Indeks Persepsi Korupsi Turun, Pukat UGM: Korupsi Politik Naik

Lembaga penegak hukum perlu direformasi

Yogyakarta, IDN Times - Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) menilai strategi pemberantasan korupsi di Indonesia dinilai gagal. Kondisi tersebut tercermin dari penurunan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) pada tahun 2022 menjadi 34 poin, atau turun 4 poin dari tahun 2021.

Angka tersebut juga membuat peringat Indonesia di dunia mengalami penurunan dari 96 menjadi 110. "Sangat disayangkan ini menunjukkan gagalnya strategi pemberantasan korupsi. Menurut saya ini legasi yang sangat buruk dari pemerintahan Presiden Jokowi," kata Peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman, Rabu (1/2/2023).

IPK pada 2022 seperti halnya pada saat pertama Jokowi menjabat di tahun 2014. IPK tersebut pada Pemerintahan Jokowi juga sempat mengalami perbaikan, namun kembali menurun pada tahun 2022.

1. Korupsi banyak terkait dengan politik

Indeks Persepsi Korupsi Turun, Pukat UGM: Korupsi Politik NaikPeneliti PUKAT UGM, Zaenur Rohman. (IDN Times/Tunggul Kumoro)

Zaenur menjelaskan IPK yang mengalami penurunan di tahun 2022 tidak lepas karena naiknya risiko korupsi politik. Dia menjelaskan bahwa IPK merupakan indeks komposit yang disusun menggunakan delapan indeks lain. "Indeks-indeks sebagai data sumber data dari indeks persepsi korupsi itu menunjukkan risiko korupsi politik itu meningkat drastis. Sehingga itu memperburuk situasi korupsi di Indonesia," ungkap Zaenur.

Dia mengatakan pada 2022 itu menunjukkan korupsi yang banyak terkait dengan politik. Misal, kasus kepala daerah, pejabat eksekutif maupun legislatif. Ada juga terkait konflik kepentingan antara politisi tersebut dengan para pebisnis. Misal dengan keputusan pembentukan peraturan perundang-undangan yang menguntungkan pebisnis dan merugikan kepentingan rakyat.

"Disertai suap menyuap dalam izin ekspor dan impor dan seterusnya," ujarnya.

Zaenur juga menyebut naiknya korupsi politik juga ditunjukan dari menurunnya indeks World Competitiveness Yearbook. Indeks ini menunjukkan ada tidaknya korupsi dalam sistem politik.

"Artinya terkonfirmasi dari dua indeks (IPK dan indeks Competitiveness Yearbook), ini saja terkonfirmasi korupsi politik meningkat drastis di 2022," ujarnya.

Baca Juga: PUKAT Khawatir Perpanjangan Jabatan Kades Tingkatkan Risiko Korupsi

2. Perlu adanya reformasi dalam berbagai hal

Indeks Persepsi Korupsi Turun, Pukat UGM: Korupsi Politik NaikIlustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)

Menyebabkan rendahnya IPK, juga disebabkan rendahnya indeks rule of law, dan indeks demokrasi. Jika pemerintahan Jokowi ingin memberikan peninggalan yang baik maka ada beberapa hal yang perlu dilakukan.

"Pertama adalah perbaikan di bidang hukum. Indeks paling bawah ya ini dengan skor 24 untuk rule of law," ujar Zaenur.

Jika bisa diperbaiki IPK Indonesia akan bisa meningkat dengan drastis. Untuk memperbaikinya perlu ada reformasi institusi hukum, penegak hukum dan peraturan perundang-undangan di bidang hukum. "Yaitu reformasi kepolisian, reformasi kejaksaan, dan mereformasi sistem hukumnya," ujarnya.

Pertama bisa dilakukan dengan mereformasi dasar hukumnya yaitu KUHAP yang selama ini memberi banyak kewenangan bagi aparat penegak hukum.

"Sehingga banyak yang melakukan abuse of power, termasuk melakukan korupsi. Kedua adalah mereformasi rekrutmen, promosi, mutasi, dan mereformasi kesejahteraan bagi aparat penegak hukum," ujarnya.

Tidak bisa dipungkiri, Zaenur menyebut bahwa rakyat masih kerap disuguhi berbagai masalah di institusi penegak hukum. Banyak penegak hukum yang melakukan korupsi maupun pelanggaran lain.

Pengawasan juga perlu diperbaiki, bisa dilakukan dengan membuat institusi pengawas yang independen. Perlu juga mengesahkan RUU perampasan aset hasil kejahatan dan RUU transaksi pembatasan tunai.

"Kalau aparat penegak hukumnya sudah bersih, diandaikan sebagai sapu. Maka bisa menyapu korupsi dari republik ini,"  ujarnya.

3. Jelang tahun politik perlu perhatian

Indeks Persepsi Korupsi Turun, Pukat UGM: Korupsi Politik NaikIlustrasi Pemilu (IDN Times/Arief Rahmat)

Pada politik sendiri juga perlu menjadi perhatian. Pada 2022 disebut ada kemunduran secara spesifik disumbang oleh korupsi politik. Risiko korupsi politik itu diperkirakan akan meningkat, menjelang tahun politik 2024.

"Politisi mengumpulkan modal politik untuk berkontestasi di 2024," ujar Zaenur.

Perlu dilakukan yaitu aparat penegak hukum membuat program pencegahan, pengawasan dan penindakan bagi korupsi politik. "Selanjutnya ya harus ada demokratisasi di internal partai politik. Kemudian juga harus ada partisipasi masyarakat menolak berbagai macam bentuk korupsi politik. Harus mulai sekarang, karena 2023 mulai politisi menebar uang ke rakyat dengan tujuan, akhirnya untuk mendapatkan suara atau vote buying," ujarnya.

Baca Juga: Eks Koruptor kembali ke Partai, PUKAT UGM: Komitmen AntiKorupsi Rendah

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya