UGM Berharap Polisi Virtual Netral Awasi Konten Media Sosial
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Sleman, IDN Times - Polisi virtual diharapkan tetap menjaga netralitas dalam memoderasi konten-konten negatif di dunia maya.
Pakar Literasi Digital dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr. Novi Kurnia mengatakan netralitas itu terutama yang mengarah pada pelanggaran pidana.
"Virtual police sebagai sebuah aksi memoderasi ini bagus. Namun, ada catatan-catatan yang harus dipertimbangkan seperti posisi untuk bisa menjaga netralitas, objektivitas, dan keadilan. Jangan terus interventif," ujar Novi Kurnia dilansir dari Antara, Jumat (26/2/2021).
Menurut Novi Kurnia, aksi moderasi konten pada pengguna media sosial merupakan langkah baik yang ditempuh kepolisian.
Hanya kata Novi Kurnia,, kehadiran polisi virtual harus tetap memperhatikan sejumlah aspek dalam pelaksanaannya, mulai dari posisi, proses, transparansi, perlindungan data diri, hak pengguna digital, hingga kolaborasi moderasi konten.
1. Polisi virtual harus berpihak pada kepentingan umum bukan pemerintah
Novi Kurnia mengaku belum mengetahui secara detail bagaimana cara kerja polisi virtual dalam menjalankan pengawasan konten di dunia maya. Hanya dia berharap nantinya virtual police dalam tugasnya bisa netral dan berpihak untuk kepentingan umum, bukan industri, kelompok besar, maupun pemerintah.
Saat melacak konten, kata Novi Kurnia, perlu disesuaikan dengan platform masing-masing media sosial. Penentuan sampel juga perlu diperhatikan apakah dengan sistem sampling atau sensus. Begitu pula dalam pelacakan, akan dilakukan parsial atau pada seluruh konten.
Selanjutnya, terkait dengan persoalan transparansi, menurut dia, pihak kepolisian harus menyosialisasikan atau mengedukasi pengguna media sosial tentang konten seperti apa yang dianggap sebagai konten negatif atau mengarah pada tindak pidana. "Pengguna media wajib diberitahu konten seperti apa yang dianggap negatif," ujar Novi.
Baca Juga: Buat Virtual Police-Virtual Alert, Polisi Peringatkan 4 Akun Medsos
2. Data diri pengguna media sosial harus dilindungi
Hal lain yang tidak kalah pentingnya, kata Novi Kurnia, yang tidak kalah penting diperhatikan dalam pelaksanaan program pengawasan virtual police adalah perlindungan data diri pengguna media sosial.
Perlindungan itu seperti data apa saja yang bisa dibuka, bagaimana jaminan perlindungan, dan mitigasi terhadap kebocoran data pribadi.
Kepolisian, kata Novi Kurnia harus tetap memperhatikan hak digital pengguna media sosial untuk menyuarakan aspirasi. Ia berharap kehadiran polisi virtual tidak lantas mengekang masyarakat dalam menyampaikan pendapatnya di media sosial.
"Modelnya ini 'kan sistem peringatan, apakah dalam prosesnya mendapatkan hak baik sebelum dan sesudah dimonitor," ujarnya.
3. Polisi virtual harus lakukan kolaborasi dengan pakar
Novi Kurnia menambahkan yang tidak kalah penting polisi virtual harus berkolaborasi dengan pakar terkait dalam melakukan moderasi konten di media sosial.
"Kolaborasi ini harus terus dibangun karena tidak hanya menjadi tanggung jawab virtual police saja, tetapi semua pihak, seperti lembaga pendidikan, masyarakat sipil, dan pegiat literasi digital perlu berkolaborasi dalam bagian peningkatan kompetensi literasi digital masyarakat Indonesia," katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Polri akan mengaktifkan polisi virtual sebagai pencegahan penyebaran hoaks dan ujaran kebencian dengan mengedepankan keadilan restoratif. Langkah ini merupakan penerapan pedoman dalam surat edaran Kapolri terkait ruang digital yang sehat.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Raden Prabowo Argo Yuwono menjelaskan bahwa polisi virtual adalah salah satu upaya Polri dalam memberikan edukasi kepada masyarakat agar tidak menyebar konten yang berpotensi melanggar hukum.
Baca Juga: Teliti Pengendalian Dengue Pertama di Dunia, UGM Raih Rekor Muri