Perludem Soroti Transformasi Digital dan Pemilih Muda Pemilu 2024

Pemilih muda perlu tingkatkan literasi digital

Yogyakarta, IDN Times - Center for Digital Society (CfDS) Universitas Gadjah Mada (UGM) berkolaborasi dengan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menggelar Digital and Election Issues (Desus) seri pertama pada 17 Maret 2023 lalu. Diskusi ini menyoroti berbagai isu yang terjadi jelang Pemilu 2024 yang akan digelar tahun depan.

Dalam diskusi ini, Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati, yang menjadi pembicara, menyoroti transformasi digital dan pemilih pemula pada Pemilu 2024.

1. Teknologi rekapitulasi suara sangat dibutuhkan

Perludem Soroti Transformasi Digital dan Pemilih Muda Pemilu 2024DESUS seri pertama yang digelar CfDS UGM berkolaborasi dengan Perludem. (Dok. CfDS)

Khoirunnisa mengatakan, pada dasarnya Pemilu 2024 menggunakan payung hukum yang sama dengan Pemilu 2019, yakni UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Pilkada mengacu pada UU No. 10 Tahun 2016 (UU No 6 Tahun 2020). Namun, perbedaan mendasar terletak pada transformasi digital, di mana teknologi rekapitulasi suara menjadi kebutuhan terpenting.

"Sehingga tidak ada pergeseran suara karena rekapitulasi manual membutuhkan waktu 35 hari setelah Pemilu berlangsung," ungkapnya dalam keterangan tertulis yang diterima IDN Times, Senin (20/3/2023).

Selain itu, KPU juga menerapkan transformasi digital sebagai transparansi publik. Antara lain melalui Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL), aplikasi Sistem Informasi Data Pemilih (SIDALIH), dan sebagainya.

2. Pemilih muda mendominasi

Perludem Soroti Transformasi Digital dan Pemilih Muda Pemilu 2024Ilustrasi Pemilu (IDN Times/Mardya Shakti)

Selain itu, Pemilu 2024 akan didominasi oleh pemilih muda, yang proporsinya diperkirakan mencapai 60 persen. Khoirunnisa mengatakan, pemilih muda ini erat hubungannya dengan media sosial, yang menjadi salah satu sarana distribusi informasi mengenai Pemilu hingga kampanye.

"Namun belum ada mitigasi risiko-risiko di media sosial, seperti disinformasi dan transparansi sehingga dibutuhkan penanganan terkait penangkalan disinformasi," lanjutnya.

Baca Juga: CfDS UGM: Pemilu 2024 Masih Terancam Praktik Buzzer Politik

3. Literasi digital perlu ditingkatkan

Perludem Soroti Transformasi Digital dan Pemilih Muda Pemilu 2024Ilustrasi hoaks (IDN Times/Sukma Shakti)

Khoirunnisa mengakui, disinformasi, hoaks, dan polarisasi melalui media sosial akan
menjadi tantangan terbesar Indonesia di masa Pemilu. Oleh karenanya, perlu adanya literasi digital sebagai solusi mengikat untuk mendorong adanya ekosistem digital yang demokratis

Dalam meningkatkan literasi digital, perlu adanya sistematika pemberantasan konten penyebaran informasi, forum diskusi yang menggaet semua pihak terkait de-bunking dan pre-bunking, kolaborasi dari masyarakat sipil dengan platform media sosial, menganalisis disinformasi di Pemilu 2024, dan sistem pelaporan hoaks yang jelas. Hal terpenting dari Pemilu 2024 adalah partisipasi dari pemilih yang mampu memilih informasi secara cerdas saat kampanye berlangsung.

“Narasi yang memecah belah dan menjatuhkan akan menjadi clue utama dalam
mengidentifikasi hal ini. Politik identitas menjadi mobilisasi politik untuk membangun
sentimen emosional sehingga menjadikan pemilih muda komoditas politik yang terombang-ambing kepada kandidat tertentu. Oleh karena itu, kita harus bisa menganalisis hal ini,” tutup Khoirunnisa.

Baca Juga: Internet Shutdown Bukan Pilihan Tepat Tangani Buzzer

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya