Pemerintah Dituding Langkahi Lima Syarat New Normal
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Associate professor bidang sosiologi bencana Nanyang Technological University (NTU) Singapura, Sulfikar Amir, menyoroti wacana pemerintah yang akan memberlakukan new normal atau kenormalan baru di tengah pandemik COVID-19.
Menurutnya, pemerintah melangkahi lima syarat kenormalan baru tersebut. "Kita belum sampai puncak lho tiba-tiba loncat ke normal. Apanya yang normal," kata dia ketika dihubungi IDN Times, Sabtu (30/5).
Apa saja lima syarat normal baru yang dimaksud Sulfikar?
1. Lima syarat menuju new normal
Syarat yang dimaksud Sulfikar pertama adalah high testing site atau penerapan tes COVID-19 yang masif. Selanjutnya, tight biosurveillance atau pengumpulan data yang ketat terkait COVID-19. Ketiga, solid contact tracing yakni pemerintah punya sistem pelacakan kontak pasien COVID-19 yang solid.
Keempat, sufficient hospital capacity atau ketersediaan rumah sakit dan tenaga kesehatan yang memadai, serta terakhir ialah high risk perception yaitu syarat yang berkaitan dengan persepsi masyarakat terhadap pandemi COVID-19.
"Jadi mereka lebih disiplin dan lebih berhati-hati saat. Nah sekarang kita pertanyakan apakah kriteria ini terpenuhi baik secara nasional maupun secara lokal," ujarnya.
Baca Juga: Puan Maharani: Penyusunan Teknis Protokol Normal Baru Jangan Buru-buru
2. Indonesia belum sampai puncak tapi sudah khawatir gelombang kedua
Menurut dia, pilihan pemerintah mewacanakan normal baru itu dilakukan tanpa memenuhi lima syarat utama penerapan new normal itu sendiri. "Jadi normal baru mungkin dilakukan ketika kita sudah memenuhi lima kriteria itu," kata dia
Dia pun menyayangkan, Indonesia khawatir memasuki gelombang kedua COVID-19. Padahal menurut Sulfikar, gelombang pertama saja belum berakhir di Indonesia.
3. Masyarakat diminta melakukan aktivitas tanpa ada pembuktian bahwa COVID-19 bisa dikendalikan
Kondisi yang seperti itu, kata Sulfikar, sama saja layaknya memaksakan seseorang keluar saat hujan masih deras. Menurutnya, masyarakat diminta bergerak (ke luar rumah) padahal lima syarat itu belum terpenuhi.
"Indonesia itu dipaksakan normalnya itu tanpa bukti bahwa kita sudah mampu mengendalikan penyebaran COVID-19," ujarnya.
Baca Juga: Pembukaan Mal Bisa Perbesar Penularan COVID-19, AC Bisa Sebar Droplet