Survei Hollaback!: Ratusan Pengguna Ojol Mengaku Alami Pelecehan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Sleman, IDN Times - Menurut survei nasional yang dilakukan oleh Hollaback! Jakarta akhir tahun lalu, sekitar 0,4 persen dari 62 ribu responden mengaku pernah dilecehkan oleh pengemudi ojek online (ojol). Jika dihitung, angkanya mencapai 248 responden.
Selain pengguna, Co-Director Hollaback! Jakarta Anindya Restuviani menjelaskan bahwa driver ojol juga menjadi korban kekerasan seksual saat sedang bekerja. Ia lantas mengatakan perlu adanya edukasi kepada masyarakat agar kekerasan seksual di ruang publik bisa dikurangi bahkan dihilangkan.
1. Pengguna dan mitra mengalami kekerasan
Anindya Restuviani menerangkan baik pengguna maupun mitra ojol pernah mengalami kekerasan seksual. Merujuk pada survei nasional yang diadakan oleh Hollaback! Jakarta akhir tahun lalu, ia menjelaskan sekitar 0,4 persen dari 62 ribu responden mengaku dilecehkan oleh pengemudi ojol baik verbal maupun fisik.
"Dari cerita waktu naik ojol atau saat pelatihan, saya juga dengar ada driver yang mengalami kekerasan seksual. Kan kalau training kita menciptakan suasana aman, nah, di sana mereka cerita," katanya kepada IDN Times saat acara diskusi di Kenes Resto, Kamis (11/7).
Baca Juga: Ini Cara Gojek Lindungi Konsumen dan Mitra dari Kekerasan Publik
2. Bekerjanya budaya pelecehan dan relasi kuasa
Menurut Anindya, faktor bekerjanya budaya pelecehan dan relasi kuasa menjadi alasan mengapa kekerasan seksual masih terjadi di ruang publik.
"Kita punya budaya pelecehan di mana pelecehan itu sudah jadi budaya. Hal-hal berbau pelecehan yang modelnya siulan adalah hal yang dibiasakan saja. Jadi kadang pelaku enggak paham kalau yang mereka lakukan itu pelecehan. Alasan lain kekerasan seksual terjadi karena kuasa timpang antara pelaku dan korban. Misalnya driver. Kuasa timpang itu terjadi karena mereka takut dikasih bintang satu atau dilaporkan lalu putus mitra. Ini akhirnya buat driver ragu buat melaporkan," terangnya.
3. Perlu adanya edukasi
Selain ojol, survei nasional Hollaback! Jakarta juga menemukan kekerasan seksual terjadi di transportasi umum lain seperti angkot dan kereta. Ia lantas mengatakan perlu adanya edukasi kepada masyarakat agar kekerasan seksual di ruang publik bisa dikurangi bahkan dihilangkan.
"Sebetulnya yang bisa dilakukan adalah dengan mengedukasi masyarakat tentang, ya, menghargai perempuan selayaknya menghargai manusia. Nah, kedua bagaimana caranya kita sebagai masyarakat umum bisa menciptakan ruang aman buat masyarakat. Kayak tadi saat kita lihat ada kekerasan seksual terjadi kita ngajarin metode 5D," ucapnya.
Metode 5D yang dimaksud meliputi direct, distract, delay, document, dan delegate. Direct dalam hal ini adalah mengintervensi langsung dengan menegur pelaku. Sementara itu, distract merujuk pada tindakan pengalihan agar pelaku tidak jadi melakukan kekerasan seksual.
"Nah, delay itu fokus ke korban, berusaha menunda reaksinya saat terjadi kekerasan misal dengan tanya 'Saya tadi lihat mbak diginikan. Mbak enggak apa-apa?' Lalu orang juga bisa mendokumentasikan kejadian dengan pura-pura swafoto serta mendelegasikan kasus ke pihak ke tiga," terangnya.
4. Selain edukasi, Gojek kenalkan fitur keamanan bagi pengguna
Sementara itu, Senior Manager Corporate Affairs GOJEK Alvita Chen mengatakan kini pihaknya telah mengadakan kegiatan edukasi terkait kekerasan termasuk kekerasan seksual kepada 4.000 mitra di 30 kota lebih di Indonesia. Pelatihan ini, katanya pada Kamis (11/7), menggandeng Hollaback! Jakarta dan organisasi lokal di daerah.
"Selain memberikan edukasi, GOJEK mengembangkan fitur keamanan yakni Bagikan Perjalanan (Share Trip) dan Tombol Darurat (Emergency Hotline). GOJEK juga menyediakan unit darurat khusus yang aktif 24 jam merespon laporan kasus-kasus khusus," katanya.
Baca Juga: Gojek Hadirkan Fitur Bagikan Perjalanan dan Tombol Darurat Bagi Mitra