Pandemik Membuat Dolanan Tradisional Anak Kian Terpinggirkan   

Tahap anak menyentuh dan bermain hilang di masa pandemik

Yogyakarta, IDN Times - Waktu berlalu dengan cepat, tak terasa Helena murid kelas 6 SD di Prambanan ini harus berpisah dengan teman-teman sekelasnya. 

Ditemui di teras rumahnya, anak perempuan dengan wajah oval dan rambut berombak ini hanya bermain masak-masakan dan boneka seorang diri. 

"Ibu kerja, bapak jaga adik," ujarnya kepada IDN Times, Minggu (6/6/2021).

Ketika ditanya mengapa tidak bermain dengan tetangganya, Helena menjawab tidak ada anak seusia dirinya di sekeliling rumahnya. Kalaupun ada, kebanyakan anak laki-laki yang tidak memperbolehkan anak perempuan seperti dirinya bergabung. 

"Dulu sebelum lulus dan pandemik, beberapa teman sekolah datang ke rumah. Bermain petak umpet, yeye (lompat tali) dan sudamanda (engklek)," ceritanya.

Tak ada teman yang datang membuatnya merasa kesepian. 

1. Tak ada pelajaran tentang permainan tradisional anak

Pandemik Membuat Dolanan Tradisional Anak Kian Terpinggirkan   Penjual mainan tradisional gerabah tetap menjajakan dagangannya meski tidak ada perayaan Dugderan tahun 2021 ini karena masih ada pandemik COVID-19. (IDN Times/Anggun Puspitoningrum).

Tak lagi bermain dolanan tradisional juga dialami oleh Mentari. Murid sekolah menengah di daerah Kalasan ini, mengungkapkan sudah sejak lama tak lagi memegang mainan yang sering dilakukannya di masa kecil. 

Menurutnya pelajaran di sekolahnya sejak kelas 3 hingga 7 saat ini tak ada yang mengupas tentang permainan tradisional. 

"Dulu sering main bekel dan dakon. Tapi sudah lama banget itu, terakhir kelas 2 SD," ujar Mentari. 

Pelajaran dan tugas yang menumpuk ditambah banyaknya ujian, menjadikan remaja 13 tahun ini semakin jauh dari permainan tradisional. 

 

Baca Juga: Pernak-Pernik Lebaran Murah Meriah Bisa Dibeli di Pasar Beringharjo

2. Dolanan Anak Jogja lakukan pengenalan permainan tradisional sejak tahun 2014

Pandemik Membuat Dolanan Tradisional Anak Kian Terpinggirkan   Permainan tradisional anak, egrang. Instagram.com/ dolanananak.jogja

Keprihatinan tentang permainan tradisional tak akan mendapat tempat di hati anak-anak, menjadi kekhawatiran Isa Prasetyo. Pemerhati dolanan tradisional anak di Yogyakarta ini sejak tahun 2014 sudah merasakan kecemasan.

"Keprihatinan sejak tahun 2014, waktu smartphone sudah mulai banyak yang mengakses. Dan semakin cemas hingga tahun 2019," papar Isa kepada IDN Times, Sabtu (5/6/2021). 

Kecemasan ini yang mendorong Isa dan teman-temannya akhirnya membentuk kelompok Dolanan Anak Jogja (DAJ). Berbagai acara untuk mendekatkan permainan kepada anak dan keluarganya, disajikan dalam berbagai bentuk. Mulai dari acara festival hingga pemberian mainan gratis. 

"Pada waktu itu banyak yang akhirnya sadar oh, iya ya kalau ini hilang terus bagaimana. Kami mulai gencar untuk lebih mengenalkan dolanan anak agar tidak hilang. Berbagai pertemuan fisik membantu kami untuk terus melakukannya."

3. Pandemik akibatkan anak tak bisa bermain bersama

Pandemik Membuat Dolanan Tradisional Anak Kian Terpinggirkan   Permainan tradisional anak. Instagram.com/ dolanananak.jogja

Tapi di saat pandemik, Isa merasakan tahapan dalam mengenalkan permainan anak menjadi hilang.  Guru SMP Mangunan ini menyatakan terdapat tiga tahap untuk melestarikan permainan tradisional. Yang pertama adalah mengenal, menyentuh dan terakhir adalah bermain bersama. 

Isa mencemaskan saat ini anak tak bisa berada dalam tahap menyentuh dan bermain bersama.  

"Ada peraturan tentang social distancing. Jika ingin dimainkan paling hanya berdua saja dengan saudaranya. Mainnya seperti dakon, bekel, yang penting tetap ada tahap menyentuh."

Untuk permainan dengan banyak orang, Isa menyatakan kemungkinan tak lagi dapat dilakukan.

 

4. Membuat konten tentang cara membuat permainan anak

Pandemik Membuat Dolanan Tradisional Anak Kian Terpinggirkan   Permainan tradisional anak. Instagram.com/ dolanananak.jogja

Disinggung tentang permainan tradisional apakah bisa dimasukkan di aplikasi smatphone, menurutnya hal tersebut tak bisa lakukan. Proses menyentuh langsung benda atau alat permainan tak bisa dilakukan. 

"Kami belum ke arah aplikasi, takitnya mereka (anak-anak) akan kehilangan level kedua tadi yaitu bersentuhan tadi. Tapi jika tentang bagaimana membuat atau tutorialnya gak papa dibuat. Jadi proses bersentuh atau menyentuh itu tidak akan tergantikan," ujar Isa.

Saat ini ia bersama dengan teman-temannya di DAJ tak dapat lagi membuat kegiatan yang mendatangkan banyak orang. Keinginan tetap melestarikan permainan tradisional mereka lakukan dengan membuat konten di YouTube tentang cara membuat hingga tahap bagaimana mempermainkannya.

"Saat ini kami sedang dalam tahap membuat konten tersebut, tapi ini masih dalam tahap perencanaan," pungkas Isa. 

 

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya