3 Strategi Industri Tekstil Ambil Alih Pasar yang Ditinggalkan China

Alih teknologi untuk majukan industri lokal

Yogyakarta, IDN Times - Perang dagang antara China dan Amerika Serikat, serta panjangnya tahun politik ini turut mempengaruhi dunia industri. Terutama bagi dunia industri pertekstilan di wilayah DI Yogyakarta dan Jawa Tengah.

Seiring dengan banyaknya perusahaan yang memindahkan pabriknya ke wilayah DIY dan Jawa Tengah, industri padat karya ini banyak terpusat di wilayah ini. Ketua Badan Pengurus Provinsi Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) DIY, Iwan Susanto mengungkapkan perang dagang memberikan ancaman sekaligus peluang bagi industri di Yogyakarta.

"Masih ada peluang-peluang yang masih bisa didapatkan dengan adanya perang dagang ini. Bagaimana industri di Indonesia ini dapat mengambil alih pelimpahan order dari China, jangan sampai itu lari ke negara lain. Jadi ini harus ditangkap Indonesia," ujar Iwan saat ditemui di Balai Diklat Industri Yogyakarta, Selasa (15/10).

Berikut ini strategi yang bisa dilakukan industri pertekstilan di Indonesia, khususnya Yogyakarta untuk bersiap mengambil peluang pasar dengan adanya perang dagang China dan AS.

1. Membuka peluang pasar Eropa

3 Strategi Industri Tekstil Ambil Alih Pasar yang Ditinggalkan ChinaIDNTimes/Holy Kartika

Perang dagang antara China dan AS masih begitu sengit dan panas. Dampaknya, banyak pasar potensial yang mulai ditinggalkan China, sehingga ini menjadi kesempatan bagi industri di tanah air untuk bisa mengambil alih pasar tersebut. 

"Seiring dengan efek perang dagang tersebut, maka kita harus segera mengambil alih peluang pasar yang ditinggalkan China. Termasuk mengusahakan perjanjian dagang dengan Eropa," ungkap Iwan. 

Baca Juga: 165 Penjahit Ikut Pelatihan Kementerian Perindustrian

2. Penguatan SDM industri pertekstilan

3 Strategi Industri Tekstil Ambil Alih Pasar yang Ditinggalkan ChinaIDN Times/Debbie Sutrisno

Iwan mengungkapkan Indonesia memiliki karakteristik unik, yakni punya populasi yang besar, bahkan marketnya juga cukup besar. Di Asia Tenggara, kata Iwan, Indonesia menjadi satu-satunya negara dengan sektor tekstil yang terintegrasi secara konkret dari hulu ke hilir. 

"Akan tetapi, memang secara industri belum terintegrasi, karena sebagian besar perusahaan tekstil, bahan bakunya masih harus impor," ungkap Iwan.

Bicara soal industri garmen, Iwan menjelaskan mayoritas industri ini ada di Jawa Tengah dan DIY. Keunggulan potensi sumber daya manusia atau tenaga kerja yang dimiliki ini harus dijaga di tengah kondisi perlambatan ekonomi secara global.

"Namun, sebagai industri padat karya, potensi SDM menjadi keunggulan industri di Indonesia. Oleh sebab itu, produktivitas tenaga kerja harus dapat dipertahankan, serta upaya peningkatan skill melalui diklat juga perlu dilakukan," jelas Iwan.

3. Peran investor asing dalam alih teknologi

3 Strategi Industri Tekstil Ambil Alih Pasar yang Ditinggalkan ChinaIDN Times/Uni Lubis

Tak dipungkiri, sektor industri Indonesia masih dinilai cukup tertinggal dibandingkan negara lain. Kendati memiliki potensi sumber daya manusia yang besar, namun dari sisi teknologi produksi masih jauh tertinggal.

"Kita memang membutuhkan investor asing untuk dapat masuk menghadapi perlambatan itu," ungkap Iwan.

Iwan menegaskan peran investor asing di sini, diharapkan bisa berpartner dengan perusahaan lokal. Harapannya, dengan kerjasama tersebut dapat terjadi alih teknologi, terutama teknologi untuk permesinan alat produksi yang memungkinkan dapat mendorong kemajuan industri lokal.

"Kami berharap Indonesia bisa lebih maju dengan cara menyerap knowledge dan skill yang dibawa investor asing, sehingga dapat membantu industri di sektor pertekstilan dan industri lainnya," papar Iwan. 

Baca Juga: Impor Melimpah, 188 Perusahaan Tekstil Bangkrut 

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya