Sudah Tinggal di Singapura, Bagaimana KPK akan Proses Tersangka BLBI?

Sjamsul dan Itjih Nursalim telah jadi warga tetap Singapura

Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadapi tantangan berat untuk memproses tersangka pengemplang dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Sjamsul dan Itjih Nursalim. Keduanya, resmi diumumkan sebagai tersangka oleh KPK pada Senin sore (10/6) untuk kasus korupsi BLBI. 

Sjamsul merupakan salah satu obligor atau penerima pinjaman dana BLBI. Ia diketahui merupakan pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) yang ikut menerima dana talangan dari Bank Indonesia ketika terjadi krisis ekonomi pada 1997 lalu. Total kucuran dana yang ia terima mencapai Rp37 triliun. 

Tapi, belum juga lunas pinjaman itu dikembalikan, Sjamsul malah diberikan Surat Keterangan Lunas (SKL) oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) pada 2004 lalu. Padahal, ketika itu, ia diketahui masih menunggak sekitar Rp4,58 triliun. 

"Setelah melakukan proses penyelidikan dan ditemukan bukti permulaan yang cukup sebagaimana diatur dalam pasal 44 UU nomor 30 tahun 2002 tentang KPK, maka KPK membuka penyidikan baru dugaan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan Syafruddin Arsyad Temenggung selaku Kepala BPPN dalam proses pemenuhan kewajiban pemegang saham BDNI selaku obligor BLBI kepada BPPN dengan tersangka SJN (Sjamsul Nursalim) dan ITN (Itjih Nursalim)," kata Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif ketika memberikan keterangan pers pada Senin kemarin. 

Sjamsul dan istrinya kemudian kabur ke Singapura pada 2003 lalu. Semula, Sjamsul mengaku berangkat ke sana untuk kepentingan pemeriksaan kesehatan. Tetapi, setelah itu, ia tak pernah kembali ke Tanah Air. Pasangan suami istri itu bahkan diketahui telah menjadi penduduk tetap Negeri Singa.

Hal ini menandakan tinggal sedikit lagi, mereka bisa sepenuhnya menjadi warga negara Singapura. Lalu, apa langkah KPK untuk tetap dapat memproses keduanya? 

1. KPK sudah menyiapkan metode alternatif untuk menggelar sidang secara in absentia

Sudah Tinggal di Singapura, Bagaimana KPK akan Proses Tersangka BLBI?(Ilustrasi hakim di pengadilan) IDN Times/Sukma Shakti

Menurut Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif, lembaga antirasuah sudah memanggil Sjamsul dan Itjih secara formal dan informal. Dalam catatan KPK, pemanggilan formal dilakukan sebanyak tiga kali yaitu: 

  • 8-9 Oktober 2018
  • 22 Oktober 2018
  • 28 Desember 2018

"Kami juga bahkan melakukan pemanggilan ke kediamannya yang berada di luar negeri. Kami juga mengirimkan panggilan ke kantor perusahaan yang dianggap merupakan afilifasi kedua tersangka," kata Syarif ketika memberikan keterangan pers di gedung KPK. 

Pria yang sempat jadi aktivis lingkungan hidup itu juga menjelaskan salah satu materi konferensi pers pada Senin sore juga bentuk salah satu pemanggilan kepada pasangan suami istri tersebut. KPK, kata Syarif, tetap berharap agar baik Sjamsul dan Itjih bersikap kooperatif dan kembali ke Tanah Air. Lalu, bagaimana kalau pemanggilan secara formal itu tetap tak didengar? 

"Maka, akan kami sidangkan secara in absentia," kata dia. 

Namun, Syarif tetap berpendapat agar Sjamsul dan Itjih hadir di persidangan. Tujuannya, agar keduanya bisa membela hak-haknya. 

"Karena (persidangan) in absentia itu agak susah apabila hanya mendengarkan keterangan secara sepihak," ujarnya lagi. 

Baca Juga: KPK Akhirnya Tetapkan Sjamsul dan Itjih Nursalim Tersangka Korupsi 

2. KPK menggandeng otoritas di Singapura agar bisa memulangkan Sjamsul dan Itjih Nursalim ke Indonesia

Sudah Tinggal di Singapura, Bagaimana KPK akan Proses Tersangka BLBI?IDN Times/Margith Juita Damanik

Syarif turut menjelaskan agar bisa memulangkan Sjamsul dan Itjih Nursalim ke Tanah Air, KPK tentu menggandeng mitranya di Singapura yakni Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB). Bahkan, menurut Syarif, surat pemanggilan terhadap Sjamsul dan Itjih tidak hanya disampaikan oleh penyidik KPK, namun juga oleh petugas dari CPIB. 

"Artinya, kerja sama dengan otoritas di Singapura berjalan dengan lancar," kata Syarif. 

Kerja sama yang baik antar lembaga antikorupsi, tuturnya lagi, tidak lepas dari konvensi antirasuah PBB yang telah diratifikasi oleh kedua negara. 

"Jadi, secara internasional, di dalam UNCAC jelas tertulis lembaga penegak hukum antikorupsi untuk bekerja sama baik secara bilateral, regional maupun multilateral," katanya. 

Ada dua jaringan lain yang bisa dimanfaatkan oleh KPK untuk memproses Sjamsul dan Itjih yakni melalui interpol serta imigrasi. 

"Di samping jalur-jalur tadi, kami juga bisa menggunakan jalur diplomatik yakni menggunakan perwakilan Indonesia di luar negeri di mana tempat Beliau berada," tutur dia.

3. KPK juga fokus untuk melacak aset yang masih dimiliki oleh Samsjul dan Itjih Nursalim

Sudah Tinggal di Singapura, Bagaimana KPK akan Proses Tersangka BLBI?IDN Times/Margith Juita Damanik

Selain fokus terhadap penyidikan, KPK juga kini tengah melacak aset-aset yang masih dimiliki oleh Sjamsul dan istrinya. Baik aset itu berada di Indonesia maupun di luar negeri. 

"Unit asset tracing di KPK berusaha sedemikian rupa dan bekerja sama dengan otoritas di dalam atau luar negeri untuk melakukan upaya-upaya semaksimal mungkin. Karena yang menjadi yang paling penting dalam kasus ini, maka asset recovery yang menjadi pokok dari urusan ini," kata Syarif lagi. 

Namun, belum diketahui sudah seberapa banyak aset milik Sjamsul dan istrinya yang berhasil diidentifikasi oleh KPK. 

4. KPK sempat menyebut tak menutup kemungkinan untuk memeriksa Sjamsul dan Itjih Nursalim di Singapura

Sudah Tinggal di Singapura, Bagaimana KPK akan Proses Tersangka BLBI?ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK lainnya, Alexander Marwata pernah mengatakan institusi yang ia pimpin tidak tertutup kemungkinan untuk memeriksa Sjamsul dan istrinya di Singapura. Sebab, keduanya terus mangkir apabila dipanggil secara baik-baik oleh penyidik KPK. 

"Pasti dong, pasti. Nanti kalau dipanggil gak datang-datang, kita datang ke sana (ke Singapura). Nanti kalau sidang gak hadir, kan bisa in absentia," kata Alex pada Februari lalu. 

Pihak KPK sudah berkonsultasi dan menyebut persidangan secara in absentia sesungguhnya memungkinkan. Metode itu dimungkinkan lantaran disebabkan faktor kesehatan atau usia pelaku tindak kejahatan yang sudah tak lagi memungkinkan. 

Baca Juga: KPK akan Gunakan Metode In Absentia untuk Kasus Korupsi BLBI

Topik:

Berita Terkini Lainnya