Kampung Buku Jogja 2019 Dibuka, Kokohkan Eksistensi Penerbit Indie

Ada 38 penerbit indie yang ikut serta

Sleman, IDN Times – Kampung Buku Jogja (KBJ) kembali digelar di Gedung Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjosumantri (PKKH) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta pada 2-5 September 2019.

KBJ yang memasuki tahun ke-5 kembali memajang ribuan buku, baik yang dijual sejumlah toko buku maupun langsung oleh penerbit. Tahun ini, KBJ mengusung tema Menelisik Bilik-bilik Indonesia yang dimaksudkan untuk mengajak publik memahami keragaman Indonesia, mulai dari aspek sosial, budaya, ras, hingga pilihan politik.

“Dan ketika mampir di KBJ, publik tahu keragaman Indonesia dari berbagai pelosok itu telah dibukukan dalam banyak terbitan,” kata Panitia KBJ 2019, Ade Ma’ruf saat ditemui IDN Times di sela acara pembukaan KBJ 2019, Senin (2/9).

KBJ 2019 merupakan kali kedua KBJ menempati PKKH UGM sebagai ruang kampung buku. Pada KBJ ke-1 hingga ke-3, perhelatan itu diadakan di Lembah UGM.

1. Diawali ritual memukul kentongan dan pemotongan tumpeng

Kampung Buku Jogja 2019 Dibuka, Kokohkan Eksistensi Penerbit IndieIDN Times/Pito Agustin

Pembukaan KBJ 2019 diawali dengan pemukulan kentong oleh Ketua Panitia Arif Abdulrakhim yang kemudian disusul pemukulan kentongan para peserta KBJ.

Sementara dalam momen pemotongan tumpeng menghadirkan tamu spesial Raden Ayu Sitoresmi Prabuningrat, seniman yang juga mantan istri penyair kawakan almarhum WS Rendra. Pemotongan tumpeng dilakukan Sitoresmi yang kemudian diberikan kepada salah satu panitia KBJ, Ade Ma’ruf.

Selain Sitoresmi, sejumlah seniman dan sastrawan juga diundang untuk mengisi acara talkshow maupun orasi literasi. Seperti Ayu Utami, Noe Letto, Reda Gaudiamo, Azhari Aiyub, JJ Rizal, Iman Budi Santosa, juga Kedung Darma Romansha.

Baca Juga: Penerbit Merugi, Masalah Pembajakan Buku Dilaporkan ke Polisi

2. Jumlah penerbit buku indie lebih banyak ketimbang penerbit mayor

Kampung Buku Jogja 2019 Dibuka, Kokohkan Eksistensi Penerbit IndieIDN Times/Pito Agustin

Salah satu yang khas dalam KBJ adalah kehadiran penerbit-penerbit indie yang lebih banyak daripada penerbit mayor atau penerbit yang mampu menjual buku-bukunya ke toko-toko besar.

“Karena KBJ menjadi wadah penerbit indie untuk menjual buku yang tak bisa dijual di toko-toko buku besar,” kata Ade.

Ada sejumlah syarat yang sulit dipenuhi penerbit indie untuk menjual di toko buku. Seperti keharusan mencetak buku minimal 3.000 eksemplar agar bisa dijual di seluruh toko buku. Selain itu, penerbit harus berani memberi diskon buku dalam jumlah besar. Ada juga alasan ideologis karena tidak semua toko buku mau menjual buku-buku idealis sebagai diterbitkan penerbit indie.

“Selama ini, penerbit indie menjual buku secara online,” kata Ade.

Dalam KBJ 2019, jumlah peserta dari penerbit indie sebanyak 38 penerbit, 20 penerbit mayor, dan 15 toko buku. Mereka tak hanya dari Yogyakarta, melainkan juga dari Malang, Surabaya, Bandung, Jakarta, juga Semarang.

3. KBJ 2019 dihias dengan menggunakan kardus dan palet

Kampung Buku Jogja 2019 Dibuka, Kokohkan Eksistensi Penerbit IndieIDN Times/Pito Agustin

Ada yang unik dalam KBJ tahun ini. Lantaran yang menjadi latar belakang panggung, tempat berfoto, maupun hiasan di beberapa sudut perhelatan menggunakan kardus dan palet bekas.

“Kardus dan palet itu benda-benda yang dekat dengan penerbit dan toko buku,” kata Arif.

Hal ini lantaran kardus umum digunakan penerbit untuk mengirim buku dalam jumlah banyak, baik jarak dekat maupun jauh. Begitu pula palet yang berbentuk kotak kayu biasa digunakan untuk mengemas kardus-kardus berisi buku untuk dikirim dalam jarak jauh.

Di atas panggung, kardus-kardus itu disusun hingga menutup latar panggung. Kemudian dihiasi dengan aneka coretan-coretan. Begitu juga kardus-kardus yang disusun menjadi booth foto juga dihiasi lukisan serupa mural.

Sementara palet-palet yang ada digunakan untuk menempel sejumlah koran lawas yang dipamerkan. Juga tempat menempel sejumlah kutipan-kutipan kalimat bernada satire yang dipajang di pintu masuk KBJ. Sebut saja kutipan yang berbunyi “Jangan takut pada buku”, “Indonesia mabuk karena anti literasi”, “Ada yang suka membaca, ada yang doyan menyita”, sampai “Repot ngurus ibukota baru, lupa ngurus buku”.

4. Ini yang membedakan KBJ 2019 dengan sebelumnya

Kampung Buku Jogja 2019 Dibuka, Kokohkan Eksistensi Penerbit IndieIDN Times/Pito Agustin

Ajang KBJ dari tahun ke tahun, menurut Ade selalu ada yang berbeda. Pada 2019 ini, ada acara lelang buku-buku lawas. Selama acara berlangsung ada dua buku yang dilelang dalam waktu 30 menit. Ada pula pameran buletin dan koran lawas. Sebut saja antara lain koran Shin Po, bulletin Revoloesi Pemoeda, Soeara Boeroeh, Kromoblanda.

Ada juga bursa naskah yang memberi kesempatan para penulis untuk bisa menerbitkan naskah yang ditulisnya. Dalam ajang itu, penulis menyetorkan naskah kepada panitia kemudian diteruskan kepada penerbit yang ingin menerbitkannya.

Baca Juga: Menggiurkannya Bisnis Jasa Titip Beli Buku di Ajang Big Bad Wolf

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya