Pilkada Jalan Terus, Lonjakan Kasus COVID-19 di Depan Mata 

Sejumlah pihak tak yakin protokol kesehatan bisa diterapkan

Kota Yogyakarta, IDN Times - Pemerintah, DPR, KPU dan Bawaslu sudah memutuskan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tetap digelar sesuai tahapan sampai dengan pemungutan suara 9 Desember mendatang. Desakan sejumlah pihak yang meminta pilkada ditunda akibat jumlah pasien positif COVID-19 terus bertambah tidak mengubah keputusan.

Sebagai antisipasinya pemerintah beserta penyelenggara pemilu mengetatkan protokol kesehatan di setiap tahapan pemilu. Bahkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang memperbolehkan konser musik saat kampanye sudah direvisi.

Ketua KPU RI Arif Budiman dalam sambutannya menyampaikan bahwa Pilkada Serentak Tahun 2020 ini akan dilaksanakan di 270 daerah seluruh Indonesia secara serentak. “Sebelumnya dilakukan penundaan karena terganggu oleh penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19),” katanya.

Selain itu, Arif menyampaikan bahwa agar persiapan setiap tahapan pilkada dilakukan dengan matang baik terkait dengan sarana prasarana, personel termasuk juga penganggarannya.

Ia menekankan agar petugas di lapangan bekerja dengan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD). Jangan sampai penyelenggara pemilu menjadi penyebar virus dan menjadi klaster COVID-19.

“Perlu disosialisasikan ke semua pihak dua hal penting dalam pelaksanaan pilkada yaitu faktor keselamatan dan kesehatan. Bagaimana kita di tengah pandemik ini bisa melaksanakan tahapan pilkada dengan baik dan tetap selamat dan sehat dan Pemilu yang luber dan jurdil dapat terwujud,” jelasnya.

 

1. Bupati Sleman klaim persiapan pilkada telah matang

Pilkada Jalan Terus, Lonjakan Kasus COVID-19 di Depan Mata Bupati Sleman, Sri Purnomo. IDN Times/Siti Umaiyah

Bupati Sleman Sri Purnomo mengklaim semua elemen yang berkaitan dengan pilkada maupun pilkades sudah siap, yaitu mulai dari penjagaan yang dilakukan oleh TNI Polri, KPU, Bawaslu. Sehingga berharap kontestasi pilkada maupun pilkades tidak diundur.

"Siap Sleman, perangkat sudah siap semua KPU dan Bawaslu siap. Permohonannya supaya tidak diundur, protokol kesehatan tetap dilaksanakan seketat mungkin," katanya pada Senin (21/9/2020). 

Sebagai salah satu dari tiga kabupaten di Daerah Istiewa Yogyakarta (DIY) yang melangsungkan pilkada, Sri Purnomo menyatakan persiapan berkaitan dengan protokol kesehatan juga sudah diperhitungkan. "Dengan adanya COVID-19 semua akan melangkah dengan hati-hati, siap siaga. Jadi acara program bisa berjalan," paparnya.

 

 

Baca Juga: [LINIMASA] Pilkada Serentak 2020 di Tengah Pandemik COVID-19

2. Cok Ace tegaskan proses pilkada tetap berjalan di tengah pandemik

Pilkada Jalan Terus, Lonjakan Kasus COVID-19 di Depan Mata Ilustrasi Pilkada Serentak 2020 (http://updatenews.co.id/dua-kandidat-bapaslon-pilkada-pandeg)

Hal sama disampaikan Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati. Ia berpesan agar pelaksanaan Pilkada Serentak Tahun 2020 dilaksanakan sesuai protokol kesehatan COVID-19 pada seluruh tahapannya. Selain itu juga pentingnya koordinasi antar Gugus Tugas dan Dinas Kesehatan di masing-masing daerah agar terjaga dengan baik di bawah pengawasan Bawaslu.

Hal ini ia sampaikan dalam Apel Siaga ‘Bali Siap Pemilihan Serentak 2020’ yang digelar oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Bali secara virtual di Ruang Kerja Wagub Bali pada Kamis (2/7). 

Wakil Gubernur Bali yang akrab dipanggil Cok Ace ini mengatakan proses pemilihan Kepala Daerah harus tetap berjalan di tengah pandemik. Hal ini untuk memastikan kepemimpinan di setiap daerah tetap berlangsung. Lantaran hal tersebut berpengaruh pada stabilitas politik, pembangunan daerah, dan kesejahteraan masyarakat serta sangat penting bagi keberlangsungan demokrasi khususnya bagi pemilihan Kepala Daerah.

“Pada prinsipnya Pemerintah Provinsi Bali menuju “Bali Era Baru” melalui “Nangun Sat Kertih Loka Bali” mendukung sepenuhnya penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2020 agar dapat berjalan demokratis dan menjamin aspek kesehatan seluruh masyarakat dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan COVID-19,” ungkapnya.

3. Pemerintah siapkan tim independen, Bawaslu bentuk pokja

Pilkada Jalan Terus, Lonjakan Kasus COVID-19 di Depan Mata Kepala BPB dan Linmas Surabaya Irvan Widyanto. IDN Times/Fitria Madia

Dengan dipastikannya pilkada jalan terus, pemerintah daerah dan penyelenggara pemilu mulai membuat antisipasi. Langkah itu dilakukan untuk menekan penyebaran COVID-19.

Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menyiapkan tim independen yang akan melakukan assesment atau peniliaian pada tiap tahapan Pilkada Kota Surabaya. Tim ini akan menilai potensi penularan COVID-19 di tiap tahapan tersebut untuk kemudian menjadi bahan pertimbangan perizinan kegiatan.

Pelaksana Tugas Kepala Bakesbang Pol Surabaya, Irvan Widyanto menjelaskan bahwa pembentukan tim assesment ini sudah dibahas dalam rapat pada 15 September 2020. Rapat tersebut dihadiri berbagai pihak, mulai KPU Surabaya, Bawaslu Surabaya, Polrestabes Surabaya, dan ahli epidemiologi. Dari sana mereka pun menyepakati adanya proses penilaian sebelum dilaksanakannya tiap tahapan pilkada.

“Tim Independen ini nanti akan melakukan assesment atau penilaian risiko penyebaran COVID-19 di setiap kegiatan dalam tahapan-tahapan pilkada,” ujar Irvan, Selasa (22/9/2020).

Dengan adanya tim tersebut, maka bertambah satu proses untuk penyelenggaraan kegiatan pada tahapan pilkada. Nantinya, KPU atau Bawaslu harus mengirimkan surat pemberitahuan sebelum melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan tahapan Pilkada Surabaya kepada Gugus Tugas COVID-19 Surabaya. Kemudian Gugus Tugas akan menindaklanjuti dengan penilaian untuk menentukan apakah kegiatan tersebut bisa dilaksanakan atau tidak.

“Kalau kegiatan tersebut kurang menjaga protokol kesehatan dan berpotensi penularan, maka sangat mungkin kegiatan tersebut dilarang. Begitu pula sebaliknya, jika dalam assesment itu bagus, maka kami persilakan untuk lanjut,” katanya.

Langah serupa dilakukan Badan Pengawas Pemilu Kabupaten Banyuwangi. Lembaga tersebut membentuk Kelompok Kerja (Pokja) pengawasan protokol pencegahan penyebaran virus Corona (COVID-19). Pokja tersebut dibentuk untuk mengawasi jalannya Pilkada di Kabupaten Banyuwangi yang rentan menjadi klaster baru. Apalagi Banyuwangi sempat masuk zona merah dengan kerentanan penularan tinggi.

Komisioner Bawaslu Banyuwangi, Hasyim Wahid mengatakan, Pokja penanganan dan pencegahan COVID-19 sebelumnya hanya dikomandoi oleh Gugus Tugas daerah. Kali ini, sesuai instruksi Bawaslu RI, pihaknya memiliki tugas tambahan untuk mengkomandoi Pokja protokol COVID-19 khusus penyelenggaraan pilkada.

"Pokja pencegahan COVID-19 di Banyuwangi sudah terbentuk pada 23 September, diketuai Bawaslu dan anggotanya KPU, Satpol PP, TNI, Kepolisian, Kejaksaan, dan Gugus Tugas," kata Hasyim saat dihubungi IDN Times, Jumat (25/9/2020).

 

Baca Juga: CSIS: Pilkada di Daerah Angka COVID-19 Tinggi Perlu Dipertimbangkan

4. COVID-19 belum terkendali, pilkada harus ditunda

Pilkada Jalan Terus, Lonjakan Kasus COVID-19 di Depan Mata Ilustrasi corona. IDN Times/Arief Rahmat

Wacana penunda Pilkada 2020 digulirkan sejumlah pihak mulai organisasi keagamaan Nahdatul Ulama, Muhammadiyah, para tokoh nasional, hingga media massa.

Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Bandar Lampung, Chandra Muliawan menilai, belum terkendalinya penyebaran COVID-19, penundaan tahapan pilkada dinilai sangat tepat. Apabila tahapan pilkada tetap dilanjutkan, potensi meningkatnya kasus COVID-19 semakin tidak terkendali atau berpotensi menjadi klaster pilkada, sehingga berpotensi terjadi pelanggaran hak asasi manusia.

“Penyelenggara pemilu dan pemerintah daerah diimbau untuk mengusulkan penundaan pilkada kepada pemerintah pusat. Hal itu sangat dibutuhkan dalam mengambil keputusan untuk mementingkan kepentingan hidup masyarakat daripada mementingkan kepentingan partai politik, kontestan dan pihak terkait dalam pemilihan kepala daerah," paparnya.

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung, Khairuddin Tahmid, juga mengusulkan penundaan Pilkada Serentak 2020. Ia menilai, pemerintah harus segera merespons masukan dan desakan dari berbagai kalangan masyarakat yang meminta ajang lima tahunan itu ditunda.

"Pilkada berkaitan erat dengan substansi demokrasi yang membutuhkan partisipasi masyarakat secara intens, sehingga protokol kesehatan sebaik apapun akan sulit mencegah frekuensi dan tingkat partisipasi masyarakat. Berkumpulnya massa dalam satu tempat dapat menimbulkan peluang tingkat penyebaran virus yang semakin masif dengan sendirinya,” paparnya.

Khairuddin menambahkan, adanya pembatasan aktivitas selama COVID-19, kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) otomatis tidak bisa maksimal dalam mempersiapkan perhelatan demokrasi ini. Selain itu, ada komisioner KPU pusat sampai di daerah lain, hingga calon peserta Pilkada terkonfirmasi positif COVID-19.

Secara teknis apabila Pilkada ditunda, cukup dengan perubahan undang-undang oleh Presiden. “Tidak perlu terlalu banyak berdebat sana sini untuk menunda pilkada demi demokrasi yang sehat dan lebih baik,” tegasnya.

Baca Juga: Isi Maklumat Kapolri soal Upaya Mencegah Klaster COVID-19 di Pilkada

5. Tak yakin protokol kesehatan bisa diterapkan saat pilkada

Pilkada Jalan Terus, Lonjakan Kasus COVID-19 di Depan Mata Seorang warga yang tidak mengenakan masker melintas, di depan mural yang berisi pesan waspada penyebaran virus Corona di kawasan Tebet, Jakarta, Selasa (8/9/2020). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

Meski pemerintah dan penyelenggara pemilu akan mengetatkan protokol kesehatan, sejumlah pihak sangsi itu akan berhasil saat pelaksanaan pllkada. Alasannya,, dengan situasi tahapan pilkada serentak yang menimbulkan kerumunan massa, sangat mustahil bagi masyarakat bisa mematuhi standar protokol kesehatan COVID-19.

"Kita sudah berulang kali sarankan supaya pemerintah menunda Pilkada tahun 2020. Sebab, situasinya memang gak menguntungkan. Apalagi selama pandemik, angka penularan virus corona justru semakin tambah banyak, grafiknya makin hari terus meningkat," kata Ketua Pengurus Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah, Tafsir saat berbincang dengan IDN Times via sambungan telepon, Kamis (24/9/2020).

Ia mengaku pesimistis Pilkada 2020 bisa digelar dengan mematuhi protokol kesehatan dengan standar COVID-19. Yang ada, kata Tafsir, justru akan banyak masyarakat yang akan mengabaikan protokol kesehatan virus corona.

"Kemungkinan kecil warga akan patuhi protokol kesehatan (COVID-19). Kita lihat mustahil dengan tahapan Pilkada yang sering mengundang banyak massa, mereka akan mentaati aturan protokol kesehatan. Pasti akan dilanggar soalnya mengatur orang sebanyak itu gak akan mungkin bisa," ungkapnya.

Pihaknya menyatakan salah satu perilaku warga yang tak bisa dikendalikan selama pandemik yaitu ketika warga ikut tahapan coblosan di lokasi tempat pemungutan suara (TPS).

Lebih lanjut, ia menyampaikan jika Pilkada 2020 tetap dipaksakan digelar saat pandemik virus corona, sebaiknya Presiden Jokowi mengambil alih komando penanganan COVID-19 di Indonesia. Menurutnya hal tersebut dilakukan supaya proses penanganan kasus virus corona di tiap daerah bisa jelas dan terukur.

"Kita hanya bisa beri saran dan masukan. Kalau toh pemerintah tetap ngotot gelar pilkada, kita minta biar pengendalian kasus COVID-19 diserahkan saja kepada pak presiden. Sehingga nantinya bisa diatur supaya penanganan protokol kesehatan diterapkan dengan ekstra ketat," bebernya.

Ketua Pengurus Wilayah Gerakan Pemuda Ansor Jawa Tengah, Sholahudin Aly menyatakan mestinya pemerintah menunda kontestasi Pilkada serentak 2020 karena harus ada kajian ulang untuk mengatur penerapan protokol kesehatan COVID-19 bagi peserta Pemilu.

"Kita telah meminta pemerintah mempertimbangkan untuk ditunda. Mengingat Jateng ini kan termasuk daerah dengan angka COVID-19 tertinggi. Apalagi, ada penyelenggara pemilu di Boyolali terpapar COVID-19," ujar Gus Sholah, sapaan akrabnya saat dikontak IDN Times, Kamis (24/9/2020). 

Pendapat berbeda justru dilontarkan Wakil Rais PWNU Jateng, KH Abu Hafsin. Ia menilai menyelenggarakan Pilkada 2020 dengan protokol kesehatan bukanlah hal yang rumit. 

Pihaknya menyampaikan Pilkada serentak tetap harus digelar tahun ini agar masyarkat mendapat legalitas birokrasi yang jelas.

"Kalau kita biarkan masalah COVID-19 berlarut-larut, nanti kondisinya jadi menggantung. Gak baik buat keputusan yang mempengaruhi kepentingan orang banyak. Saya beda pandangan dengan PBNU bahwa kontestasi Pilkada 2020 jangan ditunda. Tetap dilanjutkan tapi harus memakai protokol kesehatan COVID-19 yang ekstra ketat," katanya.

6. Calon dan petugas pemilu sudah terpapar COVID-19

Pilkada Jalan Terus, Lonjakan Kasus COVID-19 di Depan Mata IDN Times/Khaerul Anwar

Pemungutan suara Pilkada 2020 baru akan dilaksanakan pada 9 Desember mendatang. Namun, hingga saat ini banyak pemilu dan calon yang berlaga sudah dinyatakan positif COVID-19.  Wakil Wali Kota Cilegon yang juga bakal calon petahana Ratu Ati Marliati dinyatakan positif corona atau COVID-19. Hal tersebut diketahui dari hasil swab test pada keperluan tes kesehatan pencalonan Walikota Cilegon di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cilegon.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Cilegon Irfan Alfi mengatakan, dengan hasil tersebut, pencalonan ati sebagai bakal calon Wali Kota Cilegon tidak secara otomatis dibatalkan meski salah satu syarat calon adalah bebas dari COVID-19.

"Ada satu Bapaslon yang positif COVID-19. Ini tidak otomatis membatalkan pencalonan, tapi yang bersangkutan Ibu Ati isolasi mandiri hingga batas waktu yang belum ditentukan," kata Irfan saat konfirmasi.

Ati yang juga Wakil Walikota Cilegon mengaku kaget atas informasi tersebut. Tak hanya itu ia pun membantah dirinya terpapar COVID-19. Setelah mendapatkan konfirmasi dari KPU Kota Cilegon melalui surat tertulis pada Senin (7/9/), dia langsung bersama tim melakukan pemeriksaan swab test mandiri di dua rumah sakit, yakni Rumah Sakit Krakatau Medika (RSKM) Cilegon dan Rumah Sakit Siloam Tangerang pada Selasa (8/9/2020).

"Hasil yang didapat di Krakatau Medika, alhamdulillah, itu dinyatakan negatif karena itu sore dapatnya, kalau yang di Siloam, aga jauh kita ngambilnya itu berselang beberapa jam itu juga dinyatakan negatif," katanya.

Tak hanya calon petugas pemilu juga ada yang positif COVID-19. Ketua Komisi Pemilihan Umun (KPU) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) Bambang Dwitoro menyebut, salah satu komisioner KPU Tangsel positif COVID-19. "Ada dua yang positif, satu komisioner, satu tenaga pendukung," kata Bambang, Kamis (17/9/2020).

Bambang mengatakan, kedua orang yang positif itu berstatus orang tanpa gejala (OTG) dan saat ini mereka menjalani isolasi mandiri. "Dua-duanya OTG, sedang jalani isolasi mandiri," kata dia.

Bambang memastikan, saat ini gedung KPU Tangsel sudah clear dari virus sebab, penyemprotan disinfektan sudah dilakukan di semua area gedung pasca adanya info tentang anggota yang positif.

"Kemarin disemprot, pas kita menghubungi BPBD, disemprot dengan disinfektan, besok kita melakukan swab untuk seluruh pegawai," kata dia.

Baca Juga: Darurat COVID-19, Ormas Islam Ramai-ramai Minta Pilkada 2020 Ditunda

7. Enam calon kepala daerah positif COVID-19, KPU Sumut enggan beberkan nama

Pilkada Jalan Terus, Lonjakan Kasus COVID-19 di Depan Mata Ilustrasi (IDN Times/Mardya Shakti)

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatra Utara mendata setidaknya ada enam calon kepala daerah yang dinyatakan positif COVID-19. Informasi itu diketahui berdasarkan hasil swab yang disampaikan saat para Balon Kada mendaftar untuk maju dalam pilkada serentak Desember mendatang.

Enam calon kepala daerah tersebut antara lain berasal dari Kota Binjai 1 Orang, Kabupaten Tapanuli Selatan 1 orang, Kota Sibolga 4 orang.

Namun Komisioner KPU Sumut Batara Manurung enggan membeberkan nama-nama yang dinyatakan positif COVID-19. Alasannya, ada aturan yang mengisyaratkan bahwa rekam medis kesehatan bagian yang tidak boleh disampaikan kepada publik.

"Menurut keputusan KPU Nomor 394 tahun 2020 tentang pedoman teknis pendaftaran, dinyatakan rekam medis bacalon adalah dokumen yang dikecualikan untuk informasi publik dan keputusan KPU nomor 116 tahun 2016, tentang rekam medis kesehatan bagian yang dikecualikan untuk informasi publik," jelas Batara.

8. Pusat Studi Hukum UII: Keselamatan rakyat menjadi hukum yang tertinggi dalam sebuah negara

Pilkada Jalan Terus, Lonjakan Kasus COVID-19 di Depan Mata Ilustrasi (IDN Times/Mardya Shakti)

Kepala Pusat Studi Hukum (PSH) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Anang Zubaidy angkat bicara. Anang menjelaskan, keselamatan rakyat adalah hukum yang tertinggi di suatu negara. Untuk itu, dia berharap agar pelaksanaan pilkada ditunda sampai dengan ditemukannya vaksin COVID-19. Hal ini semata-mata demi menyelamatkan nyawa rakyat Indonesia.

"Pertimbangan keselamatan nyawa rakyat harus dipandang lebih penting dari agenda ketatanegaraan apapun. Kaidah hukum yang berlaku dan semestinya dipedomani oleh seluruh pengambil kebijakan," paparnya.

Selain itu terdapat terdapat lima alasan yang membuat Pilkada ini harus ditolak. Pertama, pelaksanaan pilkada di tengah pandemik sangat rawan dan potensial menambah jumlah kasus positif COVID-19.

Kedua, penanganan pandemik COVID-19 membutuhkan banyak biaya/anggaran, alangkah bijaknya kalau anggaran penyelenggaraan pilkada dialihkan untuk penanggulangan pandemik COVID-19.

Ketiga, penundaan pelaksanaan Pilkada tidak akan mengganggu pelayanan publik di pemerintahan daerah. Hal ini karena di daerah yang sudah berakhir masa jabatan kepala daerahnya sudah ditunjuk Penjabat Kepala Daerah.

Keempat, sudah banyak penyelenggara dan peserta pilkada yang sudah positif terkena COVID-19. Diantaranya Ketua KPU Pusat, KPU Daerah, dan beberapa peserta pilkada. Tidak menutup kemungkinan jumlah ini akan bertambah.

"Kelima tidak ada jaminan protokol kesehatan akan dijalankan dengan ketat, meskipun komitmen ini sudah ditegaskan oleh Pemerintah, DPR, dan KPU atau KPUD. Pelaksanaan pilkada sangat potensial menghadirkan massa baik dalam jumlah besar maupun kecil," terangnya.

Baca Juga: IDI: Bom Waktu Pilkada 2020 Berpotensi Munculkan Jutaan Kasus COVID-19

Topik:

  • Febriana Sintasari
  • Septi Riyani

Berita Terkini Lainnya