14 Tahun Gempa Yogyakarta 2006, BPBD Minta Masyarakat Jangan Terlena

Masyarakat punya modal sosial yang tinggi untuk bangkit

Bantul, IDN Times - ‎Hari ini tepat 14 tahun silam, masyarakat DI Yogyakarta dan sekitarnya dikejutkan dengan gempa bumi berkekuatan 5,9 skala Richter yang berpusat di Bantul. Gempa berdurasi 57 detik itu meluluhlantakkan bangunan rumah dan mengakibatkan ribuan nyawa melayang.

Baca Juga: 14 Tahun Berlalu, Netizen Kenang Kisah Haru Gempa Yogyakarta 2006

1. Kekuatan struktur bangunan yang bisa berkurang seiring usia

14 Tahun Gempa Yogyakarta 2006, BPBD Minta Masyarakat Jangan TerlenaIDN Times/Daruwaskita

Kini bekas-bekas gempa dahsyat tersebut sulit kita jumpa di sekitar kita. Puing-puing tersebut telah berganti bangunan kokoh dengan tulangan besi yang mampu menahan gempa dengan kekuatan tertentu.

Namun, Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Bantul, Dwi Daryanto mengingatkan bahwa kekuatan bangunan juga dimakan usia sehingga perlu dilakukan pengecekan kekuatan struktur bangun dan dilakukan perbaikan jika sudah waktunya untuk diperbaiki.

"Kalau dilihat struktur bangunan rumah warga di Bantul dipastikan sudah menggunakan tulangan besi namun tulangan besi juga dimakan usia sehingga perlu dilakukan pengecekan dan perbaikan," kata Dwi ketika dihubungi melalui sambungan telepon, Rabu (27/5).

2. Modal sosial ketika gempa bumi 2006 bisa menjadi modal untuk penanggulangan COVID-19

14 Tahun Gempa Yogyakarta 2006, BPBD Minta Masyarakat Jangan Terlenapixabay.com

Dwi mengatakan pada gempa Yogyakarta 2006 silam, korbannya bisa dengan mudah terlihat mata. Mulai dari warga yang mengalami luka-luka, meninggal dunia hingga bangunan yang rusak ringan hingga berat. Sehingga, penanganannya pun lebih cepat. Terlebih ditambah modal sosial masyarakat berupa gotong royong yang mempercepat proses pemulihan pasca gempa.

"Modal sosial yang dimiliki masyarakat Bantul ini harus juga bisa dikelola ketika saat ini kita menghadapi bencana COVID-19 yang tidak kelihatan. Siapa yang menularkan dan siapa yang tertular sama sekali tidak kita ketahui," ucapnya.

Physical distancing dan pola hidup yang bersih dan sehat dapat dilakukan masyarakat secara bergotong royong dengan melaksanakannya di rumah masing-masing.

"Gotong royong, kebersamaan untuk saat ini tidak perlu dimaknai harus kerja bareng-bareng yang justru bisa menjadi tempat penularan COVID-19 namun bisa bisa bersama-sama dilakukan di rumah masing-masing secara serentak," ucapnya.

3. Keberadaan desa tangguh bencana juga bisa menjadi pelopor penanggulangan COVID-19‎

14 Tahun Gempa Yogyakarta 2006, BPBD Minta Masyarakat Jangan TerlenaPelantikan pengurus FPRB Bantul, periode 2020-2023. IDN Times/Daruwaskita

Keberadaan desa tangguh bencana yang saat ini sudah mencapai 43 desa juga bisa menjadi modal bagi masyarakat untuk memutus mata rantai penularan COVID-19.

"Ada relawan, ada FPRB (Forum Pengurangan Risiko Bencana) di setiap desa yang bisa menjadi pelopor untuk memutus mata rantai penularan COVID-19 karena relawan, FPRB tidak saja bergerak ketika ada bencana alam namun ketika ada bencana pandemik COVID-19 mereka bisa juga berkontribusi," ungkapnya.

4. Tetap meningkatkan kewaspadaan karena bencana gempa bumi tidak bisa diprediksi‎

14 Tahun Gempa Yogyakarta 2006, BPBD Minta Masyarakat Jangan TerlenaIlustrasi (IDN Times/Sukma Shakti)

Lebih lanjut, Dwi mengatakan bahwa masyarakat Bantul harus juga bersahabat dengan bencana seperti gempa bumi dengan melakukan mitigasi bencana. Sehingga ketika bencana itu terjadi sewaktu-waktu, masyarakat sudah tahu apa yang harus dilakukan sehingga dampaknya bisa diminimalkan.

"Masyarakat jangan terlena karena bencana alam seperti gempa bumi sewaktu-waktu bisa terjadi dan tidak ada yang bisa memprediksi sehingga masyarakat harus terus meningkatkan kewaspadaan," pungkasnya.‎

Baca Juga: Gempa 2006: Dua Tahun Mengembalikan Jogja Seperti Sediakala

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya