Sri Sultan HB X, Raja Yogyakarta Hidup Mandiri Sejak Usia 4 Tahun

Belajar ilmu dan pengetahuan Barat karena sang ayah

Kota Yogyakarta, IDN Times--Serupa dengan pahlawan nasional lain, Sri Sultan Hamengku Buwono IX memiliki andil dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Kedudukannya sebagai raja Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat menjadikan pria bernama Gusti Raden Mas Dorojatun tersebut berpengaruh pada rakyat luas.

Meski menjadi pemimpin kerajaan di Yogyakarta sejak umur 28 tahun, Sri Sultan Hamengku Buwono IX melalui masa kecil layaknya warga biasa. Henkie, begitu ia kerap disapa, diharuskan hidup mandiri sebab dia tinggal terpisah dengan kedua orang tuanya semenjak usia empat tahun. Tapi, gara-gara kebijakan ayahnya tersebut, ia mengenal budaya dan kehidupan intelektual orang Barat.

1. Anak kesembilan dari istri kelima

Sri Sultan HB X, Raja Yogyakarta Hidup Mandiri Sejak Usia 4 Tahunkratonjogja.id/

Masa kecil Sri Sultan Hamengku Buwono IX dijelaskan lebih lanjut oleh John Monfries dalam A Prince in a Republic: The Life of Sultan Hamengku Buwono IX of Yogyakarta (2015).

Raja Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat tersebut, menurutnya, lahir pada tanggal 12 April 1912 di Yogyakarta. Ia merupakan anak dari Gusti Pangeran Haryo (GPH) Puruboyo yang dinobatkan sebagai Sri Sultan Hamengku Buwono VIII dan istri kelimanya yang bernama Raden Ajeng Kustilah.

Baca Juga: Sultan HB IX: “Saya Memang Berpendidikan Barat, tapi Tetap Orang Jawa"

2. Hidup mandiri sejak umur empat tahun

Sri Sultan HB X, Raja Yogyakarta Hidup Mandiri Sejak Usia 4 Tahuninstagram.com/kartikaholly

Dari kecil hingga usia tiga tahun, Sri Sultan Hamengku Buwono IX tinggal di Kraton Yogyakarta bersama kedua orang tuanya. Tapi setelah itu, menurut Kraton Yogyakarta dalam situs resminya, sang ayah menitipkannya di rumah keluarga Mulder, seorang kepala sekolah Neutrale Hollands Javanesche Jongen School (NHJJS).

Di keluarga barunya itu, Henkie lantas menjalani hidup seperti rakyat biasa. Ia diharuskan hidup mandiri tanpa didampingi pengasuh.

3. Menjalani pendidikan di luar negeri

Sri Sultan HB X, Raja Yogyakarta Hidup Mandiri Sejak Usia 4 Tahundaerahistimewayogyakarta.blogspot.com/

Dari segi pendidikan, anak-anak dari Sri Sultan Hamengku Buwono VIII memperoleh kesempatan yang berbeda dengan pangeran sebelumnya sebab ia gemar mengirim putranya bersekolah ke Belanda.

John Monfries mengatakan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan beberapa saudaranya disekolahkan oleh sang ayah ke negeri Belanda pada awal tahun 1930. Hal ini dilakukan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII agar putranya mengenal kehidupan intelektual, budaya, dan masyarakat Barat. Pendidikan untuk pangeran Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang dikenal konservatif pun berubah semenjak Sri Sultan Hamengku Buwono VIII.

4. Terbiasa bersekolah di sekolah milik Belanda

Sri Sultan HB X, Raja Yogyakarta Hidup Mandiri Sejak Usia 4 Tahunid.wikipedia.org/

Sri Sultan Hamengku Buwono IX mendalami ilmu hukum tata negara di Rijkuniversiteit di Leiden. Kraton Yogyakarta menjelaskan, ia berkenalan dan bersahabat dengan Putri Juliana yang kelak menjadi Ratu Belanda saat sedang belajar di Belanda.

Bagi Sri Sultan Hamengku Buwono IX, pendidikan ala Belanda bukanlah barang asing sebab sejak kecil ia telah menyelesaikan pendidikan dasar di Frobes School, Eerste Europe Lagere School B, dan Neutrale Europese Lagere School sebelum melanjutkan ke Hogere Burgerschool di Semarang dan Bandung.

5. Pulang untuk menjadi raja

Sri Sultan HB X, Raja Yogyakarta Hidup Mandiri Sejak Usia 4 Tahunkratonjogja.id/

Saat tanda-tanda meletusnya Perang Dunia II semakin kentara, Sri Sultan Hamengku Buwono VIII meminta Sri Sultan Hamengku Buwono IX buat pulang meski ia belum menyelesaikan pendidikannya. Kraton Yogyakarta menerangkan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII lantas memberikan keris Kyai Joko Piturun ke anaknya sebagai tanda bahwa ia menjadi calon penerus takhta.

Tapi, perjalanannya menuju singgasana tidak terjadi dengan gampang. Sri Sultan Hamengku Buwono IX mesti menandatangani kesepakatan terlebih dahulu dengan Belanda. Di titik ini, selisih paham terjadi sebab dirinya tak sepakat terhadap beberapa poin perjanjian yang dinilai menguntungkan Belanda.

Namun, Sri Sultan Hamengku Buwono IX akhirnya menyetujuinya setelah memperoleh bisikan bahwa Belanda tak akan lama berada di Yogyakarta. Untuk itu, Sri Sultan Hamengku Buwono IX menandatangani kontrak politik bernama Tratag Prabayeksa pada 12 Maret 1940. Pada 18 Maret 1940, ia lantas dinobatkan sebagai raja Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.   

Baca Juga: 14 Menu Makanan dan Minuman Kesukaan Raja Kraton Yogya 

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya