Dr Soeko, 15 Tahun Abdikan Diri di Papua Hingga Bertemu Maut di Wamena

Pahlawan Kesehatan asal Jogja yang tugas di pedalaman Papua

Yogyakarta, IDN Times – Aksi demonstrasi yang berujung kericuhan di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, pada Senin (23/9) lalu, mengakibatkan 30 orang meninggal dunia. Salah satu orang yang menjadi korban dalam insiden itu adalah dr Soeko Marsetiyo (53).

Dr Soeko adalah tenaga dokter asal Yogyakarta yang telah mendedikasikan dirinya untuk membantu warga yang sakit di pedalaman Kabupaten Tolikara selama kurang lebih 15 tahun. Mirisnya, ia dijemput maut di tempat ia mengabdi.

1. Memilih tempat terpencil untuk mengabdikan diri

Dr Soeko, 15 Tahun Abdikan Diri di Papua Hingga Bertemu Maut di Wamenaherramientaprl.org

Dari penuturan Sekretaris Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Tolikara, Yusak Krido Saksono, kepada Antara, mendiang dr Soeko adalah sosok berdedikasi tinggi yang terpanggil mengabdikan dirinya di tempat yang masih jarang tersentuh pelayanan kesehatan. Itulah alasan dr Soeko memilih bekerja di pedalaman Tolikara.

"Dr Soeko Marsetiyo mengabdi di Tolikara sejak awal 2014, jadi sampai sekarang kurang lebih enam tahun tiga bulan, beliau sendiri saat itu meminta ditempatkan di Puskesmas yang paling jauh, waktu itu saya menjabat sebagai Kepala Dinas Kabupaten Tolikara," tutur Yusak di Jayapura, Kamis (26/9) malam.

Karena alasan itu, Dinkes Tolikara menempatkan dr Soeko di Puskesmas Kanggime, yang berjarak sekitar 2 jam dari ibu kota Kabupaten Tolikara. Saat itu, ujar Yusak, puskesmas itu belum memiliki tenaga dokter. Petugas kesehatan pun tak selalu ada.

Namun, di sana dr Soeko selalu siap sedia. Ia jarang bepergian ke luar agar masyarakat memperoleh layanan kesehatan kapan pun dibutuhkan.

Baca Juga: Ini Penyebab Kerusuhan Wamena yang Tewaskan 26 Orang

2. Sederhana dan tak suka publikasi

Dr Soeko, 15 Tahun Abdikan Diri di Papua Hingga Bertemu Maut di Wamenahelimission-en.org

Saat bertugas, dr Soeko tak tampil layaknya seperti dokter. Sehari-hari ia hanya mengenakan kaos dan celana pendek. Ini karena ia ingin menyatu dengan masyarakat yang ia layani. Selain itu, ia adalah sosok yang jarang mempublikasikan dirinya.

Yusak bahkan mengaku tak memiliki foto dr Soeko, padahal mereka kerap berjumpa. "Saya sendiri saja tidak punya fotonya padahal saya sering ketemu, kalau saya ke Kanggime sering menginap di rumahnya selama tiga hari baru kembali ke ibu kota kabupaten," tuturnya.

Sebelum mengabdi di Tolikara, kata Yusak, dr Soeko bertugas cukup lama di Kurulu, Wamena, Kabupaten Jayawijaya. Usai tiga tahun mengabdi di Kanggime, dr Soeko pun ditarik ke Puskesmas Nambunage. Di sana ia bertugas selama 2 tahun 8 bulan, sebelum akhirnya meninggal di Wamena saat kerusuhan terjadi.

Menurut Yusak, jarang ada dokter seperti dr Soeko, yang memilih bertugas di lokasi pedalaman. Apalagi, ia dikenal sangat dekat dengan masyarakat. 

"Oleh karena itu, kita semua merasa kehilangan dengan kepergian dokter Soeko yang tidak disangka ini. Jadi kalau beliau ke Karubaga, ibu Kota Kabupaten Tolikara itu kadang satu bulan sekali itu pun hanya sehari lalu kembali lagi," ujarnya.

3. Dimakamkan di Sleman

Dr Soeko, 15 Tahun Abdikan Diri di Papua Hingga Bertemu Maut di WamenaANTARA News Papua/Musa Abubar

Pada saat kerusuhan di Wamena terjadi pada Senin (23/9), dr Soeko hendak melakukan perjalanan untuk kembali ke Tolikara. Nahas, ia diadang dan dianiaya massa hingga mengalami luka berat di kepala. Dia sempat dilarikan ke RSUD Wamena, namun nyawanya tak tertolong.

Jenazahnya lantas dikebumikan di Sindumartani, Ngemplak, Sleman, DI Yogyakarta, pada Jumat (27/9).

Baca Juga: Mobil Polisi Lindas Mahasiswa, Kapolda Sulsel Sebut Itu Tak Disengaja

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya