Inggris Kini Catatkan Angka Kematian COVID-19 Tertinggi di Eropa

Inggris salip Italia dengan angka kematian 29.247

Jakarta, IDN Times - Inggris kini telah mengambil alih posisi Italia dengan mencatat angka kematian terbanyak akibat COVID-19 di Benua Eropa. Stasiun berita BBC, Selasa (5/5), Inggris mencatatkan 29.427 orang yang meninggal akibat terinfeksi virus Sars-CoV-2 itu. Menteri Luar Negeri Inggris, Dominic Raab mengatakan angka kematian yang begitu tinggi merupakan sebuah tragedi masif. 

Sementara, angka kematian di Italia mencapai 29.315. Menurut Kepala Statistik BBC, Robert Cuffe angka ini dicapai oleh Inggris jauh lebih cepat ketimbang Italia. Namun, Cuffe mewanti-wanti membuat perbandingan di antara kedua negara tidak sesederhana yang dipikirkan. Apalagi jumlah penduduk Inggris 10 persen lebih banyak dibandingkan Italia.

Selain itu, masing-masing negara memiliki rezim uji-coba yang berbeda. Italia diketahui melakukan lebih banyak tes dibandingkan Inggris hingga saat ini. 

Menlu Raab pun mengaku tidak ingin terlalu fokus pada perbandingan yang dilakukan oleh dunia internasional. Apalagi biasanya perbandingan itu akan berujung pada kesimpulan negara mana yang lebih buruk dalam mengantisipasi COVID-19. 

"Saya pikir kita tidak akan mendapatkan penilaian sesungguhnya mengenai bagaimana suatu negara melalui pandemik ini hingga berlalu dan khususnya hingga kita mendapatkan data yang komprehensif mengenai penyebab kematian," tutur Menlu Raab. 

Perkembangan penting ini terjadi sebelum Perdana Menteri Boris Johnson akan memberikan pernyataan ke publik dalam waktu dekat. Dalam pernyataannya nanti, Johnson diprediksi akan memaparkan langkah Inggris ke depan dalam menghadapi pandemik ini. 

Lalu, apakah ini resmi episentrum di Benua Eropa sudah berpindah dari Italia ke Inggris?

1. Inggris akan memasuki tahap kedua lockdown

Inggris Kini Catatkan Angka Kematian COVID-19 Tertinggi di Eropa(Menlu Inggris Dominic Raab) Pippa Fowles/10 Downing Street via EPA-EFE

Dalam keterangannya, Menlu Saab mengatakan kini warga Inggris terpaksa harus beradaptasi dengan apa yang dinamakan "new normal", suatu kegiatan yang baru dan lebih terbatas menjadi bagian dari kehidupan mereka. Ia mengatakan tahap kedua dalam lockdown di Inggris tidak akan mudah. 

"Kami ingin memastikan bahwa fase selanjutnya lebih nyaman dan bertahan lama. Tetapi, kita tidak perlu berada di bawah ilusi, karena fase selanjutnya tidak akan mudah," kata dia seperti dikutip dari stasiun berita CNN

Tetapi, menurut media, data pemerintah belum menggambarkan jumlah kematian sesungguhnya. Data yang dirilis pada (5/5) kemarin mengindikasikan pada akhir April kematian telah melewati angka harian yang dilaporkan oleh para menteri. 

Berdasarkan data dari Kantor Nasional Statistik Inggris (ONS) ada 29.998 kematian akibat COVID-19. Angka itu diperoleh dari data sertifikat kematian yang dirilis dan terakhir dikeluarkan pada (24/4) lalu. Dalam data itu turut mencakup kematian yang baru sebatas diduga akibat COVID-19, termasuk mereka yang meninggal di rumah panti jompo.

Bila dibandingkan dengan data yang dirilis oleh pemerintah pada periode itu, maka angkanya berbeda jauh. Pada (24/4) lalu, Pemerintah Inggris merilis angka kematian akibat COVID-19 mencapai 20.732. Saat itu, pemerintah tidak ikut memasukan warga yang meninggal di luar rumah sakit. Orang-orang yang meninggal di luar rumah sakit baru dimasukan ke dalam data pemerintah pada pekan lalu. 

Baca Juga: Ketahuan Temui Kekasih, Penasihat COVID-19 Pemerintah Inggris Mundur

2. Pemerintah menilai tidak adil bila penanganan COVID-19 di Inggris lebih parah dibandingkan Italia

Inggris Kini Catatkan Angka Kematian COVID-19 Tertinggi di EropaIlustrasi Corona (IDN Times/Arief Rahmat)

Sementara, pengajar di Universitas Cambridge, David Spiegelhalter menilai tidak ada satu pun negara di dunia ini yang melakukan penanganan COVID-19 secara baik. 

"Ini bukan kontes Eurovision dan percuma bila mencoba untuk membuat peringkat di antara negara-negara itu," kata Spiegelhalter. 

Perbandingan yang memungkinkan yakni ketika melihat semua penyebab kematian, lalu disusun sesuai dengan usia di masing-masing negara. Tetapi, itu pun kata dia, akan sulit untuk membuat penjelasan alasan adanya perbedaan di masing-masing negara. 

Sementara, koresponden kesehatan di BBC mengatakan populasi di Inggris sedikit lebih banyak ketimbang Italia. Sehingga, bila dihitung kasus positif di penduduknya, maka jumlah kasus COVID-19 di Italia masih lebih banyak. 

"Belum lagi bila dibandingkan dengan jumlah tes COVID-19 yang dilakukan di Italia dengan Inggris. Persebaran pasien yang meninggal di kedua negara juga berbeda. Separuh dari jumlah pasien yang meninggal di Italia berada di Lombardy, sedangkan di Inggris, mereka tersebar," ungkap Nick Triggle. 

Kurang dari seperlima jumlah pasien COVID-19 yang meninggal di London. 

3. PM Boris Johnson dikritik karena telat memberlakukan lockdown

Inggris Kini Catatkan Angka Kematian COVID-19 Tertinggi di EropaPerdana Menteri Inggris, Boris Johnson. instagram.com/borisjohnsonuk

Meningkatnya angka kematian di Inggris akibat COVID-19 memicu kritik bertubi-tubi ke PM Boris Johnson. PM Johnson dinilai lebih lambat menerapkan kebijakan karantina wilayah dibandingkan para pemimpin negara lain di Eropa. Ia baru memerintahkan lockdown pada Maret lalu. 

Partai oposisi mempertanyakan alasan Johnson begitu lama menerapkan kebijakan lockdown. Dalam dua hari ke depan, Johnson akan rapat dengan para ahli untuk melakukan evaluasi dari lockdown yang telah diberlakukan sejak enam pekan lalu. Para ilmuwan yang ikut rapat juga akan membawa bukti-bukti apakah lockdown sukses mengendalikan wabah COVID-19 di Inggris. Dari bukti itu lah yang dijadikan dasar bagi PM Johnson untuk mengambil keputusan selanjutnya. 

Keputusan bisa saja Inggris mulai melonggarkan lockdown atau justru memperpanjang karantina wilayah. 

Baca Juga: Kasus Virus Corona di Dunia Sudah Tembus 3,7 Juta, Terbanyak di AS

Topik:

Berita Terkini Lainnya