Gelombang PHK Datang, Buruh hanya Tunggu Nasib   

Pemerintah diharapkan lakukan mitigasi pekerja yang di PHK

Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terus terjadi. Para buruh seakan tinggal menunggu nasib siapa yang akan dirumahkan. Salah satunya dialami Anita, salah seorang pegawai startup di Jogja. Meski beberapa kali menyandang sebagai pegawai berprestasi, ia tak luput dari gelombang PHK yang menghantam perusahaannya. Bersama sekitar 400 orang temannya, ia termasuk yang dipanggil untuk pemberitahuan PHK. 

Perempuan berusia 25 tahun ini mengaku, ia dan rekan-rekannya sudah menduga PHK akan terjadi. "Sudah ada isu PHK, kemudian sebulan sebelum PHK dikumpulkan dan diberi tahu akan ada PHK," ujar perempuan asal Kota Yogyakarta kepada IDN Times, Jumat (2/12/2022). 

Anita mengaku, perusahaan tempatnya bekerja selama 3 tahun ini memutuskan hubungan dengan pegawai dengan alasan berakhir kontrak dengan pihak klien. " Tidak ada alasan lain yang disebutkan. Kami kemudian diberi tahu akan diberi hak kami, yaitu prorate gaji, uang BPJS, pesangon yaitu satu kali gaji serta dicarikan lowongan dengan kliennya namun beda kota. Itu saja," ujarnya. 
  

Terlilit beban utang

Gelombang PHK Datang, Buruh hanya Tunggu Nasib   (IDN Times/Arief Rahmat)

Anita mengaku mentalnya siap untuk tak lagi bekerja, namun ia kebingungan melunasi beban utang yang jumlahnya mencapai Rp10 juta. Kebiasaan meminjam melalui pinjaman online (pinjol) hingga pembelian barang secara online memakai pay later memberatkannya semasa menunggu hari PHK tiba. "Tidak ada uang untuk melunasi, ini membingungkan." Terpaksa ia meminjam ke pihak lain sembari menunggu uang pesangon yang dijanjikan perusahaan diberikan tiga bulan setelah PHK, yaitu sekitar Februari 2023. 

 

Perusahaan tiba-tiba memberitahu adanya PHK

Gelombang PHK Datang, Buruh hanya Tunggu Nasib   Isnaini Kharisma, seorang penerima manfaat dari BPJS Ketenagakerjaan di Medan (Instagram.com/@isnainikharisma)

Salah satu korban PHK di Sumatera Utara, Isnaini Kharisma menceritakan ia merupakan salah satu korban PHK perusahaan media di Medan. Masih segar dalam ingatan Isna-sapaan akrabnya saat detik-detik perusahaan tempatnya bekerja mengumumkan adanya pengurangan karyawan. Saat itu, tidak satupun penjelasan mengenai PHK ia terima.

"Pertama dikabarkan bahwa perusahaan meminta pertemuan dikarenakan ada yang mau dibicarakan, namun nama saya masuk di dalam daftar PHK. Sebenarnya sedih karena sudah sembilan tahun kerja," ungkapnya.

Untuk tetap bisa bertahan hidup di tengah situasi yang sulit, Isnaini menyambung hidupnya dengan bekerja sebagai freelancer. Ia mengaku kesulitan untuk mencukupi kehidupan kedua anaknya. "PHK terasa kian berat ketika sudah berkeluarga," tuturnya.

Perusahaan IT dinilai yang paling terdampak

Gelombang PHK Datang, Buruh hanya Tunggu Nasib   Pakar Ekonomi, Edy Suandi Hamid. (Istimewa/Universitas Widya Mataram).

Pakar ekonomi Universitas Widya Mandala (UWM), Edy Suandi Hamid mengatakan PHK banyak terjadi di perusahaan dalam dan luar luar negeri terutama IT. Perusahaan yang sempat tumbuh di awal pandemik Covid-19, saat ini bisnis yang dikembangkan kembali turun. "Beberapa waktu terakhir mobilitas masyarakat terbatas, mereka memanfaatkan IT untuk mendukung aktivitas. Setelah pandemik menurun, mobilitas masyarakat mulai lancar lagi," ujar mantan Rektor UII itu.

Kondisi itu membuat ketergantungan pada IT berkurang, dan berimbas pada perusahaan IT. "Memang harus merespons kondisi tersebut, PHK bagian respons itu. Efisiensi untuk penghematan, IT itu biaya tenaga kerjanya yang mahal," ujar Edy.

 

Angka PHK berpotensi semakin banyak dipicu kenaikan UMP

Gelombang PHK Datang, Buruh hanya Tunggu Nasib   google

Angka PHK ditakutkan akan semakin bertambah seiring dengan penetapan UMP/UMK di sejumkah daerah akhir tahun ini. Ekonom UGM, Mudrajad Kuncoro menilai kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang tidak sesuai menjadi salah satu pemicunya. Salah satunya adalah di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kenaikan tahun 2023 sebesar 7,65 persen terbilang tinggi. Kenaikan yang dinilai tinggi itu dikhawatirkan menjadi beban dan berpotensi memunculkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Saat ini kondisi usaha di DIY masih terdampak pandemik Covid-19. Perusahaan mengalami kembang kempis agar dapat survive. "Di Yogyakarta rata-rata omset itu turun 20-100 persen ketika pandemik. Waktu itu berat, bisa tetap hidup saja, Alhamdulillah," kata Mudrajad.

Sejumlah sektor usaha dinilainya belum mampu bangkit, meski pertumbuhan ekonomi sudah positif, tapi pemulihan belum merata di semua sektor.

Pendapat senada disampaikan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat. Ketua Apindo Jabar, Ning Wahyu Astutik mengatakan menilai kenaikan UMK yang bisa mencapai 10 persen sesuai arahan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) memberatkan industri.

Ia mengatakan formulasi upah yang mengacu aturan Kemenakertrans bisa membuat pengusaha gulung tikar. Menurutnya, sekarang kondisi perekonomian belum stabil dan pada 2023 diprediksi terjadi resesi secara global. Kondisi itu akan berdampak pada produktivitas sektor industri karena turunnya permintaan pasar.

Dengan formula baru yang dikeluarkan Kemenaker untuk UMK 2023, industri di Indonesia khususnya Jawa Barat akan sulit bertahan. Bahkan lebih sulit dari masa COVID-19.

Menurutnya, industri di Jabar dan daerah lain sekarang masih berusaha agar tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Skema yang dilakukan yakni dengan mengedepankan pengurangan jam kerja dengan berbagai cara, dari meniadakan lembur, masuk dengan jumlah hari lebih sedikit, hingga bekerja di hari yang sama tetapi dengan jam yang berkurang.

"Namun demikian, tetap tidak mungkin tidak melakukan PHK atau pengurangan karyawan sama sekali," kata Ning.

Berdasarkan data Apindo Jabar per Oktober 2022, Jumlah PHK yang terjadi di seluruh industri Jabar mencapai 79 ribu. Angka ini naik dari bulan sebelumnya yang mencapai 73 ribu.

Pemerintah klaim jumlah PHK justru turun

Gelombang PHK Datang, Buruh hanya Tunggu Nasib   Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah (dok. Kemnaker)

Persoalan pemutusan hubungan kerja (PHK) juga terjadi di Banjarmasin Kalimantan Selatan (Kalsel). Pada tahun 2022 ini, pemerintah daerah mencatat sebanyak 530 kasus PHK yang terjadi di pelbagai perusahaan di kota akrab disebut "Seribu Sungai".

"Selama dua tahun ini tercatat ada 830 kasus PHK. 2021 terdata ada 420 orang, tahun selanjutnya 2022 mengalami kenaikan PHK 530 orang," kata Kepala Dinas Koperasi Usaha Mikro dan Tenaga Kerja Kota Banjarmasin Isa Anshari, Minggu (4/12/2022). 

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menyebutkan terdapat 10.765 kasus pemutusan hubungan kerja alias PHK per September 2022. Jumlah tersebut diklaim turun dari dua tahun sebelumnya. Data per September 2022 terdapat kasus PHK 10.765. Hal ini diungkapkan oleh Ida dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Selasa (8/11/2022).

Berdasarkan data hasil paparan Menaker, PHK berdampak pada 18.911 karyawan terjadi pada 2019. Angka tersebut meroket pada 2020 menembus 386.877 kasus. Namun, menurun pada 2021 ke angka 127.085 sebelum akhirnya kembali turun ke 10.765 per September 2022 ini.

Kondisi dilonggarkan, korban PHK di Bali mulai bekerja

Gelombang PHK Datang, Buruh hanya Tunggu Nasib   Foto ilustrasi turis Bali. (IDN Times/Rehuel ​Willy Aditama)

Bali pada umumnya sangat mengandalkan perekonomian dari sektor pariwisata. Karenanya pandemik COVID-19 menjadi pukulan telak bagi Bali. Kondisi ketenagakerjaan di Pulau Dewata, khususnya di Kabupaten Klungkung, paling mengkhawatirkan yakni pada tahun 2020 atau saat puncak dari pandemik COVID-19.

Pada tahun 2020 lalu, di Klungkung saja setidaknya tercatat terdapat 10.517 karyawan yang dirumahkan. Sementara 817 di antaranya mengalami PHK. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, persentase pengangguran di Klungkung pada tahun 2020 mencapai 5,42 persen.

“Selama pandemik COVID-19 itu kebanyakan justru dirumahkan, bukan di PHK karena sifatnya sementara,” ujar Kepala Dinas Tenaga Kerja Klungkung, I Wayan Sumarta, Jumat (2/12/2022).

Seiring dilonggarkannya pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat dan pariwisata mulai dibuka, kondisi ekonomi Bali secara umum mulai tahap pemulihan. Dibukanya penerbangan internasional, membuat ekonomi mulai berdenyut bagi Bali yang mengandalkan pariwisata. Para pekerja yang awalnya dirumahkan, kembali dipanggil bekerja. Hal ini bisa dilihat dari data persentase pengangguran di Klungkung. 

Tahun 2020 persentase pengangguran yang mencapai 5,42 persen, mulai menurun pada tahun 2021 menjadi 5,35 persen. Penurunan drastis ketika pariwisata mulai dibuka yakni pada tahun 2022 dengan persentase pengangguran menjadi 1,96 persen.

“Jadi bisa dikatakan tenaga kerja yang sebelumnya dirumahkan, dipanggil kembali bekerja. Serta tidak sedikit juga yang sudah berwirausaha,” ungkap Sumerta.

Menurutnya PHK tahun ini, justru banyak terjadi di sektor startup digital dan perusahaan impor - ekspor yang sangat tergantung dari investor atau transaksi luar negeri. 

 

Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Provinsi Lampung klaim belum ada PHK

Gelombang PHK Datang, Buruh hanya Tunggu Nasib   Kepala Disnaker Provinsi Lampung, Agus Nompitu saat diwawancarai terkait penyaluran BSU BBM 2022 Rp600 ribu. (IDN Times/Tama Yudha Wiguna)

Kondisi berbeda terjadi di Provinsi Lampung. Potensi ancaman gelombang pemberhentian hubungan kerja (PHK) yang mulai melanda banyak perusahaan di berbagai daerah belum membayangi provinsi berjuluk Sai Bumi Ruwa Jurai.

Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Provinsi Lampung bahkan hingga kini belum menerima informasi pendataan khusus, ihwal pemutusan tenaga kerja sepihak dilakukan secara besar-besaran terjadi oleh perusahaan-perusahaan di Lampung.

"Alhamdulillah belum ada (informasi PHK) dari perusahaan-perusahaan di Provinsi Lampung, dan kita tentu berdoa agar para pekerja Lampung tetap kondusif kedepannya," ujar Kepala Disnaker Provinsi Lampung, Agus Nompitu kepada IDN Times.

Menurutnya, Provinsi Lampung kini terbilang memiliki pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengendalian inflasi cenderung mengarah kapada hal positif. Alhasil, itu disebut-sebut berdampak baik pada kondisi ketenagakerjaan daerah yang stabil.

"Artinya, sampai sekarang belum ada ancaman-acaman PHK seperti dialami daerah-daerah lain. Ini patut disyukuri, mudah-mudahan Provinsi Lampung akan tetap aman nyaman, serta kondusif ketenagakerjaannya," kata Agus.

Pemerintah dinilai tak serius cegah gelombang PHK masal

Gelombang PHK Datang, Buruh hanya Tunggu Nasib   ilustrasi. Para karyawan yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja di Sukoharjo, Jawa Tengah, pada 2019. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha

Resesi mengancam ekonomi global pada tahun 2023. Padahal, berdasarkan data Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mencatat sebanyak 73 ribu orang yang di-PHK sepanjang Januari-Oktober 2022. Jumlah itu belum termasuk buruh yang tidak tergabung di Apindo.

"Pelemahan permintaan global akan menahan laju ekspor dan berdampak dari sektor tekstil dan produk tekstil," kata Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartato, dalam konferensi persnya Senin (7/11/2022).

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menilai ada kejanggalan dalam fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) masal di sejumlah perusahaan besar seperti tekstil, fintech, edutech, dan berbagai perusahaan teknologi lainnya.

"LBH Jakarta melihat terdapat kejanggalan dalam proses PHK masal ini.
Pertama, hingga saat ini tidak ada dialog atau musyawarah terbuka antara publik, kelompok pekerja, pengusaha atau perusahaan, dan pemerintah untuk membincangkan masalah gelombang PHK masal dan mitigasi resikonya," ujar LBH Jakarta dalam siaran pers, Jumat (2/12/2022).

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tepatnya Pasal 151 Ayat 1, telah dimandatkan bahwa pengusaha, pekerja (buruh), serikat pekerja atau serikat buruh, dan pemerintah dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi PHK.

LBH Jakarta menilai pemerintah tak serius untuk mencegah terjadinya gelombang PHK masal. Pemerintah seharusnya mempunyai tanggung jawab mengatasi masalah gelombang PHK masal dan dampaknya. 

"Hingga kini belum ada strategi konkret pemerintah untuk menghindari dan atasi dampak PHK masal di beberapa sektor industri,. Termasuk upaya menjamin perlindungan pekerja dan jaring pengaman sosial yang tepat bagi pekerja terdampak PHK," kata dia

Pemerintah juga diharapkan bisa mengambil tindakan mitigasi pada pekerja yang di PHK dan merumuskan perlindungan pada buruh. Pasalnya, gelombang PHK berdampak pada hilangnya mata pencaharian ekonomi, meningkatkan angka kemiskinan, hingga krisis multidimensi sebagaimana yang terjadi pada tahun 1997-1998.

Secara normatif, tanggung jawab tersebut tertera dalam sejumlah ketentuan hukum seperti UUD 1945, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU Nomor 11 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya.

Kemudian, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, PP Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan, serta berbagai aturan hukum lainnya.

"LBH Jakarta mendorong pemerintah untuk mengupayakan musyawarah terbuka dan membuat kebijakan mitigasi penanganan PHK, serta mengontrol perusahaan yang melakukan PHK untuk transparan atas laporan keuangannya," kata LBH.

Penulis: 

Masdalena Napitupulu, Indah Permatasri, Sri Wibisono, Debbie Sutrisno, Wayan Antara, Tama Wiguna, Lia Hutasoit, Herlambang Jati, Febriana Sinta

 

Topik:

  • Febriana Sintasari

Berita Terkini Lainnya