[Wansus] Jelang Purna Tugas, Ketua KPU DIY Beberkan Gejolak Pemilu
![[Wansus] Jelang Purna Tugas, Ketua KPU DIY Beberkan Gejolak Pemilu](https://jogja.idntimes.com/assets/img/placeholder.png)
Yogyakarta, IDN Times - Tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 terus berjalan, sekitar dua bulan lagi akan memasuki masa kampanye.
Ketua KPU DIY, Hamdan Kurniawan membagikan pengalaman dan pandangannya tentang pesta demokrasi Indonesia di Jogja. Selama 10 tahun atau dua periode mengemban tugas di KPU DIY, tidak lepas menghadapi gejolak dan tensi yang cukup tinggi
Hamdan menuturkan terdapat dua kerawanan yang terjadi di Pemilu sebelumnya, dan masih berpotensi terulang di masa kampanye tahun ini. Berikut wawancara IDN Times bersama Hamdan Kurniawan, pada hari Selasa (12/9/2023), atau 11 hari menjelang pergantian Ketua KPU DIY.
Pengalaman selama 10 tahun di KPU DIY, kerawanan apa yang muncul saat Pemilu?
Saya sampaikan ada dua hal. Sebenarnya banyak, kalau mau mengumpulkan masalah, tapi nanti saya dianggap gak optimis. Dua problem utama Pemilu di DIY, pertama kekerasan yang berulang. Kedua soal hoaks.
Kekerasan yang berulang, bisa antar pendukung. Kita tahu titik rawan itu saat rapat umum. Hadir satu tempat lanjut konvoi di jalan. Itu orang macam-macam, dipantik sedikit saja emosi, merusak banyak hal, mau melukai seseorang.
Saat Pilkada Jogja 2017, saya mempunyai pandangan sama dengan Ketua Bawaslu DIY. Jogja kan kota pendidikan, wisata, masyarakatnya ramah, tapi kenapa kekerasan berulang saat Pemilu atau Pilkada? Ya meskipun kekerasan bisa muncul setiap saat, mau dangdutan, sepak bola, tapi kami berharap Pemilu jangan jadi ajang kekerasan. Kita sepakat untuk mengurangi bentrok pendukung.
Kita ya was-was kalau rapat umum, teman-teman kepolisian juga ekstra pengamaman. Saya undang timsesnya, komunikasi rapat umum hak peserta Pemilu, tapi keramaian itu berpotensi menimbulkan kericuhan. Saya katakan itu hak bapak ibu, bisa gak dimanfaatkan, bisa (dilakukan) dengan cara lain, pertemuan warga, pasang baliho, silahkan.
Awalnya ada yang menolak, ada yang mau. Pendekatan setelahnya Alhamdulillah melewati diskusi, disepakati, tidak memanfaatkan cara seperti itu (rapat umum).
Untuk kerawanan Pemilu, masalah hoaks seperti apa?
Hoaks itu ya berpotensi di Pemilu 2024. Saya cerita 2019 lalu terjadi masif, di KPU juga kena. Berdasarkan riset Mafindo waktu Pemilu 2019 menyebut, pertama saling ejek antar lawan. Kedua entitas, serangan kandidat. Ketiga hoaks juga menyerang KPU.
Ada serangan karena penyelenggara KPU, tanggung jawab suara. (Hoaks) Membangun narasi KPU memenangkan calon tertentu, karena tanggung jawab surat suara, mencetak, distrubusi, menghitung suara. Server KPU dibobol untuk kemenangan calon tertentu, padahal penghitungan manual gak pakai IT. Yang gini-gini meski hoaks bodoh, tapi ada yang terpengaruh, gak masuk akal.
Dulu (ada hoaks) petugas meninggal karena diracun dari surat suara, yang megang banyak kok meninggal satu. Ada juga Ketua KPU Kulon Progo, saat itu ada isu China. Ada foto dia baru nunjuk truk kontainer yang ada tulisan kanji. Padahal itu tulisan Jepang, bukan China. Di foto dia baru menunjuk truk datang, kemudian disebarkan dengan narasi kontainer datang dari China untuk kemenangan calon tertentu. Padahal arti tulisan yang ditunjuk di truk adalah Harap Hati-Hati.
Baca Juga: Bawaslu DIY Siapkan Aturan Pengawasan Kampanye di Kampus
Jadi untuk Pemilu 2024 kemungkinan kekerasan hingga hoaks itu masih mungkin terjadi?
Masih sama (potensi kerawanan). Saya sampaikan potensi bisa terjadi lagi. Dua hal itu, kekerasan, padahal masyarakatnya terkenal dengan keramahan, sopan santun. Jogja ini kan mengandalkan citra baiknya juga, kalau ada kekerasan merugikan Jogja.
Imbasnya bisa kemana-mana, orang punya anak di sini untuk kuliah, mahasiswa jadi takut. Pemilu ini, batu ujinya. Ya mudah-mudahan tidak terjadi.
Bagaimana kesiapan secara umum, tahapan Pemilu saat ini?
Tahapan Pemilu saat ini di pencalonan, setelah masa pengumuman Daftar Calon Sementara (DCS), kemudian ada tanggapan masyarakat. Setelah selesai, menuju ke pencermatan rancangan Daftar Calon Tetap (DCT), tapi masih nanti.
Untuk kampanye tanggal 28 November 2023 - 10 Februari 2024, ada pertemuan terbatas, penyebaran bahan kampanye, pemasangan alat peraga. Katakan misal ada rapat umum, kita butuh koordinasi dengan Pemda. Misal lapangan, mana saja yang boleh, mana yang enggak. Kemudian, pemasangan alat peraga, teman-teman Kabupaten/Kota koordinasi terus. Apa daerah tertentu dilarang atau tidak.
Nanti perlu diperhatikan, mana daerah yang diperbolehkan dan dilarang, itu harapannya ditaati semua pihak. Tidak perlu Satpol PP turun menegakkan Perwal atau Perda.
Kampanye tahun ini berbeda karena boleh masuk kampus. Bagaimana aturannya?
Jadi Putusan MK itu Nomor 65 (Putusan Nomor 65/PUU-XXI/2023 terkait Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu), KPU akan melakukan revisi PKPU Nomor 15 tahun 2023, terutama yang pasal penjelasan. Fasilitas pemerintah, tempat pendidikan, memenuhi dua syarat itu, izin pihak pengelola yang berwenang. Kedua, tidak ada atau tanpa atribut.
(Aturan turunannya apakah sudah dibuat?) Ya masih menunggu (dari KPU RI), tempat pendidikan seperti apa. Ini memang perubahan, ini menjadi prioritas dilakukan KPU. Konsekuensi cukup banyak, karena tidak sederhana.
Sebetulnya asal batasan jelas, tempat pendidikan kampus, tanpa atribut. Menurut saya pendidikan politik sepanjang penyelenggaranya menyediakan waktu dan space yang sama. Jangan hanya satu, dua, atau tidak mengundang semua partai politik atau capres. Ada perlakuan adil dan setara untuk calon menyampaikan visi misi program atau kebijakan dan citra diri. Sehingga misal debat di kampus, bisa ngudar (mengeluarkan) gagasan, agar diketahui publik. Itu kan baik, konsep kampanye pendidikan politik kepada masyarakat.
Baca Juga: Ganjar, Anies, dan Prabowo Akan Dipertemukan di UGM
Komisoner KPU DIY sebentar lagi berganti, masa jabatan akan habis. Mengapa pergantian di tengah tahapan pemilu?
Di tengah tahapan iya. Sebetulnya saya pernah beropini menulis enam bulan lalu, bahwa yang ideal itu, kaca mata saya rekrutmen itu tidak dalam masa tahapan Pemilu, itu yang ideal. Tapi memang lebih bahaya kalau KPU kosong. Maka harus dipastikan bahwa transisi komisioner lama ke baru, tidak ada problem, artinya mereka yang baru kemudian langsung lari cepat masuk dalam tahapan ini dan menyesuaikan.
Saya gak perlu khawatir, sekretariat kuat. Sekretariat teman-teman teknis admisnitrasi. Data di situ, gak ada masalah. Dikondisikan agar gak problematik. Tidak ada kekhawatiran berlebihan, karena nanti yang akan menjadi penyelenggara yang sudah punya track record penyelenggaraan Pemilu, kombinasi ada yang lama atau baru, saya optimis tetap baik. Tapi kalau bicara ideal seharusnya di luar tahapan Pemilu. Itu paling ideal.
Tingkat partisipasi Pemilu tahun 2019 di DIY lebih tinggi dibanding angka nasional, dan nomer dua di Indonesia dengan memperoleh 88 persen. Apakah optimis terulang tahun depan?
Tahun lalu target kami 82 persen, dan tahun ini masih sama di perencanaan strategis. Saya yakini tetap tinggi di atas target, Pemilu 2019 bisa sampai 88 persen. InsyaAllah warga tetap akan hadi . Soal target, kami menargetkan jumlah orang yang menggunakan hak pilihnya gak asal-asalan.
Sebenarnya ada yang unik di DY ini, salah satunya seperti di Bantul. Saat orang menggunakan hak pilih, karena terdapat dorongan pekewuh (sungkan). Di masyarakat yang komunal, di desa, seperti ada undangan nikahan, kenduri, kalau gak dateng gak enak. Demikian juga pemilu.
Jadi masih menjadi pertanyaan besar, mereka memilih karena pekewuh atau memilih pemimpin yang baik, itu jadi PR kita.
Setelah selesai menjadi Ketua KPU DIY, apa yang akan dilakukan?
Di saat menjadi anggota KPU, saya mempunyai target ingin membuat satu buku, memacu diri saya untuk menulis, dan berhasil. Setelah selesai masa jabatan, saya belum tahu (akan kemana), hati saya masih berada di KPU DIY.
Baca Juga: MK Bolehkan Kampanye di Kampus, Begini Respons UMY