Koalisi Masyarakat Tolak Pengurangan Kawasan Karst di Gunungkidul

Pengurangan kawasan karst berdampak pada berbagai hal

Yogyakarta, IDN Times - Koalisi Masyarakat Pemerhati Karst Indonesia menyampaikan penolakan terhadap rencana pengurangan luasan Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) di Gunungkidul. Koalisi masyarakat ini menyampaikan surat ke Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) untuk memperhatikan telaah hukum dan akademisnya.

Sesuai Keputusan Menteri ESDM RI Nomor 3045 K/40/Men/2014 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst Gunung Sewu sebagai kawasan lindung geologi, luasan Kawasan Bentang Alam Karst Gunungkidul adalah 75.835,45 hektare. Pemerintah Gunungkidul mengusulkan agar kawasan itu dikurangi menjadi 37.018,06 hektare atau 48,81 persen dari luas yang sudah ditetapkan sebagai KBAK.

1. Tidak harus menghilangkan fungsi kawasan lindung

Koalisi Masyarakat Tolak Pengurangan Kawasan Karst di GunungkidulGunung Sewu, Yogyakarta (instagram.com/elvita_dewi_wahid)

Ketua Umum Masyarakat Speleologi Indonesia (MSI), Petrasa Wacana, mengatakan dari pihak pemerintah menyebut tujuan pengurangan tersebut untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat, yaitu pengembangan pariwisata, pembangunan infrastruktur, dan industri.

"Dalam konteks pembangunan pada kawasan karst tidak harus menghilangkan fungsi kawasan lindung dari suatu bentang alam," kata Petra, ditemui di depan Kompleks Kepatihan, Jumat (25/11/2022).

Penetapan luasan KBAK di Gunungkidul sudah dilaksanakan dengan standar kajian akademis dan melalui proses panjang yang melibatkan berbagai stakeholder. Hasilnya kawasan karst di Gunungkidul memenuhi kriteria KBAK sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 17 tahun 2018 tentang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst.

"Ketika mengusulkan ini (pengurangan kawasan) akan berdampak pada penilaian sebagai kawasan warisan dunia, atau kawasan geopark nantinya di UNESCO," ujarnya.

Baca Juga: Kabupaten Gunungkidul Tetapkan Status Tanggap Darurat Bencana

2. Dikhawatirkan berdampak pada ketidakpastian hukum

Koalisi Masyarakat Tolak Pengurangan Kawasan Karst di Gunungkidulilustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)

Dikhawatirkan apabila luasan KBAK dikurangi, maka akan berdampak pada ketidakpastian hukum. Selain juga, ancaman kelestarian lingkungan, potensi bencana yang akan terjadi sebagai akibat adanya perubahan lahan dan pembangunan secara masif serta eksploitasi. Seperti, pertambangan yang berpengaruh pada ekosistem kawasan Karst sebagai kawasan warisan dunia yang sudah ditetapkan oleh UNESCO sebagai kawasan Global Geopark Network (GGN) pada tahun 2015.

"Ini akan sangat berdampak pada penilaian UNESCO, terhadap proses evaluasi dan revalidasi tahap II yang akan dilaksanakan pada tahun 2023 untuk tetap menjaga status Geopark Gunung Sewu di mata dunia. Harus lebih hati-hati dan melihat batasan-batasan yang ada. Tidak mengubah bentuk bentang alam secara masif," kata Petra.

3. Akan mengganggu iklim

Koalisi Masyarakat Tolak Pengurangan Kawasan Karst di GunungkidulIlustrasi hujan (IDN Times/Sukma Shakti)

Pengurangan kawasan karst juga dikhawatirkan akan mengganggu iklim. Fungsi karstifikasi bisa hilang, fungsi penyerapan air juga akan hilang.

"Sebagai tandon penyimpan air, maka dikembangkan pemanfaatan sungai bawah tanah, bribin, seropan. Kawasan Karst di Gunungkidul itu airnya sangat berlimpah, hanya masalah akses. Itu akan menjadi cadangan air di masa akan datang," ucap Petra.

Direktur Eksekutif Walhi Yogyakarta, Halik Sandera menyebut jika Karst rusak tidak bisa dipulihkan lagi, sehingga penting untuk mempertahankan Karst. Kemudian memilik fungsi lingkungan, ekosistem Karst di wilayah KBAK ada ratusan gua, menjadi habitat kelelawar. Kelelawar tersebut mengontrol sektor pertanian perkebunan.

"Lalu, Gunung Sewu punya fauna endemik, kalau dikurangi, eksploitasi bisa mengancam endemik ini, sebuah pengetahuan akan hilang, keanekaragaman hayati akan hilang," ujar Halik.

Baca Juga: Pernikahan Kaesang-Erina Dongkrak Reservasi Hotel di Jogja

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya