Sepi Permintaan, Petani Garam di Gunungkidul Jadi Tukang Batu  

Petani garam pertanyakan niat pemerintah lakukan impor

Gunungkidul, IDN Times - Rencana pemerintah untuk melakukan impor garam ditanggapi oleh petani garam di Kabupaten Gunungkidul. Petani merasa mereka mampu memproduksi garam namun sayangnya selama masa pandemik permintaan turun drastis. 

Ketua kelompok petani garam Tirta Bahari, Winarto mengaku petani garam di Pantai Sepanjang selama masa pandemik tak lagi memproduksi garam karena permintaan pasar juga sepi. Hal ini berimbas kepada 24 anggotanya akhirnya memilih beralih profesi menjadi buruh bangunan. 

"Permintaan garam sepi, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari beralih menjadi tukang batu," ujarnya saat dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa (16/3/2021).

 

Baca Juga: Kritik Kebijakan Impor Garam, Pustek UGM: Pemerintah Cuma Reaktif

1. Lahan pengolahan luas, petani garam pertanyakan niat pemerintah lakukan impor

Sepi Permintaan, Petani Garam di Gunungkidul Jadi Tukang Batu  ANTARA FOTO/Saiful Bahri

Winarto menilai kebijakan impor garam tidak tepat dilakukan. Apalagi Indonesia memiliki potensi yang besar salah satunya berada di Gunungkidul.

"Kalau ada pendampingan dan pelatihan tentunya akan lebih baik, namun untuk saat ini ya tak berubah. Punya lahan (bahan membuat garam) kok impor," ujarnya.

2. Setiap kali proses, petani mampu hasilkan 1 kuintal garam

Sepi Permintaan, Petani Garam di Gunungkidul Jadi Tukang Batu  Pinterest

Pada awal pandemi kata Winarto, petani sudah memproduksi garam namun akhirnya berhenti. Padahal setiap satu kali proses, kelompoknya bisa memproduksi satu kuintal garam. 

"Hasil produksi garam cukup menjanjikan namun keadaan yang memaksa petani tak lagi memproduksi garam," ujarnya.

 

3. Jika ada permintaan, petani mendapat uang Rp2,4 juta per bulan

Sepi Permintaan, Petani Garam di Gunungkidul Jadi Tukang Batu  ANTARA FOTO/Arnas Padda

Selain sepi permintaan, salah satu pengurus Petani Garam Dadap Makmur, Pantai Dadap Ayam, Triyono sejak setahun terakhir pompa pengolahan mengalami kerusakan. "Jadi awalnya hanya mesin pompa, tapi karena tidak ada aktivitas produksi maka terpal-terpal juga ikut rusak," katanya.

Kerusakan dalam proses produksi sudah dilaporkan kelompoknya, bahkan terang Triyono, saat ini kelompoknya sudah mendapatkan bantuan mesin pompa dan terpal. 

Triyono mengatakan jika ada permintaan, petani garam bisa mendapatkan uang Rp2,4 juta per bulannya. 

"Sebelum berhenti operasi setiap bulan bisa menghasilkan delapan kuintal garam. Untuk harga hanya laku sampai Rp3 ribu per kilogram," katanya.

Baca Juga: Pilih Impor Garam, Pemerintah Dituding Gagal Genjot Produksi Nasional

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya