemikIlustrasi sterilisasi (pixabay.com/dimitrisvetsikas1969)

Tak hanya mencegah penularan pada dirinya, Satya juga memastikan kondisi mobil steril. Dia memasang alat pendeteksi bakteri di dalam mobil. Juga selalu menghidupkan air purifier atau alat untuk membersihkan udara yang dihirup yang diisi cairan alkohol 70 persen di dalam mobil selama perjalanan mengantar pasien. Serta menyediakan masker medis handsanitizer, oximeter, thermometer, juga peralatan P3K di dalam mobilnya.

Kemudian antara tempat duduk sopir dengan penumpang diberi sekat plastik. Sekat itu bonus dari perusahaan taksi onlinenya. Mengingat sejak awal bekerja di sana, Satya selalu mengoperasikan taksi onlinenya pada malam hingga pagi hari.

“Jadi saya terpilih dapat sekat karena jam aktif saya dinilai bagus dan rawan,” kata Satya.

Usai mengantar pasien hingga IGD rumah sakit, Satya kemudian mencari lokasi parkiran yang luas. Kemudian dia mendisinfeksi mobilnya dengan menyemprot disinfektan. Mobil akan didiamkan selama 30 menit sebelum kemudian dikendarai untuk melanjutkan perjalanan. Proses disinfeksi dilakukan tiap kali menurunkan pasien.

Dan sebelum pulang, Satya pun membersihkan badan terlebih dulu. Baju yang dikenakan dibungkus dan dicuci esok harinya. Lantaran temannya yang lain tahu aktivitas Satya, dia memberi bonus fogging mobil gratis sepekan sekali.

“Sebenarnya sekali fogging bisa aman buat dua pekan. Tapi karena pandemi, teman saya minta saya datang sepekan sekali untuk fogging,” kata Satya.

Baca Juga: Kisah Karmini, Perempuan Bantul yang Kerap Sopiri Jenazah COVID-19

4. Pasien dilarang bicara selama di dalam mobil

Kisah Satya (2): Sempat Mandi Satu Liter Alkohol di Awal PandemikSatya, pemberi jasa antar pasien isoman ke rumah sakit dengan mobil pribadi. (Dok. Istimewa/Satya Swandaru)

Tak hanya dia dan mobilnya harus steril, Satya juga menerapkan SOP bagi pasien yang naik mobilnya. Pertama, pasien harus mengenakan masker dobel. Acap kali Satya memberikan masker medis apabila pasien tidak mengenakan masker dobel.

“Kedua, tidak saya perbolehkan bicara sedikit pun selama di dalam mobil,” kata Satya.

Aturan tegas itu disampaikan Satya sedari awal komunikasi dengan calon penerima layanan. Apabila memerlukan komunikasi selama di dalam mobil, Satya memberikan opsi melalui chat WA.

“Pandangan saya dari dulu sama, masker itu wajib. Karena ketika orang bicara akan mengeluarkan virus,” kata Satya memaparkan argumennya.

5. Usai mobil digunakan untuk mengantar pasien akan diliburkan dua hari

Kisah Satya (2): Sempat Mandi Satu Liter Alkohol di Awal PandemikIlustrasi mobil (IDN Times/Umi Kalsum)

Menjadi sopir untuk melayani jasa antar pasien COVID-19 dengan melayani penumpang taksi online membutuhkan upaya maksimal untuk mensterilkan mobil dari virus. Meski diakui Satya pula, penumpang-penumpang taksi online yang memakai jasanya pun ada yang sakit karena virus itu.

“Ada yang mengaku sakit. Tapi juga tak sedikit yang gak mau ngaku,” kata Satya.

Meski demikian, sejumlah perilaku yang dianggap ‘mencurigakan’ diduga Satya menjadi indikasi penumpang itu positif COVID-19. Semisal, selama perjalanan, penumpang itu meminta agar kaca mobil selalu dibuka. Bukan minta untuk menyalakan AC. Kemudian apabila pasien itu punya tujuan ke rumah sakit, awalnya akan order lokasi di tempat lain yang berdekatan dengan rumah sakit.

“Begitu sampai, penumpang akan meralat dengan alasan salah titik karena yang dia maksud adalah rumah sakit terdekat di sana,” kata Satya.

Lantaran kondisi-kondisi tersebut, Satya pun selalu menerapkan protokol kesehatan selama mengantar penumpang taksi online. Bukan menolak mereka untuk menggunakan jasanya.

“Saya anggap semua penumpang taksi online itu positif (COVID-19),” kata Satya yang selalu mensterilkan mobil sebelum dipakai untuk taksi online hingga setelahnya.

Dan untuk mengantisipasi agar penumpang taksi online yang sehat tak tertular virus dari pasien COVID-19 yang menggunakan jasa layanannya, Satya pun menerapkan SOP penggunaan mobil. Apabila pada hari itu dia mengantar pasien, dia akan menonaktifkan layanan taksi online-nya 24 jam. Kemudian mobil akan diliburkan selama dua hari.

“Itu buat kenyamanan pasien. Juga biar penumpang taksi online tidak panik. Saya jaga customer jangan sampai sakit,” papar Satya. 

Baca Juga: Cerita Justin, Anak Penyandang Autis Jalani Vaksinasi COVID-19  

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya