Pemda DIY Gaet Warga untuk Melestarikan Cagar Budaya di Jogja    

Jogja miliki juru pelihara dan pemugaran cagar budaya

Yogyakarta, IDN Times - Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menyimpan berbagai peninggalan sejarah yang masih dilestarikan hingga saat ini. Mulai dari penampilan seni budaya hingga berbagai bangunan yang menyimpan nilai sejarah (bangunan cagar budaya) masih banyak yang berdiri kokoh hingga saat ini.

Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY, Dian Lakshmi Pratiwi mengatakan jumlah cagar budaya di wilayah DIY sangat banyak, mulai dari level benda, bangunan, struktur, situs, hingga kawasan. Jika berbicara tentang wilayah seperti kota tua, DIY berangkat dari sebuah historis yang panjang.

"Kalau di DIY berangkatnya dari Kotagede, kawasan historis bekas Keraton Yogyakarta. Kalau kami sekarang menyebut programnya Poros Mataram, bukan nama sejarah atau yang lainnya. Untuk memudahkan pengaturan program saja," kata Dian, Jumat (17/2/2023).

1. Kembangkan program Poros Mataram

Pemda DIY Gaet Warga untuk Melestarikan Cagar Budaya di Jogja    Perjanjian Giyanti (Dok. Wikimedia Commons)

Program Poros Mataram itu mulai dari awal berdirinya Mataram Islam di DIY, dari Kotagede, kemudian ke Kerto di Pleret, Bantul, saat era kejayaan Mataram Islam, masa Sultan Agung.

"Setelah itu posisinya ke Jawa Tengah di Kartasura, Surakarta, kemudian perjanjian Giyanti di Karanganyar. Kita memang punya kerja sama dengan pemerintah Jateng, khususnya yang Karanganyar itu, untuk melestarikan situs waktu terjadi perjanjian Giyanti. Habis itu masuk ke Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman, itu kalau secara garis besar kawasan cagar budaya. Perjalanan historisnya," jelas Dian.

Dian juga menjelaskan dari sisi regulasi penetapan status cagar budaya, ada yang ditetapkan di level nasional, provinsi, kemudian lokal di kabupaten/kota. Beberapa upaya pelestarian cagar budaya tersebut dilakukan dengan basis kawasan. Ada beberapa kawasan cagar budaya yang ditetapkan oleh Gubernur DIY, kawasan cagar budaya Keraton Yogyakarta, kemudian Pakualaman, Kotabaru, Kotagede dan Imogiri. "Tambah satu kawasan cagar budaya Kerto Pleret ini yang levelnya provinsi," ucap Dian.

2. Memelihara dan mengembangkan cagar budaya yang telah dilindungi secara hukum

Pemda DIY Gaet Warga untuk Melestarikan Cagar Budaya di Jogja    Keraton Yogyakarta (kratonjogja.id)

Sebagai upaya pelestarian cagar budaya, Dian menyebut Pemda DIY mengacu pada Perdais Nomor 3 tahun 2017. Upaya tersebut terbagi dalam dua hal, yaitu pemeliharaan dan pengembangan mulai dari cagar budaya dilindungi secara hukum dan fisik.

"Jadi kalau ada perlindungan hukum itu kemudian mendata, mengidentifikasi dan menetapkan statsunya sebagai cagar budaya dan peringkatnya. Begitu berstatus, kami memiliki kewenangan untuk melakukan intervensi terhadap cagar budaya tersebut. Cagar budaya itu juga macam-macam, ada yang milik pemerintah, ada milik lembaga, swasta, ada yang milik masyarakat," ujar Dian.

Dian mengungkapkan dari sisi pengembangan sudah banyak yang dilakukan, seperti peningkatan kapasitas sumber daya, ada yang bentuknya penyelenggaraan event atau promosi sadar lestari. "Ada juga dalam bentuk sarana prasarana, atau rehab," kata dia.

Baca Juga: 7 Aktivitas Seru di Kotagede, Makan Kipo sampai Foto-foto

Baca Juga: Jogja Heritage Track: Info Reservasi, Rute, dan Harga Tiket

3. Jaga cagar budaya, Pemda DIY miliki juru pelihara cagar budaya dan tim pemugaran

Pemda DIY Gaet Warga untuk Melestarikan Cagar Budaya di Jogja    Ilustrasi jabat tangan. (IDN Times/Arief Rahmat)

Dian memaparkan untuk pemeliharaan secara fisik bangunan, terdapat juru pelihara. Dinas Kebudayaan DIY menyiapkan juru pelihara di beberapa situs dan bangunan yang ada di DIY, selain bekerja sama dengan Balai Pelestarian Kebudayaan yang ada di DIY Jateng.

"Kami juga menyiapkan tim pemugaran, jadi bekerja sama dengan Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia dan juga dengan Tim Ahli Cagar Budaya. Kami memfasilitasi pelestari yang memiliki kapasitas pelestarian untuk memiliki sertifikat sebagai tim ahli, karena penetapan status itu harus orang-orang yang bersertifikat," ujarnya.

Sementara untuk rehab bangunan harus didampingi tim pemugaran, proses untuk menjaga, mengendalikan pelestarian cagar budaya sudah terda[at regulasinya. "Tentang perizinan pemugaran, adaptasi, revitalisasi. Ada tim analisis yang memang mengkaji, menganalisa terkait izin-izin tersebut," jelas Dian.

Terkait anggaran, Dian menyebut pendanaan berasal dari dana keistimewaan."Karena DIY memiliki UU Keistimewaan, sehingga kami menggunakan dana keistimewaan yang asalnya dari APBN," ujar Dian.

Baca Juga: Mengenal Pasar Legi Kotagede, Pasar Tradisional Tertua di Yogyakarta 

4. Pengembangan cagar budaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Pemda DIY Gaet Warga untuk Melestarikan Cagar Budaya di Jogja    Museum Kotagede (visitingjogja.jogjaprov.go.id)

Dian mengatakan dalam tiga tahun terakhir, Dinas Kebudayaan selain melakukan upaya perlindungan dan pemeliharaan cagar budaya. juga fokus mengembangkan cagar budaya agar semakin meningkatkan kemanfaatannya, sehingga lebih bisa dirasakan oleh masyarakat. "Kami ingin mengarahkan dalam tanda kutip ekonomi budaya. Ketika masyarakat bisa mendapat manfaat dan kemanfaatan dari keberadaan bangunan cagar budaya, otomatis masyarakat tanpa khwatir dan ragu ikut melestarikan," kata Dian.

Selain itu dinas juga menyiapkan badan pengelolaan yang lahir dari masyarakat, sehingga warga bisa memanfaatkan bangunan cagar budaya itu untuk pemberdayaan ekonomi. Hal ini berkaitan dengan desa budaya atau desa wisata, menjadi bagian dari menghidupkan ekonomi kreatif di masyarakat.

"SDM kami terbatas juga, jadi kami langsung bekerja sama dengan masyarakat. Baik tingkat desa maupun kecamatan, melalui badan pengelola. Misal di kawasan Kotagede mereka yang kemudian menggerakan satu program living Museum Kotagede. Kerto Pleret sedang proses open site museum," kata Dian.

Dian meyakini bahwa bangunan cagar budaya yang ada di DIY masih menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat maupun wisatawan. Baik orangtua, maupun para generasi muda yang masuk Gen Z maupun milenial. Dikatakannya banyak komunitas yang berisi anak muda, maupun para individu yang turut mengenalkan cagar budaya di DIY melalui media sosial.

Baca Juga: 6 Hajad Dalem Keraton Yogyakarta di Bulan Februari 2023 

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya