Pengamat: Pertemuan Jokowi dan Prabowo adalah Kabar Buruk bagi Oposisi

Gerindra lambang oposisi yang akan ditinggalkan pendukungnya

Jakarta, IDN Times - Sinyal Partai Gerindra gabung ke pemerintah semakin kuat setelah Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto berkunjung ke Istana Negara pada Jumat (11/10) kemarin. Setelah pertemuannya, Prabowo menegaskan siap membantu pemerintahan Presiden Joko ‘Jokowi’ Widodo.

"Kami akan beri gagasan, pertumbuhan (ekonomi) bisa tumbuh double digit," katanya.

Jokowi pun membenarkan, pertemuan itu juga membahas kemungkinan Gerindra bergabung ke dalam koalisi pemerintah meski belum final.

"Tapi ini belum final. Kami sudah bicara banyak mengenai kemungkinan Partai Gerindra untuk masuk koalisi kita," ucap Jokowi.

Lalu bagaimana jika Gerindra benar-benar meninggalkan gerbong oposisi yang hanya menyisakan PKS?

1. Gerindra melunturkan simbol oposisinya

Pengamat: Pertemuan Jokowi dan Prabowo adalah Kabar Buruk bagi OposisiANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengatakan bahwa Gerindra selama ini telah menjadi simbol partai oposisi, yang telah menjalankan fungsi kontrol terhadap jalannya pemerintahan.

Dia menyesalkan jika nantinya Gerindra memutuskan gabung ke pemerintah sehingga dikhawatirkan mekanisme kontrol dalam sistem demokrasi kurang berjalan.

"Ini akan jadi kabar buruk bagi oposisi, karena hanya akan mungkin menyisakan PKS sebagai oposisi," kata Adi dilansir dari Kantor Berita Antara, Sabtu (12/10).

2. Gerindra tidak lagi kritisi pemerintahan

Pengamat: Pertemuan Jokowi dan Prabowo adalah Kabar Buruk bagi OposisiIDN Times/Teatrika Handiko Putri

Dia menegaskan bahwa dalam sebuah sistem demokrasi yang kuat dan sehat, meniscayakan partai oposisi yang kuat.

Menurut dia, selama ini simbol partai oposisi ada pada Gerindra, bukan PKS, Demokrat atau pun PAN sehingga akan menjadi seperti lelucon apabila Gerindra gabung dalam pemerintahan.

"Tidak terbayangkan kalau Gerindra yang selama ini kritis, bahkan cukup ekstrem beda pendapat politiknya dengan Jokowi, tiba-tiba setiap hari harus muji-muji. Ada bentrokan psikologis yang tidak bisa dihindari," ujarnya.

Adi mengatakan kalau Gerindra mengambil sikap menjadi pendukung pemerintah, yang menjadi korban adalah masyarakat karena selama Pemilu 2019, mereka terbelah namun usai kompetisi politik, malah berbagi kursi di kabinet.

Baca Juga: Mesra dengan Jokowi, Prabowo: Banyak yang Gak Suka Mungkin Ya

3. Gerindra akan ditinggalkan pendukungnya

Pengamat: Pertemuan Jokowi dan Prabowo adalah Kabar Buruk bagi OposisiIDN Times/ Mahendra

Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Telkom Dedi Kurnia menyebutkan Partai Gerindra akan ditinggalkan pendukungnya bila bergabung dalam koalisi Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

"Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto tidak sadari, 68 juta pemilih setidaknya berharap Prabowo menjadi presiden, atau sekurang-kurangnya sebanyak itu tidak menyukai Jokowi. Jika hari ini kemudian Prabowo menjual kepercayaan publik dengan kursi kabinet, Gerindra terancam ditinggal pemilih," kata Dedi.

4. Jokowi akan mendapat keuntungan jika Gerindra gabung

Pengamat: Pertemuan Jokowi dan Prabowo adalah Kabar Buruk bagi OposisiIDN Times/Teatrika Handiko Putri

Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) itu menyadari Jokowi akan mendapat keuntungan jika Gerindra bergabung. Namun, bergabungnya Prabowo ke dalam pemerintah akan memperlemah fungsi check and balance di negeri ini.

"Ini penanda kurang baik bagi demokrasi kita, pemerintah yang terlalu dominan akan melahirkan tirani," katanya.

5. Prabowo disarankan untuk konsisten jadi oposisi

Pengamat: Pertemuan Jokowi dan Prabowo adalah Kabar Buruk bagi OposisiANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

Dedi mengharapkan antara Jokowi dan Prabowo menjaga etika politik untuk menghasilkan pemerintahan yang berimbang, pengawasan proporsional, dan kekuasaan tidak dominan hanya satu sisi.

"Kondisi saat ini sebenarnya sudah sangat berpihak pada pemerintah, bisa kita lihat dari parlemen yang dikuasai mitra koalisi pemerintah," tuturnya.

Akan tetapi, dalam politik praktis, Gerindra telanjur kalah, baik di Pilpres juga di Pileg sehingga memerlukan ruang unjuk menonjolkan diri di kabinet. Begitu juga dengan Demokrat, memerlukan ruang yang sama untuk memunculkan nama Agus Harimurti Yudhoyono demi 2024.

"Prabowo harus tetap konsisten sebagai oposisi dalam kondisi apa pun. Setidaknya keberadaannya bisa mengimbangi dominasi kubu pemenang," tegas Dedi.

Baca Juga: Ketua MPR: Tanpa Diundang, Prabowo Pasti Hadiri Pelantikan Jokowi

Topik:

  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria

Berita Terkini Lainnya