Pasal Perzinahan RKUHP, Bumerang bagi Korban Kekerasan Seksual

Korban kekerasan seksual bisa mengalami ketidakadilan

Yogyakarta, IDN Times - Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKHUP) dijadwalkan akan disahkan oleh DPR pada tanggal 24 September. Namun, menurut Konselor Rifka Annisa Sofia Rahmawati, pasal Pasal 484 ayat (1) di dalamnya bisa menjadi bumerang bagi korban kekerasan seksual.

"Pasal itu memang berbeda dengan pasal yang diatur dalam KHUP yang berlaku saat ini. Kalau di KHUP sekarang sebetulnya ditujukan untuk perlindungan keluarga. Saya memahami pihak yang membuat disetujui pasal ini buat masuk mungkin berpikir ini salah satu bagian dari pencegahan zina karena ada pertimbangan moral, agama, dan lain sebagainya. Tapi kenapa kita tidak memberikan cara yang preventif daripada cara yang represif seperti ini," jelasnya.

1. Hukuman pidana adalah jalan terakhir

Pasal Perzinahan RKUHP, Bumerang bagi Korban Kekerasan Seksualpixabay.com/ichigo121212

Sofia mengatakan bahwa hukuman pidana sebenarnya merupakan jalan terakhir untuk memberikan seseorang pelajaran. Bahkan dengan hukuman jenis itu pun, pelaku yang berbuat kesalahan juga mesti mendapatkan rehabilitasi agar bisa kembali ke masyarakat.

Oleh karena itu, alih-alih lewat jalan hukuman pidana, ia menilai lebih baik jika pemerintah mengutamakan cara preventif, yakni dengan menggalakkan sosialisasi soal kesehatan reproduksi ke anak-anak, remaja, dan orang tua.

"Menurut saya, banyak cara preventif yang bisa dilakukan untuk menanggulangi hal itu tapi kita tidak mau melakukan itu atau belum aware akan hal itu. Di Rifka Annisa, lewat pendampingan di divisi yang mengadvokasi masyarakat, cara preventif yang kami lakukan adalah memasukkan pendidikan kesehatan reproduksi di desa, sekolah," jelasnya.

Baca Juga: Bila RKUHP Disahkan, Pengkritik Ulama Bisa Masuk Penjara

2. Bisa menjadi bumerang

Pasal Perzinahan RKUHP, Bumerang bagi Korban Kekerasan Seksualetvbharat.com

Ia menjelaskan adanya Pasal 484 ayat (1) bisa menjadi bumerang bagi  korban kekerasan seksual. Selain itu, pasal tersebut juga berpotensi menjadi pasal karet.

"Misalnya ada perkosaan atau pelecehan seksual yang dialami perempuan. Lalu si perempuan mencoba melapor ke pihak berwajib. Biasanya ada upaya pelaku. Jika ia kooperatif, ia akan mengikuti proses tapi ada juga pelaku yang tidak mengakui perbuatannya dan malah melawan. Dengan adanya pasal ini, korban yang melapor dengan pasal perkosaan, bisa saja dilawan dengan pasal ini. Lalu di mana keadilan? Sudah jadi korban, dijadikan korban lagi," terangnya.

3. Pernah ditemui Rifka Annisa

Pasal Perzinahan RKUHP, Bumerang bagi Korban Kekerasan Seksualunsplash.com/Vidhyaa Chandramohan

Kejadian di atas, kata Sofia, pernah terjadi saat Rifka Annisa menangani kasus perkosaan.

"Kalau seberapa sering kami tidak punya datanya. Tapi kami pernah menangani beberapa kasus perkosaan yang seperti ini," ujarnya pada Kamis (5/9).

Selain kekerasan seksual, Sofia mengatakan bahwa ada pelaku Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) yang juga pernah melawan dengan melaporkan balik korban dengan pasal lain.

"Pernah terjadi. Di kasus kekerasan dalam rumah tangga perkara seperti ini yang paling sering terjadi," ucapnya.

Baca Juga: Kejar Tayang, RKUHP Berpotensi Lahirkan Delik Agama Diskriminatif

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya