Merinding, Ini yang Dialami Kalapas Usai Antar Terpidana Eksekusi Mati
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Menyaksikan seseorang menjemput ajal menyisakan cerita tersendiri. Bukan hanya kisah tragis, usai Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang Hendra Eka Putra mengantarkan para terpidana mati dari balik jeruji ke tempat eksekusi, tak sedikit kisah mistis yang dialaminya.
Hendra mengungkapkan saat menjadi Kalapas Batu, Nusakambangan pada 2016 lalu dia bersama tim pernah membawa para narapidana vonis mati ke regu tembak.
Berikut penuturan Hendra pada IDN Times, Minggu (13/10).
1. Lima terpidana mati dieksekusi
Saat itu udara dingin malam seketika menyelimuti tanah lapangan bekas penjara Limus Buntu, Pulau Nusakambangan, Jawa Tengah pukul 00.30 pada (18/1/2016) lalu.
Masih terngiang dalam ingatan Hendra, riuhnya suara tembakan dari belasan senjata laras panjang milik regu tembak menggema saat mengeksekusi ke lima terpidana mati yakni Ang Kiem Soei, warga negara Belanda; Namaona Denis, warga Malawi; Marco Archer Cardoso Moreira, warga Brazil; Daniel Enemuo, warga Nigeria; dan satu-satunya orang warga negara Indonesia, Rani Andriani, seorang wanita asal Cianjur dieksekusi.
2. Hendra masih melihat napi yang sudah dieksekusi dalam lapas
Meski sudah dieksekusi mati, Hendra masih merasakan kehadiran para narapidana tersebut di lapas selama satu minggu.
"Saya masih lihat "mereka" di lapas, ada yang mondar-mandir, ada yang duduk saja ya seperti biasa mereka melakukan aktivitas sehari-hari saat masih hidup di penjara," ujarnya.
3. Pintu rumah Hendra ada yang mengetuk
Tidak hanya melihat penampakan mereka, Hendra juga terus diganggu saat di rumah terutama malam hari.
Editor’s picks
"Pintu rumah diketok tapi dilihat gak ada orang itu terjadi tiap malam selama satu mingguan lah usai malam eksekusi tersebut," ungkapnya.
Baca Juga: Kisah Perang Batin Kalapas Antar Terpidana Mati ke Tempat Eksekusi
4. Terpidana mati makan, olahraga, bahkan berbagi makanan dengannya
Walau demikian Hendra merasa tidak terganggu sebab semasa hidup, para napi sehari-hari bergaul dengan Hendra. Dari bangun tidur sampai sampai terbenam matahari.
"Saya sering main tenis bersama, olahraga bahkan saya sama Marco sering berbagi mi bersama. Terlebih, mereka lama di penjara ada yang 10 tahun bahkan 18 tahun," terangnya.
5. Bujuk napi yang dieksekusi pakai taktik
Hendra mengungkapkan tidak mudah membawa narapidana vonis mati ke ruang eksekusi, sehingga dia selalu mempunyai taktik tersendiri.
"Saya selalu bohongi napi saat tiba waktunya eksekusi, kalau terus terang pasti ya tidak mau lah," imbunya.
Ada saja alasan Hendra membujuk terpidana vonis mati mulai ada keluarga yang menjenguk sampai berbicara empat mata, jika napi asing biasanya Hendra akan mengatakan ada pihak kedutaan yang berkunjung.
6. Hukuman mati tidak buat jera
Menurut Hendra, hukuman mati tidak bisa membuat seseorang jera. Dia yakin seseorang bisa berubah apalagi napi yang divonis mati menjalani sehari-hari di jeruji dengan hidup yang tidak tenang karena tahu dia akan mati.
"Setiap manusia pasti mati, orang juga akan berubah entah dua atau tiga tahun itu pasti ada perubahan, terlebih saat melihat anak dan istri saya yakin mereka berubah, orang narapidana teroris saja yang sudah dicuci otaknya bisa kembali ke NKRI, narapidana mereka juga manusia," ucapnya.
Baca Juga: Kisah Anak Terpidana Mati: 13 Tahun Hidup Tidak Tenang