Bertepatan May Day, 19 Buruh Terdampak COVID-19 Mengadukan Nasibnya 

Masalah mulai dari pemotongan upah hingga PHK

Yogyakarta, IDN Times – Bertepatan peringatan Hari Buruh Sedunia, sebanyak 19 buruh di Yogyakarta mengadu mengenai persoalan ketenagakerjaan. Jumlah tersebut meliputi 8 pekerja yang mengadu melalui Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta dan 11 jurnalis yang melaporkan pengaduan melalui Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta.

“Pekerja yang melapor berasal dari Yogyakarta dan luar Yogyakarta,” kata Kepala Divisi Advokasi LBH Yogyakarta, Julian Dwi Prasetya saat dihubungi IDN Times, Jumat (1/5) petang.

Sebelumnya, LBH Yogyakarta bersama sejumlah kelompok masyarakat yang bergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil DIY Terdampak COVID-19, membuka Pos Pengaduan untuk Hak Kesehatan dan Hak atas Pekerjaan. Pos yang bertempat di Kantor LBH Yogyakarta itu dibuka sejak 21 April 2020 lalu.

Sementara AJI Yogyakarta membuka Posko Pengaduan Jurnalis sejak 27 April 2020 lalu. Mereka menyebarkan form pengaduan secara daring.

“Selain untuk pengaduan, form ini sekaligus untuk survei upah layak jurnalis di Yogyakarta,” kata Koordinator Divisi Advokasi AJi Yogyakarta, Rimbawana.

Baca Juga: Curhat Buruh: May Day 2020 Paling Kelam Bagi Buruh

1. Pekerja dirumahkan dan di-PHK

Bertepatan May Day, 19 Buruh Terdampak COVID-19 Mengadukan Nasibnya Ilustrasi PHK (Istimewa)

Sebanyak Delapan buruh yang mengadukan hak atas pekerjaannya, antara lain bekerja di perusahaan industri makanan di Kota Yogyakarta dan perhotelan di Sleman. Mereka berstatus outsourcing 3 orang, buruh kontrak 3 orang, buruh tetap 1 orang, dan buruh harian lepas (informal) 1 orang. Mereka mempunyai persoalan ketenagakerjaan yang berbeda. Sebanyak 3 orang buruh outsourcing, 3 buruh kontrak, dan 1 buruh informal mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak.

Sedangkan satu buruh tetap yang bekerja di perhotelan di Sleman dirumahkan. Dari jumlah tersebut, empat orang berasal dari wilayah Jabodetabek. Ada juga tinggal di Yogyakarta, tapi kerja di Jabodetabek.

“Hak-hak mereka yang di-PHK dan dirumahkan sama sekali tidak dipenuhi berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,” kata Julian.

Pengaduan atas hak pekerjaan itu menguatkan dugaan awal Koalisi Masyarakat Sipil, bahwa pandemi COVID-19 mengakibatkan sendi-sendi perekonomian terganggu yang mengakibatkan posisi buruh dinilai paling dirugikan.

“Buruh harian, kontrak, dan outsourching yang posisi tawarnya paling lemah. Bisa diberhentikan perusahaan sewaktu-waktu,” kata Julian.

2. Jurnalis dipotong upah dan kuota berita

Bertepatan May Day, 19 Buruh Terdampak COVID-19 Mengadukan Nasibnya pewarta-indonesia.com

Industri media tak luput terkena gangguan pandemik. Dari 11 jurnalis yang mengadu secara formal atau pun informal, bekerja di media lokal dan nasional, baik perusahaan media online maupun televisi. Jenis pengaduannya beragam mulai dari pemotongan upah, penundaan upah, dan pengurangan kuota berita bagi kontributor.

“Sejauh ini belum ada aduan soal PHK,” kata Rimbawana.

Ada juga pengaduan terkait tugas jurnalis yang kesulitan mengakses informasi dari narasumber di lapangan. Juga kebutuhan kuota internet yang membengkak sehingga memangkas penghasilan.

“Tapi sudah beres, karena disubsidi dari perusahaan,” imbuh Rimbawana.

Dari pengaduan yang disampaikan, AJI Yogyakarta menyatakan pandemik membuat bisnis media memperketat pengeluaran karena terdampak secara ekonomi. Pendapatan jurnalis turun dan rentan mengalami pemutusan hubungan kerja.

Sementara hasil survei upah layak menyebutkan, Yogyakarta merupakan salah satu kota dengan upah terendah untuk jurnalis pemula, sekitar Rp 1,7 juta per bulan sesuai besaran Upah Minimum Regional (UMR). Sedangkan upah layak yang semestinya diberikan jurnalis di Yogyakarta berkisar Rp 6 juta per bulan. Angka itu dihitung dari kebutuhan makan, tempat tinggal, sandang, dan kebutuhan penunjang seperti membayar cicilan gawai.

“Jadi mustahil jurnalis bisa hidup layak di Yogyakarta dengan upah Rp 1,7 juta,” kata Rimbawana.

3. Posko pengaduan tetap dibuka

Bertepatan May Day, 19 Buruh Terdampak COVID-19 Mengadukan Nasibnya Seorang buruh menggelar aksi unjuk rasa di depan pabriknya di Benda, Kota Tangerang, Banten, Jumat (1/5). Dalam aksi untuk memperingati Hari Buruh Internasional itu, massa menolak RUU Omnibus Law serta meminta pemerintah dan pengusaha untuk menjamin kelangsungan hidup buruh. (ANTARA FOTO/Fauzan)

Baik Koalisi Masyarakat Sipil maupun AJI Yogyakarta masih membuka pos pengaduan hingga waktu tak ditentukan. Mengingat persoalan ketenagakerjaan dimungkinkan akan terus bertambah sepanjang krisis ekonomi akibat pandemi COVID-19 ini belum usai.

“Tiap dua pekan sekali, kami akan melakukan assessment dan publikasi hasil monitoring dan advokasi di posko,” kata Julian.

Mereka akan melibatkan Gabungan Seluruh Buruh Indonesia, organisasi bantuan hukum, dan paralegal. Sementara AJI Yogyakarta bersama sejumlah AJI di kota-kota lain akan mengawasi dan melaporkan persoalan ketenagakerjaan jurnalis di tiap-tiap kota. Proses advokasi akan dilakukan dengan menggandeng LBH Pers.

“Kami akan tetap membuka posko pengaduan ini, karena kami yakin ini bakal berlanjut,” kata Rimbawana.

Baca Juga: May Day, Ini 7 Lagu Lokal yang Menyuarakan Nasib Para Buruh

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya