Ini Cara Pemkot Yogyakarta Tekan Angka Stunting

Jalin sinergi dengan berbagai pihak

Yogyakarta, IDN Times - Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta berkomitmen terus menekan angka stunting. Salah satunya lewat sinergi dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Diketahui prevalensi angka stunting di Kota Yogyakarta tahun 2022 Pemkot Yogyakarta mencatat sebesar 10,8 persen. Sementara berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 di Kota Yogyakarta, angka stunting turun dari 17,10 persen menjadi 13,8 persen.

Angka tersebut sudah di bawah prevalensi stunting nasional yang ditargetkan 14 persen pada tahun 2024. Berkat upaya tersebut Pemkot Yogyakarta mendapat penghargaan dari Badan Kependudukan dan Keluarga Bencana Nasional (BKKBN) sebagai kota/kabupaten dengan prevalensi angka stunting terendah di DIY tahun 2022.

1. Sinergi dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia

Ini Cara Pemkot Yogyakarta Tekan Angka StuntingIlustrasi upaya pencegahan stunting. (ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas)

Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Emma Rahmi Aryani, mengatakan data yang digunakan nasional adalah data berdasarkan survei, sehingga hanya berupa sampling. Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta juga melakukan verifikasi data berdasarkan hasil pencatatan pelaporan di Posyandu dan Puskesmas tiap wilayah. Hasilnya, prevalensi angka stunting di Kota Yogyakarta sekitar 10,8 persen. Perbedaan itu salah satu sebabnya adalah pengukuran yang tidak tepat.

“Kami lakukan kerja sama dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia dan Zero TB Yogyakarta untuk pencegahan. Kalau oleh Dokter Spesialis Anak ada diagnosa stunting, kami rujuk ke RS Pratama dan RS DKT untuk penanganan. Dengan diberikan Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus atau PKMK sesuai resep dokter,” jelas Emma, Selasa (2/5/2023).

2. Pemeriksaan dan verifikasi diperkuat

Ini Cara Pemkot Yogyakarta Tekan Angka StuntingIustrasi bayi (ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah)

Untuk mendukung keabsahan data berapa angka prevalensi stunting di tahun 2023, kata Emma, pihaknya akan lebih disiplin dan teliti lagi dalam melakukan pemeriksaan dan verifikasi data.

"Jadi beberapa hal yang membuat data itu kadang tidak sesuai, karena saat pengukuran berat badan dan tinggi badan itu kurang tepat. Untuk itu kami lakukan pengawasan dan pemantauan di setiap wilayah supaya data yang dilaporkan dari puskesmas ke pusat itu valid,” terangnya.

Prosesnya itu dari posyandu anak usia 0 sampai 3 tahun diukur, lanjut Emma, jika ada temuan kemudian verifikasi di puskesmas, setelah itu pemeriksaan oleh Dokter Spesialis Anak, diagnosa dari dokter itu yang jadi keputusan akhir apakah anak ini stunting atau tidak.

“Saat ini setiap proses itu benar-benar kami cermati, mungkin kemarin kadang mengukurnya tidak pas dan itu sangat berpengaruh, sebelum diagnosa stunting itu ada kondisi wasting. Ini terus kami kawal supaya tidak menjadi stunting, berat badan itu jangan sampai turun di atas 200 gram dan tetap berada di atas garis hijau,” ujarnya.

Baca Juga: Stunting di Selopamioro Tertinggi di Bantul, IDI DIY Turun Tangan  

3. Anak usia di bawah tiga tahun jadi perhatian

Ini Cara Pemkot Yogyakarta Tekan Angka StuntingIlustrasi Balita (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Emma menambahkan untuk anak dengan kondisi wasting, pemulihannya dengan Pemberian Makanan Tambahan atau PMT, untuk anak usia di bawah 3 tahun, karena ini adalah masa emas bagi perkembangan otak anak.

“PMT ini juga dipantau oleh tim percepatan penurunan stunting dan kader di kelurahan, serta bidan setempat, supaya benar-benar digunakan untuk pemenuhan gizi si anak, tidak dicampur dengan makanan untuk keluarga,” tambahnya.

Baca Juga: Mahasiswa UGM Ciptakan Snack Bar AntiStunting dari Bahan Lokal  

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya