Di Tengah Pandemik, Trump Paksa Sekolah Harus Kembali Dibuka di AS
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Presiden Donald J. Trump memaksa sekolah di seluruh area di Amerika Serikat untuk dibuka kembali pada semester gugur mendatang. Kebijakan ini diprotes oleh banyak pihak karena dinilai membahayakan kesehatan para siswa di tengah pandemik COVID-19.
Apalagi kasus pandemik COVID-19 di Negeri Paman Sam terus meningkat. Berdasarkan data dari laman World O Meter pada Selasa (14/7/2020), kasus positif di AS telah menembus angka 3,4 juta. Sedangkan, ada 138.247 warga yang meninggal dunia akibat terpapar virus Sars-CoV-2 itu.
Soal keputusan agar sekolah di seluruh area di AS kembali dibuka disampaikan oleh Menteri Pendidikan Betsy Devos ketika diwawancarai oleh stasiun berita CNN. Ia mengatakan sudah saatnya sekolah kembali dibuka dan anak-anak kembali ke kelas untuk belajar.
"Anak-anak perlu kembali ke sekolah dan kembali ke dalam kelas," ungkap Devos seperti dikutip dari stasiun berita Al Jazeera pada Senin, 13 Juli 2020.
Dalam wawancara itu, Devos pun mengakui situasi pandemik COVID-19 di beberapa negara bagian dalam kondisi parah. Bahkan, di negara bagian Florida ada 15 ribu kasus baru COVID-19 per hari. Namun, menurut Devos, anak-anak tetap bisa kembali ke sekolah dengan kondisi yang aman.
Mengapa kemudian pemerintahan Trump begitu ngotot ingin agar sekolah segera dibuka?
1. Trump mengancam akan memotong anggaran bagi negara bagian yang menolak membuka sekolah
Harian New York Times pada 10 Juli 2020 sempat melaporkan Trump mengancam distrik yang tidak mematuhi instruksi untuk membuka kembali sekolah, maka anggarannya akan dipotong. Pertanyaan itu kemudian dikonfirmasi kepada Menteri Pendidikan DeVos. Ia membantah soal adanya rencana pemerintah federal memotong anggaran bagi sekolah-sekolah yang menolak untuk membuka kelas pada September mendatang.
"Kami tidak memiliki niat untuk mengambil dana itu," kata DeVos.
Menurut stasiun berita Al Jazeera, besaran dana yang akan dipotong mencapai 10 persen. Namun, bagi pengelola sekolah di AS, bila mereka harus kembali menghidupkan sistem pengajaran tatap muka, biaya kesehatan yang harus ditanggung terlalu besar. Maka, kemungkinan sistem yang akan diterapkan yaitu kombinasi sekolah jarak jauh dan tatap muka. Alternatif kedua yakni sistem pengajaran tetap dari jarak jauh sepenuhnya.
Baca Juga: Sempet Ngeyel, Trump Akhirnya Mau Pakai Masker, Mengapa?
2. CDC tengah membuat panduan bagaimana memulai pengajaran di sekolah secara aman
Sementara, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS tengah menggodok panduan bagi sekolah agar bisa kembali buka memasuki semester gugur mendatang. Mereka telah menyusun itu selama berminggu-minggu untuk mencegah agar siswa tidak terpapar COVID-19 ketika kegiatan belajar-mengajar dimulai. Beberapa rekomendasi di antaranya yaitu tetap jaga jarak, meningkatkan aktivitas penyemprotan disinfektan, membersihkan fasilitas di sekolah, menghindari area makan bersama di kafetaria, hindari berbagai benda untuk digunakan bersama-sama, dan memastikan sistem saringan udara selalu diperbarui.
Menurut panduan itu, bila ada siswa yang positif terpapar COVID-19 maka sekolah harus ditutup dua hingga lima hari. Lalu, petugas kesehatan akan memutuskan apa langkah selanjutnya.
Menurut keterangan seorang pejabat berwenang, kendati panduan itu telah dibuat selama berminggu-minggu, tetapi belum memperoleh persetujuan dari pejabat tinggi di CDC atau di Gugus Tugas.
Trump bersikukuh tetap ingin membuka sekolah karena beberapa negara lain di Eropa sudah melakukannya dan tidak ada permasalahan apapun yang muncul.
"Di Jerman, Denmark, Norwegia, Swedia dan di negara lain, SEKOLAH TETAP DIBUKA DAN TANPA MASALAH!" cuit Trump pada pekan lalu.
3. Mantan Menteri Pendidikan di era Obama sebut Trump tak punya kewenangan potong anggaran
Sementara, menurut mantan Menteri Pendidikan di era Presiden Barack Obama, Arne Duncan, Trump tidak memiliki otoritas legal di mata hukum untuk menahan dana yang dialokasikan ke sekolah.
"Mengancam orang, mengintimidasi, dan berbohong tidak akan berhenti menyebarkan virus. Ini sangat menggelikan, lucu dan sekaligus sedih di waktu yang bersamaan," kata Duncan.
Baca Juga: Trump Kirim Surat ke PBB untuk Proses Keluar dari Keanggotaan WHO