Kronologi Slamet: Umat Katolik yang Ditolak Tinggal di Dusun Karet

Diberi 6 bulan untuk tinggal merupakan pengusiran halus‎

Bantul, IDN Times - Kasus penolakan menempati rumah yang menimpa Slamet Jumiarto, warga non-muslim yang baru mengontrak di sebuah rumah milik warga Dusun Karet, Desa Pleret, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul, membuat kerukunan umat beragama di Yogyakarta kembali dipertanyakan.

Slamet harus angkat kaki dari rumah kontrakannya –tiga hari setelah ia tempati–karena ditolak warga dengan alasan "kesepakatan bersama" yang membuat non-muslim tidak boleh tinggal di Dusun Karet.

Baca Juga: Intoleransi, Warga Non-muslim Ditolak Tinggal di Dusun Karet Bantul

1. Ketua RT 08 langsung menolak warga non-muslim tinggal di Dusun Karet‎

Kronologi Slamet: Umat Katolik yang Ditolak Tinggal di Dusun KaretIDN Times/Daruwaskita

Ditemui awak media di rumah kontrakan tersebut di RT 8, Dusun Karet, Slamet bercerita tentang perlakukan intoleransi yang keluarganya alami. Menurutnya, tak semua warga sepakat menolak non-muslim tinggal di Dusun Karet.

Bahkan, ada warga asli kelahiran Dusun Karet yang tidak tahu bahwa ada aturan yang ditandatangani oleh Kepala Dusun dan Ketua Kelompok Kegiatan (Pokgiat) Dusun Karet untuk melarang umat non-muslim tinggal di sana.

"Jadi, pada hari Sabtu (30/3) saya dan istri serta anak menempati rumah kontrakan, dan sebelum mengontrak sudah tanya ke pemilik rumah bahwa (saya) bukan muslim dan dijawab tidak masalah," kata Slamet, Selasa (2/4).‎

Pada hari Minggu (31/3), sambung Slamet, dirinya menemui Ketua RT 08 untuk memberikan identitas dirinya dan pemberitahuan untuk tinggal.

"Begitu ditanya, (apakah saya) non-muslim, maka dilarang untuk tinggal," ceritanya.

"Saya juga mau menemui Kepala Dusun namun belum tahu namanya dan rumahnya, belum sempat bertemu dan juga bertemu dengan Kepala Desa".

2. Terbawa emosi, kasus dilaporkan ke sekretaris Sultan HB X‎

Kronologi Slamet: Umat Katolik yang Ditolak Tinggal di Dusun KaretIDN Times/Daruwaskita

Slamet mengaku sangat emosi atas kejadian yang menimpa dirinya. Dia pun langsung melapor ke sekretaris pribadi Gubernur DIY Sri Sultan HB X.

"Kemudian saya ditemukan dengan Sekda DIY kemudian diminta ke Sekda Bantul dan oleh pejabat dari Pemkab Sleman diantar ke Balai Desa Pleret," ungkapnya.

3. Mediasi di Balai Desa Pleret tetap menolak keberadaan keluarga Slamet

Kronologi Slamet: Umat Katolik yang Ditolak Tinggal di Dusun KaretIDN Times/Daruwaskita

Saat tiba di Balai Desa, Kepala Desa memanggil Ketua RT dan Kepala Dusun untuk melakukan mediasi. Akan tetapi, hasil mediasi tersebut tetap menolak kehadiran keluarganya untuk mengontrak rumah di Dusun Karet.

"Kemudian Senin (1/4) malam ada mediasi yang dihadiri oleh Pak Camat, Pak Lurah, Pak Dukuh, Ketua Pokgiat dan pejabat Pemda lainnya, dan hasilnya ada sebagian warga yang menerima," ujarnya.

"Ada warga yang bilang: 'Gak apa-apa tinggal di sini, asal tidak mengadakan doa di rumah dan tidak merugikan warga meski beda agama,'"ujarnya lagi.

4. Diberi waktu 6 bulan untuk tinggal sementara

Kronologi Slamet: Umat Katolik yang Ditolak Tinggal di Dusun KaretIDN Times/Daruwaskita

Meski ada beberapa warga yang menyambutnya, Ketua RT 08 menyarankan agar masa tinggal keluarga Slamet dipersingkat hingga 6 bulan dan sisa uang kontrakan dikembalikan.

"Namun kalau tidak satu tahun, saya tolak dan minta uang sewa selama satu tahun dikembalikan karena saya sudah tidak punya uang," tuturnya.

Menurut Slamet, memberikan kesempatan untuk tinggal selama 6 bulan sama saja melakukan penolakan namun dilakukan secara halus.

"Akhirnya saya tetap mengalah dan akan pindah namun aturan yang intoleran tersebut dihapus karena bertentangan dengan UU," ungkapnya.

5. Keluarga sudah trauma dan memilih akan pindah

Kronologi Slamet: Umat Katolik yang Ditolak Tinggal di Dusun KaretIDN Times/Daruwaskita

Slamet mengaku istri dan anaknya juga sudah trauma dengan warga yang menolak dirinya tinggal di rumah kontrakan karena non-muslim.

"Ya, pindah ndak mungkin lagi bertahan karena keluarga sudah trauma," ujarnya.‎

Saat dikonfirmasi IDN Times pada Senin (1/4) malam, Sekda Kabupaten Bantul, Helmi Jamharis, membenarkan adanya insiden di atas. "Ya, benar tadi ada warga pengontrak di Dusun Karet yang ditolak oleh warga lain karena non-muslim," kata Helmi.

Kejadian intoleransi seperti ini bukan pertama kali terjadi di Yogyakarta. Beberapa waktu lalu seorang camat yang bukan beragama muslim juga sempat mengalami penolakan dari warganya.

Lalu, menjelang akhir 2018, tanda makam seorang Katolik, yang dikuburkan di pemakaman umum sebagian besar berisi kuburan Muslim, juga harus dipotong karena dinilai mirip dengan salib.

Baca Juga: Kasus Pemotongan Salib, Sultan HB X Minta Maaf

Topik:

  • Yogie Fadila
  • Gunawan Hindrojono

Berita Terkini Lainnya